JEJAK RAMADHAN



Oleh : Ratna Sari Dewi (aktifis MT)

"Tinggalin jejak ya gaes..."
Kalimat itu cukup sering kita temui di sosmed. Semisal fb, instagram atau yang sejenis. Maksud kalimat itu, agar tiap orang yang baca statusnya, me-like dan lebih senang lagi bila ngasih komen. Sehingga, yang punya status tau siapa aja pembaca setia statusnya. Jejak atau bekas merupakan pertanda bagi yang melihatnya atas kehadiran seseorang atau sesuatu. Bila di jalan kita melihat bekas ban yang berukuran lebih besar dari ban motor, kita langsung menduga kuat bahwa yang barusan lewat adalah mobil, yang memiliki ban lebih lebar dari ban motor. Begitu pula bila di pekarangan kita ada ee' binatang, kita langsung bisa yakin bahwa ada binatang yang barusan mampir ke rumah kita.

Banyak sekali jejak-jejak seseorang atau sesuatu hadir di hari-hari kita. Tapi tidak semua membekas atau menarik perhatian kita. Bisa karena itu jejak biasa dan umum, banyak ditemui dimana-mana, bisa jadi juga karena jejak itu tidak mampu membuat kita berpaling padanya.
Jejak Ramadhan pada seorang muslim adalah ketaqwaan. Walaupun Ramadhan menghampiri semua muslim di dunia ini, namun tidak di semua orang jejak Ramadhan itu ada. 

Kenapa bisa berbeda?
Tergantung pada seberapa perhatiannya pada Ramadhan. Bila kita memperhatikannya dan mempersiapkan kedatangannya sejak akhir-akhir sya'ban, lalu memperbanyak amal sholih selama kehadirannya, tentu jejaknya akan dalam. Berbeda bila kita tidak memperdulikannya. Tidak memperbanyak amal sholih selain puasa saja. Tentu Ramadhan akan lewat begitu saja tanpa rasa yang tertinggal kecuali pengalaman lapar dan dahaga.
Tulisan ini bukan untuk menunjuk orang lain. Namun, semoga dapat menjadi renungan bagi kita, terutama penulis sendiri. Mumpung syawal masih bulan muda.

Tertinggalkah ketaqwaan dalam diri kita pasca Ramadhan kemarin?
Tentang ketaqwaan, bisa kita pahami dari percakapan indah dua sahabat Umar bin Khattab RA dan Ubay bin Ka'ab ini. Umar yang meriwayatkan atsar ini bertanya kepada Ubay, "Wahai Ubay, apa makna takwa?" Ubay yang ditanya justru balik bertanya. "Wahai Umar, pernahkah engkau berjalan melewati jalan yang penuh duri?"
Umar menjawab, "Tentu saja pernah." "Apa yang engkau lakukan saat itu, wahai Umar?" lanjut Ubay bertanya. "Tentu saja aku akan berjalan hati-hati," jawab Umar. Ubay lantas berkata, "Itulah hakikat takwa."
Dari percakapan tersebut, kita dapati tanda orang yang bertaqwa adalah yang berhati-hati dari duri-duri dosa.

Taqwa dijelaskan Imam Ghazali bahwa Taqwa didalam al-Quran memiliki 3 makna, yaitu : 1. Mempunyai arti rasa takut dan haibah. 2. Mempunyai arti ketaatan dan ibadah, 3. Mempunyai arti membersihkan hati dari dosa-dosa, dan inilah arti sebenarnya dari Taqwa.
Jadi, Imam Ghazali menegaskan bahwa ketakwaan berarti menjaga diri dari kemurkaan dan hukuman Allah SWT dengan menjalankan segala apa yang diperintahkan dan menjauhi segala apa yang dilarang-Nya.

Pasca Ramadhan ini, adakah rasa takut berbuat dosa pada diri kita? Atau adakah kecenderungan untuk beramal sholih seperti di Ramadhan kemarin, terbersit dalam diri kita?
Bila ada, alhamdulillah. Maka segerakan amal sholih yang diniatkan. Bila belum ada tapi kita ingin rasa itu ada maka usahakanlah. Caranya sangat mudah, muslim manapun bisa melakukannya. Bisa dilakukan kapanpun dan dimana pun. Karena taqqa harus diusahakan. Langkah awalnya adalah pelajari Islam. Karena dengan mengenal Islam, kita akan tahu mana amal sholih dan mana amal salah. Ilmu agama akan membantu kita berhati-hati dari duri-duri dosa. Mengenal Islam akan membuat semakin kuat kecenderungan kita pada Islam. Pada akhirnya, kita akan menjadi pejuang dan pembelanya. Itulah tingkat tertinggi gambaran orang bertaqwa sebagaimana Rasulullah dan para shahabat.
Semoga Syawal ini jadi momen bagi kita untuk memulai (bagi yang belum) atau menggiatkan (bagi yang sudah) proses menjadi orang yang bertaqwa.

Bekasi, 3 Syawal 1441 H

Posting Komentar

0 Komentar