JARING PENGAMAN SOSIAL ALA PEMIMPIN DI ERA KAPITALIS


Oleh: Astriani Lydia, S.S (Aktivis Komunitas Parenting Ibu Tangguh)


Wabah COVID-19 tidak hanya berakibat pada aspek kesehatan, tapi juga aspek ekonomi. Karena itulah pemerintah menunjukkan kepeduliannya dengan mengeluarkan jaring pengaman sosial untuk masyarakat yang terkena dampaknya secara langsung. Presiden Jokowi mengumumkan akan mengeluarkan total dana sebesar Rp. 405,1 triliun untuk penanganan wabah Covid-19, Rp. 110 triliun untuk masyarakat lapisan bawah. Ada 6 jaring pengaman sosial yang dibuat oleh pemerintah. Pertama, Program Keluarga Harapan (PKH). Jumlah penerima yang semula 9,2 juta naik menjadi 10 juta. Penerimanya yaitu: 
A. Komponen kesehatan: 
1. Ibu hamil/menyusui yang pada awalnya dapat Rp. 2,24 juta kini mendapat Rp. 3 juta per tahun.
2. Anak usia 0 sampai 6 tahun 
B. Komponen pendidikan yaitu anak SD/MI, SMP/MTS atau sederajat, SMA/MA atau sederajat, anak usia 6-21 tahun yang belum menyelesaikan wajib belajar 12 tahun.
C. Komponen kesejahteraan sosial yaitu lanjut usia mulai 60 tahun ke atas, penyandang disabilitas (diutamakan penyandang disabilitas berat).

Kedua, kartu sembako, program untuk rakyat miskin agar bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Penerimanya naik menjadi 20 juta orang dengan dana bantuan Rp. 200 ribu yang akan diberikan selama sembilan bulan. Ketiga, kartu prakerja yang anggarannya dinaikkan menjadi Rp. 20 triliun. Sebelumnya hanya Rp. 10 triliun. Keempat, diskon tarif listrik untuk pelanggan listrik 450 VA yang jumlahnya sekitar 24 juta pelanggan akan digratiskan selama tiga bulan ke depan, yaitu April, Mei, dan Juni 2020. Bagi tarif pelanggan 900 VA yang jumlahnya sekitar 7 juta pelanggan akan diberi diskon 50 persen. Diskon ini juga akan berlaku selama tiga bulan. Kelima, antisipasi kebutuhan pokok yang dicadangkan Rp. 25 triliun untuk pemenuhan kebutuhan pokok dan operasi pasar logistik. Keenam, keringanan pembayaran kredit untuk pekerja informal seperti ojek online, supir taksi, dan pelaku UMKM nelayan, dengan penghasilan harian dengan kredit di bawah Rp. 10 Miliar. Peraturan ini berlaku mulai bulan April 2020 dengan pengajuan melalui email atau media komunikasi WhatsApps. (Indonesia.go.id, 3 April 2020).


Program-program tersebut dinilai masih jauh dari sasaran secara menyeluruh. Sebab masih ada masyarakat yang luput dari kalkulasi penerima bantuan seperti para pedagang kecil dan masyarakat yang memiliki penghasilan tidak tetap. Bahkan Bhima Yudisthira Adhinegara, ekonom dari Institute for Development of Economics & Finance (INDEF), sepakat program yang dipamerkan Jokowi itu hanya gimik. “Ini modifikasi kampanye dengan data yang masih berantakan, “ kata Bhima kepada Tirto. Selain data yang berantakan, menurut Bhima, program tidak bisa menyasar pekerja yang sebelum wabah COVID-19 masuk kelas menengah yang
mungkin kini turun menjadi miskin. Berdasarkan laporan Bank Dunia, ada 115 juta orang kelas menengah Indonesia yang masuk kelompok rentan miskin. Kelompok ini bisa dengan mudah turun kelas menjadi miskin karena wabah COVID-19. (Tirto.id, 8 April 2020).


Program PKH sejatinya adalah program jangka panjang yang bertujuan untuk mengurangi kemiskinan antar generasi sehingga belum tentu tepat. PKH yang disebut-sebut naik 25 persen dengan total anggaran Rp. 37,4 triliun. Sebenarnya program ini tetap akan dijalankan tanpa ada wabah COVID-19, termasuk kenaikan 25 persen yang digembar-gemborkan pemerintah. Merujuk pada Rancangan Pembangunan Nasional (RPJMN) 2019-2024 Kemensos memang sudah menaikkan anggaran untuk komponen ibu hamil dan anak usia dini dari Rp. 2,5 juta menjadi Rp. 3 juta. Bukan hanya soal kenaikan nilai komponen, jumlah penerima manfaat juga sudah dinaikkan menjadi 10 juta sesuai dengan PerpresNomor 61 tahun 2019 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2020. Semua kenaikan itu sudah terjadi sebelum wabah COVID-19 melanda. Bila melihat peningkatan besaran nilai program, sebenarnya kenaikan 25 persen itu cenderung kecil dibandingkan kenaikan tahun sebelumnya. Berdasarkan laporan Kementerian Sosial pada 2018, Kemensos menganggarkan Rp. 17,5 triliun untuk 10 juta penerima manfaat. Pada 2019 nilainya naik sekitar 85 persen menjadi Rp. 32,65 triliun untuk 10 juta penerima manfaat. Tampak jelaslah kelemahan sistem Kapitalis yang saat ini dianut oleh pemerintah. 


Tentu sangat jauh berbeda solusi ala Kapitalis dengan solusi yang diberikan Islam. Khalifah Umar bin Khattab, memberi contoh yang cepat dan tepat untuk menanggulangi krisis. Khalifah Umar segera mengerahkan struktur dan perangkat negara serta seluruh potensi yang ada untuk membantu masyarakat yang terdampak. Diriwayatkan dari Aslam: Pada tahun kelabu (masa krisis) bangsa Arab dari berbagai penjuru datang ke Madinah. Khalifah umar ra menugaskan beberapa orang untuk menangani mereka. Khalifah Umar pun langsung menugaskan beberapa orang di berbagai penjuru Madinah untuk memantau kondisi rakyat yang berkumpul mencari rezeki di sekitar mereka karena kemarau dan kelaparan yang menimpa mereka. Mereka bertugas membagikan makanan dan lauk pauk. Sore hari, orang-orang yang ditugaskan berkumpul bersama Umar melaporkan peristiwa yang terjadi. Beliau lalu memberikan pengarahan kepada mereka.  Khalifah Umar ra juga memberi makanan kepada orang-orang badui dari Dar ad-Daqiq, sebuah lembaga perekonomian yang berada pada masa pemerintahan Umar. Lembaga ini bertugas membagi tepung, mentega, kurma dan anggur yang berada di gudang kepada orang-orang yang datang ke Madinah sebelum bantuan dari Mesir, Syam dan Irak datang. Dar ad-Daqiq kian diperbesar agar bisa membagi makanan kepada puluhan ribu orang yang datang ke Madinah selama sembilan bulan, sebelum hujan tiba dan memberi penghidupan. Diriwayatkan dari Anas, “ Perut Umar bin Khattab selalu keroncongan di tahun kelabu, sebab ia hanya makan dengan minyak. Ia mengharamkan mentega untuk dirinya. Ia memukul perut dengan jari-jarinya dan berkata, ‘Berbunyilah karena kita tidak punya apa pun selain minyak hingga rakyat sejahtera’.“ 


Apa yang dilakukan Khalifah umar bin Khattab adalah bentuk tanggung jawabnya
melayani urusan rakyat. Beliau langsung memberikan solusi cepat dan tepat yang pada saat krisis benar-benar dibutuhkan oleh rakyat. Ini beliau lakukan atas dasar ketakwaannya kepada Allah Swt. Lantas, apakah pemimpin negara saat ini akan mampu berkorban layaknya apa yang dilakukan Umar bin Khattab terhadap rakyatnya?
Wallahu a’lam bishshawab

Posting Komentar

0 Komentar