Beda Reaksi : George Folyd VS Palestina bagian 2


Oleh : Muthi Nidaul Fitriyah (Anggota Revowriter Sumedang)

Membandingkan pembunuhan George Floyd dengan kasus kasus panjang Palestina, selain untuk menjadi bahan renungan akan tanggungjawab besar kita sebagai umat Islam juga untuk menunjukan bahwa sesungguhnya nyawa manusia itu lebih berharga dari apapun dan menegaskan bahwa peristiwa ini tak seharusnya terjadi dan terus terjadi.
Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, dia tidak menzaliminya dan tidak membiarkannya disakiti. Barangsiapa yang membantu kebutuhan saudaranya maka Allah akan membantu kebutuhannya. Barangsiapa yang menghilangkan satu kesusahan seorang muslim, maka Allah menghilangkan satu kesusahan baginya dari kesusahan-kesusahan hari kiamat. Barangsiapa yang menutupi (aib) seorang muslim maka Allah akan menutupi (aibna) pada hari kiamat.” (Hadist Sahih Riwayat al-Bukhari: 2262). Dan bukan juga bermakna, kita harus meniru kebrutalan para pengunjuk rasa atas kematian George Floyd di Minneapolis yang terus berkembang hingga setidaknya ke 350 kota seantero AS bahkan diperkirakan akan terus menyebar ke wilayah lainnya. 

Bagaimanakah sikap dan pandangan kita sebagai seorang muslim saat mendapati kasus George Floyd dan membandingkannya dengan peristiwa panjang di Palestina?
Pertama, sebagai seorang muslim tentu kita semua sepakat bahwa nyawa manusia baik muslim maupun kafir haram hukumnya jika terbunuh tanpa hak. 
Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain , atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya . Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (QS. Al-Ma’idah [5]: 32)
Apalagi jika yang menjadi korban pembantaian, pembunuhan, menghilangnyan nyawa seorang muslim. Allah SWT berfirman:
Dan barangsiapa yang membunuh seorang mu’min dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS. An-Nisa [4]: 93)
Kedua, kita juga perlu menelusuri dari mana sebenarnya sikap rasis itu bermula dan bagaimana ia ada dan bisa terus berkembang hingga terjadi ledakan gemlobang anti rasisme seperti hari ini.
Rasisme adalah suatu sistem kepercayaan atau doktrin yang menyatakan bahwa perbedaan biologis yang melekat pada ras manusia menentukan pencapaian budaya atau individu-bahwa suatu ras tertentu lebih superior dan memiliki hak untuk mengatur ras yang lainnya. (wikipedia.org, 8/6)

Berdasarkan sejarah, praktik rasis sudah terjadi berabad-abad lamanya di Amerika. Sejak dulu, orang kulit hitam hanya dianggap budak dan hak-hak mereka dibatasi oleh orang kulit putih yang merasa yakin, kedudukannya lebih tinggi dari kulit hitam. Orang kulita hitam benar-benar di perbudak oleh kulit putih, dimanfaatkan tenaga dan kemampuannya untuk memajukan perekonomian Amerika.

Jauh sebelum George Floyd dilahirkan, sekitar abad ke-20, hukuman mati tanpa pengadilan muncul sebagai taktik baru untuk mengendalikan kehidupan orang kulit hitam. Pejuang anti-hukuman mati tanpa pengadilan, Ida B. Wells-Barnett mengungkapkan dalam 'The Red Record' bahwa hukuman mati tanpa pengadilan terhadap orang kulit hitam Amerika tidak hanya direncanakan sebelumnya tapi juga didukung penuh oleh polisi setempat. 

Bagaimana rasisme di Indonesia? Ternyata ini tak jauh beda. Ini biasa terjadi menimpa orang-orang timur Indonesia, yang memiliki warna kulit, rambut dan penampilan fisik yang lebih khas. Adalah saat mereka melanjutkan sekolah ke luar pulau, hidup di tengah-tengah ras lain. Tak sedikit tatapan aneh, sebutan menghina, direndahkan, dipandang sebelah mata sering mereka dapatkan. Kembali pada pembunuhan George Floyd, jika Marthin Luther King Jr masih hidup, mungkin ia akan menatap kosong pada kertas pidatonya yang fenomenal 'I Have Dream'. Akankah keadilan bagi orang kulit hitam selamanya menjadi mimpi? (suara.com, 7/6)

Dari mana munculnya rasa bangga akan ras, suku dan golongan sebenarnya adalah naluri yang ada dalam diri manusia. Perasaan itu muncul kala kita berhadapan dengan ras atau golongan lain selain dari ras kita.  Contoh lain, saat kita berada di perantauan, hidup di tempat baru dengan orang-orang baru yang berbeda ras, saat itu merasa diri kecil sampai akhirnya kita dipertemukan dengan orang yang se-ras dengan kita di perantauan, otomatis naluri itu muncul, merasa tenang, kita mampu bersikap langsung akrab, padahal saat didalam komunitas belum tentu kita akan saling mengenal dan mau berkenalan satu sama lain, sebab kita ada di antara komunitas yang lain sehingga naluri ras/sukuisme itu muncul.

Lalu, ketika perasaan rasis itu naluriah, apakah hal itu menjadi legal untuk bertindak merendahkan ras lain dan mengunggulkan ras sendiri? Tentu saja tidak, dan perlu kita ingat bahwa, naluri yang Allah ciptakan dalam diri manusia bukan hanya naluri bangga terhadap ras atau naluri mempertahankan diri (gharizah baqa), akan tetapi Allah juga telah menginstal dalam setiap manusia, naluri berkasih sayang, naluri mencintai (gharizatu nau) dan naluri menghamba atau beribadah (gharizah tadayyun).

Ketiga naluri diatas hadir adalah untuk saling melengkapi satu sama lain, untuk terjadi keseimbangan dan keharmonisan dalam kehidupan. Setiap dari naluri ini perlu dikendalikan pemenuhannya oleh aturan yang benar-benar pantas dan pas, layaknya untuk mendapatkan sebuah komputer yang baik, kita perlu mengaturnya, menyingkronkan antara software dan hardware secara tepat dan pas, yang cocok agar tidak terjadi error dan kerusakan.

Sebagai seorang muslim, saat perasaan bangga terhadap suku hadir harus disertai bahwa kita adalah seorang muslim, kita beraqidah Islam, meyakini bahwa Allah telah memutuskan dan menetapkan seluruh aturannya. Ketika Allah berfirman, setiap muslim itu bersaudara dan bahwa Allah tidak melihat pada diri manusia itu kecuali ketakwaannya maka itu sudah cukup untuknya agar tidak menilai manusia lain berdasarkan ras, suku ataupun warna kulit. “Tidak beriman seseorang diantara kalian sehingga dia mencintai untuk saudaranya sebagaimana dia mencintai untuk dirinya sendiri” (HR. Bukhari, No.12)

Maka pantas jika Nabi Muhammad saw dinyatakan sebagai manusia pertama sepanjang sejarah kehidupan manusia yang menyatakan tidak ada beda antara kulit hitam dan putih, tidak ada ras yang lebih tinggi atau lebih rendah. “Lihatlah, engkau tidaklah akan baik dari orang yang berkulit merah atau berkulit hitam sampai engkau mengungguli mereka dengan takwa.” (HR. Ahmad)

Praktik rasisme di jazirah Arab sudah terjadi jauh sebelum Islam datang. Sudah menjadi aturan yang berlaku, bahwa kehormatan seseorang itu dilihat dari keturunannya (nasab) atau ras atau suku, berdasarkan warna kulit, banyaknya keturunan, hartanya dst. Kemudian Islam hadir menghapuskan rasisme Jahiliyyah yang telah mengakar berabad-abad lamnya, Islam pun sudah terbukti mampu mempersaudarakan kaum yang telah bermusuhan dan berperang selama berpuluh-puluh abad lamanya (suku Aus dan Khazraj). Kitapun tahu bagaimana kedudukan sorang sahabat yang berkulit hitam, Bilal Bin Rabbah ra. Semasa hidaupnya, beliau salah satu sahabat yang sudah dikabarkan sebagai ahli surga. Ini menunjukan bahwa kedudukannya di hadapan Allah SWT dan Rasul saw. begitu tinggi dan di cemburui oleh sahabat yang lain yang lebih unggul nasabnya, hartanya, itu semata-mata karena ketakwaan Bilal Bin Rabbah ra.


Bagaimana Islam Menumpas Rasisme

Islam adalah agama yang sempurna, aturan yang diturunkan Allah SWT untuk manusia, sebagai road map untuk sampai pada tujuan hidup, sampai pada kebahagiaan hakiki di dunia dan akhirat. Lalu mengapa rasisme yang tak kunjung tertuntaskan, bukankah hari ini kita di Indonesia mayoritas muslim, jumlah umat Islam banyak dan tak sedikit umat lain di berbagai wilayah berbondong-bondong masuk Islam? Karena Islam baru hadir sebagai aqidah ruhiyah, Islam belum dihadirkan sebagai ideologi yang memimpin, sebagai satu-satunya aturan bernegara, sehingga kesempurnaannya tidak pernah bisa kita lihat dan rasakan.

Sejak awal Islam hadir bukan sekedar untuk menjadi keyakinan spritual (aqidah ruhiyah), akan tetapi Islam juga merupakan ideologi (aqidah siyasah) yang harus di terapkan dalam sebuah negara. Sebagai seorang muslim tentu harus memiliki keyakinan yang menyeluruh, meyakini dan memahami bahwa Islam punya aturan ekonomi, pendidikan, politik, sosial budaya dan seluruhnya aspek kehidupan ada aturannya dalam Islam. Rasisme baru benar-benar Rasulullah saw tumpas, tanpa sisa saat setelah beliau saw, hijrah dari Makkah ke Madinah, saat Rasulullah saw menjadi pemimpin negaranya dan Islam sebagai satu-satunya hukum dalam negaranya.


Rasisme Adalah Fitur Kapitalisme

Kapitalisme adalah ideologi yang hari ini tegak di hampir seluruh negara di dunia. Sekuler atau pemisahan agama dari kehidupan adalah asas lahirnya aturan-aturan Kapitalisme. Aturannya di buat oleh manusia, untuk mengatur manusia. Maka wajar jika terjadi rasisme oleh kulit putih terhadap kulit hitam di Amerika khususnya, karena mereka yang lebih banyak jumlahnya, mereka membuat hukum dan mereka juga menduduki kekusaannya.

Lantas bagaimana jika kesetaraan HAM terus di gaungkan hingga terpilihlah seorang kulit hitam berkuasa, akankah kasus rasisme bisa terselesaikan atau setidaknya bisa diredam? Barack Obama adalah presiden Amerika berkulit hitam pertama di Amerika. Namun sayang, meskipun Obama memiliki banyak prestasi di bidang pemerintahan, ia tetap disebut sebagai akar meningkatnya permasalahan rasial yang terjadi sepanjang pemerintahannya.

Semua kalangan termasuk aktivis HAM masih terus di mencari agar rasisme ini bisa di selesaikan, terlebih bagi mereka yang berkulit hitam, mereka terus mencari keadilan, berharap keadilan dan kesetaraan itu ada. Salah satu solusi yang diwacanakannya adalah dengan memahami secara mendalam orang-orang berkulit hitam, sehingga darinya bisa muncul rasa simpati dan empati. Alih-alih solusi namun tak ubanya ini hanya rasisme yang terselubung karena tatap menempatkan orang berkulit hitam sebagai manusia yang lain yang harus secara khusus di perlakukan.

Sejarah telah membuktikannya, tidak ada solusi kecuali mengganti ideologi Kapitalisme ini dengan Islam. Hanya Islam yang mampu memanusiakan manusia tanpa melihat ras, warna kulit dan yang lainnya. Islam memandang manusia itu memiliki karakter dasar yang sama, ia berakal, memiliki naluri dan memiliki kebutuhan biologis, ini berlaku umum baik ia berkulit hitam atau berkulit putih.

Sungguh, kita tak perlu jauh-jauh dan bingung mencari dan merumuskan formula, semua solusi Islam telah hadir di depan kita. Saatnya tentukan pilihan, mau mengambilnya dan selamat dengannya atau sebaliknya bertahan dengan segala kebobrokan solusi tambal sulam ala Kapitalisme yang secara perlahan tapi pasti akan menjatuhkan pada kesengsaran?

Posting Komentar

0 Komentar