Anak VS Corona



Oleh : Iiv Febriana*

Lembaran tahun ajaran baru disambut dengan berita duka. Bagaimana tidak, di Surabaya ada 127 anak berusia 0-14 tahun yang dinyatakan positif COVID-19. Fakta ini diungkapkan Koordinator Protokol Komunikasi, Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Surabaya, M Fikser. (kumparan.com, 1/06/2020)

Jakarta sebagai salah satu wilayah dengan jumlah kasus corona tertinggi memiliki banyak kasus anak positif corona. Dilihat dari situs corona.jakarta.go.id, pada Minggu (31/5/2020), ada 91 balita (0-5 tahun) di Jakarta tercatat positif terinfeksi COVID-19. Sementara itu, kasus positif corona anak usia 6-19 tahun di Jakarta juga belum tuntas. Tercatat, sebanyak 390 anak, dengan 195 perempuan dan 195 laki-laki positif virus ini. Jumlah ODP anak perempuan mencapai 904, sedangkan laki-laki 910 orang. Untuk PDP sebanyak 199 anak perempuan, serta 197 anak laki-laki. Secara nasional dari data Kementerian Kesehatan 23 Mei 2020 terdapat sekira 831 anak yang terinfeksi Covid-19. Usia anak yang tertular itu berkisar 0-14 tahun. Lebih lanjut lagi,129 anak meninggal dunia dengan status pasien dalam pengawasan (PDP). Yang menyedihkan, 14 anak meninggal dengan status positif Covid-19. (okezone.com, 29/05/2020)

Anak VS Corona
Dengan kondisi demikian, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI telah menyatakan, Tahun Ajaran Baru 2020/2021 akan tetap dilaksanakan pada 13 Juli 2020 dengan sejumlah protokol kesehatan dengan kondisi disesuaikan tergantung wilayah masing-masing. Untuk wilayah zona merah proses pembelajaran dilakukan secara daring. Namun masalahnya tidak semua lembaga pendidikan siap dengan sistem pembelajaran daring. Mekanisme menetapkan protokol kesehatan serta penjelasan pembatasan jumlah siswa yang boleh kembali belajar di sekolah pun tidak dijelaskan secara rinci.

Tak pelak rencana Tahun ajaran baru dengan sekolah new normal akan menghadapi kerawanan masalah tersendiri. Sekalipun dengan protokol kesehatan, bila anak-anak masuk ke sekolah saat pandemi bisakah anak-anak tertib memakai maskernya sepanjang waktu di sekolah, dan bisakah orang tua menjamin anak-anak akan disiplin mengganti masker tiap empat jam pemakaian atau setiap kotor dan basah.

Sulit rasanya untuk menyambut optimis atas kebijakan pemerintah membuka sekolah lagi pada pertengahan Juli. Mengapa demikian? Hal ini disebabkan ketidakjelasan pemerintah menangani wabah corona hingga saat ini. Meski diberlakukan PSBB, jumlah rakyat yang terpapar virus masih terus bertambah.

Tentunya masalah ini tidak bisa diselesaikan cukup dari skala individu atau keluarga dan institusi pendidikannya. Karena negara memiliki beban sebagai pengayom, pelindung, dan benteng bagi keselamatan seluruh rakyatnya, demikian juga anak. Nasib anak menjadi kewajiban Negara untuk menjaminnya, sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas pihak yang dipimpinnya, penguasa yagn memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim)
Negara tampil terdepan dalam setiap keadaan. Tidak menyerahkan urusan rakyatnya pada pihak lain. Bahkan tidak akan tega mengorbankan nasib rakyatnya atas dasar pertimbangan ekonomi.

Maka umat berharap besar pada sistem Islam yang mampu melahirkan pemimpin yang memiliki sikap tegas dan percaya diri, tidak gagap dan ragu menghadapi wabah. Kebijakan pemerintah pusat dengan daerah pun berjalan dengan baik, tidak ada kontradiksi di antara keduanya. Rakyat pun takkan terus diliputi oleh rasa cemas dan khawatir. Karena mereka hidup dalam pengurusan seorang pemimpin yang penuh dengan tanggung jawab dan ditopang oleh sistem yang terbaik yaitu Khilafah Islamiyah.



*Penulis Adalah Akitivis Muslimah Rindu Syariah Sidoarjo dan Pengajar Mutiara Ummat

Posting Komentar

0 Komentar