Corona Dan Masa Depan Kelam China



Oleh : Abu Mush'ab Al Fatih Bala (Pemerhati Politik Asal NTT)

China negara komunis dengan ekonomi kapitalis kini dianggap mampu keluar dari krisis karena Corona. Sebagai negara endemi Corona pada akhir tahun 2019 telah menjadi salahsatu penyebab terjadinya pandemi Coronavirus di dunia. 

Sekitar 1,4 juta orang positif Corona di dunia dan 87.700 orang yang meninggal karenanya sejak Corona menyebar dari Provinsi Hubei dan Kota Wuhan ke seluruh dunia (Reuters,10/4/20). Banyak analisis bermunculan tentang apakah China akan segera bebas dari krisis ekonomi dan kembali menjadi negara superhero ekonomi.

Ternyata tidak semudah yang dibayangkan. China akan mengalami suramnya ekonomi dalam beberapa bulan ke depan. Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan.

Pertama adanya kemunculan virus Corona jenis baru di China. Penderita Virus ini tidak menunjukkan gejala (asymptomatic) yang artinya tidak memiliki gejala namun terbukti Corona. Laporan dari Reuters juga menunjukkan beberapa pasien yang telah sembuh terinfeksi lagi. 

China tampaknya memandang remeh kedatangan gelombang virus kedua ini. Ahli kesehatan mereka mengatakan kasus kedua ini tidak terjadi dalam jumlah yang besar. Paling lokalan saja mengingat jumlah pasien Corona menurun 50% dari 61 kasus menjadi 31 kasus pada hari Rabu (8/4).

China malah membolehkan sekolah-sekolah untuk beraktivitas kembali pada tanggal 21 April. Ditambah dengan kebijakan yang membolehkan para pekerja dari kota besar dan pedesaan pergi ke kota yang jumlah penduduknya kurang dari 3 juta. 

China yakin mereka akan segera bebas dari Corona. Bahkan China secara mandiri mengembangkan antivirus Corona. Negara yang pernah menyiksa Muslim Uighur ini meyakinkan warganya untuk memakai masker, melakukan lock down dan menjaga social distancing antar warga.

Yang dikhawatirkan adalah melesetnya dugaan China bahwa Virus Corona jenis baru ini tak akan berkembang pesat. Apalagi kalau antivirus yang dibuat China ternyata tidak mampu meredam virus Corona baru. Memang benar pemerintah China setiap hari melakukan rapid test di Wuhan tempat penyebaran virus Corona tetapi virus baru yang tidak menunjukkan gejalanya telah menyebar di daratan China. Dan tidak terpusat pada Wuhan saja.

Logika sederhananya seperti ini jika virus yang menunjukkan gejala saja dapat menimbulkan resesi berat di China apalagi yang tidak menunjukkan gejala. Bagaimana jika virus baru ini menyebar ke luar China dan masuk ke negara lain karena lemahnya lock down? Tentu akan menimbulkan masalah yang amat berat kepada China yang sebelumnya telah memberatkan dunia dengan jenis covid-19 yang lama.

Bukan saja masalah dalam negeri, China menghadapi sabotase luar negeri yang belum pernah mereka rasakan. Misalnya negara-negara mulai menggalang kekuatan untuk menghantam China.

India, Inggris dan Amerika Serikat bersatu untuk menyeret China ke pengadilan internasional dan menuntut ganti rugi karena Virus Corona. India mengatakan rugi karena Lock Down sebesar 98 dollar dengan rata-rata kerugian 4,64 dollar per hari. China dituntut memberikan ganti rugi sebesar 20 triliun dollar kepada India dan 3,2 juta poundsterling kepasa negara-negara G7 (Portal-Islam.id, 7/4).

Ini akan menjadi kelumit yang berkepanjangan jika  ternyata China dimenangkan oleh mahkamah Internasional. Donald Trump pun mengancam akan menghentikan sumbangan sebesar ratusan juta dollar untuk WHO jika berpihak kepada China.

Perang antara AS dan China bukan sekedar perang dagang lagi tetapi untuk menjaga keadidayaan Amerika terhadap dunia. Amerika bisa saja luluh lantak karena penyebaran Virus  Corona yang tidak terkendali di negerinya. Sekitar setengah juta atau lima ratus ribu warga AS yang positif Corona dan akan terus bertambah.

Hal ini menimbulkan depresi berat buat pemerintahan Trump dan warganya. Saling menuduh pun dilancarkan dengan tema perang senjata biologis yang bocor. As, Inggris dan India menyeret China dengan tuduhan ini. Dan harus ada bukti yang kuat jika ingin menang di pengadilan Internasional. 

Dalam China pun belum ada tanda bahwa itu senjata biologis. Yang ada hanyalah wabah dari hewan ke manusia sehingga pemerintah China pun mengeluarkan kebijakan nasional yang melarang jual beli hewan liar dan unggas (reuters.com)

China tampak memanfaatkan 'kasih sayang' WHO untuk meringankan beban ekonomi akibat Virus Corona. Jika WHO memihak AS maka ekonomi China akan semakin melambat. China masih bisa bernapas lega karena berhasil menekan negara-negara yang lebih lemah dari Dewan Keamanan PBB misalnya dalam kerjasama kontrak tenaga kerja. 

Dan China pun berharap semoga tidak banyak negara yang terpengaruh dengan AS untuk mengevalusi hubungan mereka dengan China. Kalaupun China berhasil keluar dari krisis tidak bisa langsung memimpin ekonomi dunia karena 207 negara lainnya sedang terpapar Corona dan mengalami resesi ekonomi. Tidak gampang bagi China untuk membangun hubungan ekonomi yang stabil dengan negara luar.

Apalagi ekonomi dalam negeri China belum stabil. Untuk meyakinkan warga China bahwa warga Wuhan telah bebas epedemi pun masih sulit. Warga Wuhan kesulitan mendapatkan pekerjaan di China. Mereka ditolak mendapatkan pekerjaan karena statusnya berasal dari Hubei daerah epedemi Corona. Pemerintah China pun belum mampu memberikan lapangan kerja buat warga Wuhan (Hubei) yang jumlahnya 41 juta orang itu.  Apakah ramalan NIC akan melenceng dengan hasil akhir ekonomi China yang akan semakin melemah? Tunggu perkembangan selanjutnya. []

Bumi Allah SWT, 11 April 2020

#DenganPenaMembelahDunia
#SeranganPertamaKeRomaAdalahTulisan

Posting Komentar

0 Komentar