Diterapkan New Normal, Ketika Kurva Pandemi Belum Melandai



Oleh : Fitria Zakiyatul Fauziyah Ch

Pandemi virus corona atau yang popular disebut Covid-19 sedang melanda dunia, tanpa terkecuali Indonesia. Penyebaran virus semakin meluas, tingginya korban berjatuhan seolah itu menunjukan hal biasa. Terdapat 28.233 kasus virus Corona(COVID-19) yang dikonfirmasi pemerintah. Berdasarkan persebaran kasus, DKI Jakartadan Jawa Timur adalah wilayah dengan kasus virus Corona terbanyak.

Jumlah pasien yang sembuh dari Corona terus bertambah menjadi 8.406 orang. Sementara itu, jumlah pasien yang meninggal sebanyak 1.698 orang. "Dari pemeriksaan ini, kita mendapat kasus konfirmasi positif sebanyak 684. Sehingga totalnya menjadi 28.233," jelas Jubir Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Achmad Yurianto (Yuri), melalui kanal YouTube BNPB.(m.detik.com 3/6/2020)

Pemerintah Jawa Barat mengklaim PSBB tingkat provinsi yang berlangsung sejak 6 Mei lalu telah membuahkan hasil. Berdasarkan penilaian pemerintah provinsi itu, ada lima daerah yang sudah memasuki level dua atau tingkat penularan wabah moderat. Kelimanya adalah Kabupaten Bandung Barat, Garut, Pangandaran, Sumedang, dan Kota Sukabumi. Dalam sepekan terakhir, jumlah kasus baru Covid-19 di Bandhng Barat hanya bertambah dua orang. Di Sukabumi bertambah 4 orang, Sumedang 1 orang, Garut 2 orang, dan di Pangandaran tak ada penambahan atau nol.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan kelima daerah itu boleh melaksanakan seluruh kegiatan yang sebelumnya terlarang, seperti salat Jumat, tapi tetap harus mematuhi protokol pencegahan penularan Covid-19. "Boleh seratus persen, tapi tetap tidak boleh ada kerumunan sosial," ujar dia, kemarin. Dalam bahasa pemerintah pusat, pemulihan aktivitas warga dengan tetap menjalankan protokol kesehatan itu disebut "normal baru".(koran.tempo.co 21/05/2020)

Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmita menjelaskan, new normal bertujuan untuk menata kehidupan dan perilaku baru ketika pandemi Covid-19 terjadi. Transformasi ini akan terus berlangsung hingga vaksin untuk Covid-19 ditemukan.(suara.com 28/05/2020)

Pada awal Maret 2020 di Indonesia terdapat pasien positif Covid-19, dan ada juga yang meninggal. Kebijakan penanganan percepatan Covid-19 di Tanah Air memang berubah-ubah, mulai dari penggunaan istilah 'mudik' dan 'pulang kampung' yang belum pernah serumit ini, longgarnya Tenaga Kerja Asing (TKA) yang masuk ke Indonesia, pemerintah yang menentukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) bukan karantina atau lockdown, hingga Presiden Joko Widodo sendiri bahkan sempat menyampaikan dengan istilah berdamai dengan Corona yang dimaknai sebagai kondisi "New Normal".

Saat ini pemerintah telah mengumumkan rencana untuk mengimplementasikan kajian skenario new normal, kebijakan ini pun menuai reaksi sejumlah kalangan. Dikarenakan, pemerintah dianggap belum mampu untuk mengendalikan penyebaran Covid-19, yang mana kurva positif virus ini pun belum melandai, bahkan masih menunjukkan tren kenaikan. WHO telah menganjurkan prasyarat bahwa new normal hanya boleh dilakukan ketika suatu negara sudah berhasil mengendalikan penyebaran Covid-19. Skenario new normal harus memperhatikan kapasitas sistem kesehatan dan kesehatan masyarakat termasuk rumah sakit tersedia untuk mengidentifikasi, mengisolasi, menguji, melacak kontak, dan mengkarantina. Kemudian risiko virus corona diminimalkan dalam pengaturan kerentanan tinggi, terutama di panti jompo, fasilitas kesehatan mental, dan orang-orang yang tinggal di tempat-tempat ramai. Langkah-langkah pencegahan di tempat kerja ditetapkan dengan jarak fisik, fasilitas mencuci tangan, dan kebersihan pernapasan. Risiko kasus impor dapat dikelola. Serta masyarakat memiliki suara dan dilibatkan dalam kehidupan new normal.

Ironisnya, pemerintah gegabah dalam menentukan kebijakan, yang terkesan coba-coba dan menjadikan rakyat sebagai 'tumbal'. Seharusnya pemerintah lebih fokus pada penanganan virus, sehingga kurva positif Covid-19 melandai dan terkendali. Sementara di Tanah Air, kurva ini sama sekali belum melandai, bahkan masih terus menanjak mengalami kenaikan dan bisa jadi belum mencapai puncak. Namun pemerintah menetapkan kebijakan lebih mendahulukan keselamatan perekonomian sementara rakyat ditelantarkan.

Sistem kapitalisme global telah menunjukan kegagalan. Kolapsnya sistem kapitalisme saat ini tidak bisa diatasi berbagai upaya, karena sejatinya hanya upaya yang menipu mata. Seolah-olah memprioritaskan rakyat, padahal dalam skenario perhitungan ekonomi. Untuk bisa selamat dari pandemi ini, umat tidak boleh berdamai dengan keadaan, tidak boleh berdamai dengan tatanan sistem kapitalisme. Yang diperlukan adalah mengubah sistem menjadi sistem Islam. 

Islam adalah agama sempurna dan paripurna. Setiap rincian di dalamnya ditujukan untuk memberikan kontribusi terhadap peradaban dunia. Bukan hanya mengurusi masalah ruhiyyah (spiritual), tetapi juga meliputi masalah siyasiyah (politik). Islam mengajarkan, bahwa kepemimpinan merupakan amanah sangat berat dan besar. Kelak dihadapan Allah akan dimintai pertanggungjawaban atas setiap nyawa dan kondisi rakyatnya. Dari al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani)

Hadirnya peradaban Islam selama 1.300 tahun dalam sejarahnya dengan wilayah yang hampir dua pertiga dunia. Negara dan penguasanya menjalankan amanah sebagai pengurus dan perisai umat dengan menerapkan seluruh syariat-Nya. Hingga menunjukan kepada dunia sisi rahmatan lil 'alamin.
“…Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada’. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.”
Wallaahu a'lam bish-shawwab.

Posting Komentar

0 Komentar