Hasil Pertanian China Diimpor Habis-Habisan, Petani Lokal Dianaktirikan



Oleh : Siti Masliha, S.Pd (Aktivis Muslimah Peduli Generasi)

Wabah Corona yang melanda negeri kita berimbas pada perekonomian. Hal ini sebagaimana dialami oleh pedagang sayur di Kedungrejo, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang. Salah satu pedagang, Sahri mengaku, omzet penjualan terjun bebas mulai adanya wabahCorona. Di sisi lain, produksi sayur melimpah ruah. "Penjualan turun sampai 90 persen, lha stok sayurnya melimpah," kata Sahri kepada wartawan, Sabtu (16/5/2020). Menurut Sahri, pembeli asal Surabaya telah banyak mengurangi jadwal kedatangan ke Pasar Sayur Kedungrejo, sehingga berdampak pada omzet penjualan. (Detiknews.com)

Akhirnya para pedagang ini membagikan sayur ke pengguna jalan yang melintas dan sebagian di buang ke sungai. Aksi pedagang sontak viral di media sosial. Para pedagang itu mengaku rugi karena sayuran tak laku semenjak pandemi Corona. 

Ditengeh kondisi pedagang sayur yang menjerit karena omzetnya turun bebas, lagi-lagi pemerintah membuat kebijakan yang kontroversial. Kebijakan yang tidak memihak kepada "wong cilik". Pemerintah membuka kran impor produk pertanian secara besar-besaran dari negeri tirai bambu. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan Indonesia banyak mengimpor komoditas salah satunya sayuran dari China. Total nilai impor Indonesia US$ 12,54 miliar sepanjang April 2020.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan barang HS dua digit yang paling banyak diimpor berasal dari China, terlihat nilainya mencapai US$ 762,3 juta.

"Yang mengalami peningkatan impor itu adalah ampas/sisa industri makanan, pupuk, sayuran," kata Suhariyanto dalam paparannya via video conference, Jakarta, Jumat (15/5/2020). (DetikFinance.com)

Kebijakan ini sontak membuat publik tercengang, pemerintah seharusnya mensejahterakan petani Indonesia hal ini justru sebaliknya. Kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat, membuat rakyat kecil semakin sulit untuk mempertahankan hidupnya. Pemerintah seharusnya memperhatikan kesejahteraan petani. Pelayanan produk pertanian dan modal bagi pari petani seharusnya menjadi fokus perhatian pemerintah. Selain itu pemerintah juga memberikan sarana bagi para petani untuk menjual produknya. Selama yang ini yang menjadi permasalah petani adalah sulitnya menjual hasil pertaniannya. Ketika biaya pengolahan lahan dan penanaman sudah kian membengkak, ketika saat panen tiba, petani masih dihadapkan pada kesulitan pemasaran dan harga jual yang tidak memadai. Banyak pihak yang mempermainkan harga, sehingga harga produk pertanian tertentu anjlok. Bahkan, pada beberapa komoditas susah menemukan pembeli. Akhirnya petani rugi karena biaya produksi lebih besar daripada hasil yang diterima.

Disini dibutuhkan tangan pemerintah untuk terjun langsung mengurai permasalahan pertanian yang ada di negara kita. Sehingga para petani bisa hidup layak dan sejahtera. Julukan gemah rimpah loh jinawi bisa melekat lagi pada negara kita. 

Kapitalisme yang dianut oleh negara kita juga sudah merambat ke bidang pertanian (kapitalisasi pertanian). Penjajahan kapitalisme global kian menancapkan kuku-kuku liarnya ke ranah pertanian. Kepemilikan lahan oleh orang atau sekelompok orang tertentu, penyewaan lahan oleh perusahaan, pemilik sawah yang kini menjadi buruh karena lahannya dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup, dan diperparah pula oleh beralih-fungsi lahan pertanian menjadi perumahan atau toko.

Selain itu Kran-kran impor dari luar negeri dibuka bebas oleh pemerintah sehingga produk-produk luar negeri membanjiri pasar di negara kita. Bisa kita lihat di pasar Induk Jakarta Pusat, produk pertanian sebagian besar adalah berasal dari luar negeri. Padahal negara kita adalah negara agraris yang hapir semua jenis tanman tumbuh subur di negeri kita. Pertanyaannya mengapa negara kita mengimpor produk pertanian dari luar negeri sedangkan negeri kita mampu berdikari?

Kapitalisme telah gagal mensejahterakan petani Indonesia. Para petani semakin tercekik dalam kungkungan sistem kapitalisme. Butuh solusi sistemik agar petani dapat hidup sejahtera. 

Sistem Islam Mengatur Pertanian
Islam adalah agama yang sempurna, tidak hanya mengatur hubungan dengan Tuhannya namun juga mengatur hubungan dengan sesama. Hal ini tidak terkecuali dalam masalah pertanian. Pertanian erat kaitannya untuk menyambung kehidupan dan untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia. Sejak abad 14 silam Islam telah mendorong rakyatnya untuk mengembangkan pertanian. 

Sistem pertanian didorong oleh arahan AlQuran yang tersirat dalam firman Allah Ta'ala yang memerintahkan para hamba-Nya untuk berusaha di muka bumi, makan darinya, dan menikmati rezeki yang datang darinya (hasil bumi). Allah Ta'ala berfirman, "Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan." [Quran Al-Mulk: 15].

Sejarah Islam mencatat peradaban Islam telah menyumbangkan pemikiran yang luar biasa dalam bidang pertanian. Salah satunya adalah teknik irigasi khusus memanfaatkan air bawah tanah dengan pipa yang disebut qanat, yaitu terowongan yang nyaris horizontal dan menghubungkan sebuah sumber air bawah tanah ke lokasi yang membutuhkan air. Teknologi irigasi ini memberikan sumbangan yang sangat penting bagi dunia pada umumnya untuk mengatasi kelangkaan air di suatu wilayah. Pembuatan kanal-kanal pun menjadi sebuah teknologi yang sama pentingnya untuk memenuhi kebutuhan manusia akan air. Para ahli teknik Muslim membangun bendungan untuk menyediakan dan mengatur air dalam sistem irigasi. Sekitar abad kesembilan telah dibangun bendungan di Tunisia dan Iran, kemudian abad ke-12 dibangun bendungan di Cordoba. Penopang utama kekhalifahan Aktivitas di sektor pertanian ternyata mampu juga menjadi penopang utama perekonomian kekhalifahan Islam. Perhatian dan dukungan dari para penguasa Islam cukup besar bagi pelaku pertanian Muslim. Tak ayal, perekonomian di dunia Islam semakin menguat karena dukungan sektor pertanian. Melihat potensi ini, para ilmuwan pun mengembangkan berbagai dasar ilmu pertanian ('ilm alfilaha). Salah satu buku pertanian yang penting dan muncul pada era keemasan Islam adalah kitab al-Filaha al-Nabatiyyakarya Ibn Wahsyiyya. 
     
Pertanian dalam sistem Islam berbeda dengan sistem kapitalisme. Dalam sistem Islam negara sangat berperan dalam mengembangkan hasil pertanian dan mensejahterakan kehidupan para petani. Negara sebagai ra'in (pengurus) urusan rakyat akan turun tangan langsung dalam mengurus pertanian. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa langkah:
1. Rakyat dipersilakan untuk membuka lahan pertanian, jika ada tanah yang tidak bertuan. Tanah tersebut bisa ditanami dan diambil hasilnya. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah: "Barang siapa menghidupkan lahan mati (tidak bertuan), maka tanah tersebut menjadi miliknya.”
(HR Abu Dawud, Nasa’i, dan Tirmidzi)
2. Pengontrolan yang ketat terkait dengan pengelolaan pertanian. Negara akan bertindak tegas bagi petani yang melakukan tindakan "nakal", misalnya melakukan pengundulan hutan, melakukan kerusakan tanah dan lain sebagainya. 
3. Memberantas mafia pertanian yang mempermainkan harga sehingga merugikan para petani. Selain itu negara juga membantu permodalan bagi petani yang kekurangan modal.

Sistem pertanian dalam peradaban Islam begitu berkembang pesat dalam semua sisi. Sektor-sektor yang ada untuk menunjang pertanian begitu berkembang secara baik. Jika dilihat sistem pertanian Indonesia saat ini, tentunya sangat jauh tertinggal. Perkembangan sistem pertanian saat ini lebih mengarah ke ranah pemenuhan hasil pangan yang instan yakni impor.

Posting Komentar

0 Komentar