Hukum Tumpul Tak Masuk Akal

Oleh : Eka Fitri (Muslimah Revowriter)

Hukum, tegaknya di bungkam...
Kritiknya dicekal...
Segera katakan selamat tinggal keadilan...

Di Indonesia apapun bisa terjadi, kecuali keadilan. Kasus ini berawal 11 April 2017 ketika Novel baru pulang dari sholat shubuh sekitar pukul 05.10 WIB. Tiba-tiba ada dua orang mendekat dan menyiramkan air keras ke mukanya. Saat itu dia teriak hingga memancing perhatian jamaah Masjid Al-Ikhsan tempat Novel sholat.

26 Desember 2019 Polisi menyatakan berhasil mengamankan pelaku penyerangan Ronny Bugis dan Rahmat Kadir. Kedua pelaku penyerangan pada Novel adalah anggota polisi aktif. Mereka pun ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus ini. 11 Juni 2020 Sidang tuntutan digelar. Keduanya terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan subsider. Ronny dan Rahmat diyakini jaksa bersalah melanggar Pasal 353 ayat 2 KUHP Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Jakarta Utara yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana melakukan penganiayaan dan terencana lebih dahulu dengan mengakibatkan luka berat," ujar jaksa saat membacakan surat tuntutan di PN Jakarta Utara, Jalan Gajah Mada, Petojo Utara, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (11/6). "Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa dengan hukuman pidana selama 1 tahun," imbuh jaksa. Kompas.com

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengkritik keras proses penegakan hukum di Indonesia bila berkaca pada tuntutan ringan bagi dua terdakwa kasus penyiraman air keras terhadap dirinya. Novel mengatakan, tuntutan ringan itu menunjukkan buruknya penegakan hukum di Indonesia karena norma keadilan diabaikan selama jalannya persidangan. "Saya melihat ini hal yang harus disikapi dengan marah. Kenapa? Karena ketika keadilan diinjak-injak, norma keadilan diabaikan ini tergambar bahwa betapa hukum di negara kita nampak sekali compang-camping," kata Novel dalam video yang diterima Kompas.com, Jumat (12/6/2020).

Dilansir dari Liputan6.com, Direktur Kantor Hukum Lokataru Haris Azhar menilai persidangan perkara penyerangan air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan merupakan rekayasa. Banyak kejanggalan yang dia temukan dalam persidangan. "Nuansa rekayasa dalam persidangan sangat kental. Terbukti, sebagaimana ciri pengadilan rekayasa, banyak keanehan dalam persidangan," ujar Haris dalam keterangannya, Sabtu (13/6/2020).

Inilah bukti, hukum buatan manusia. Tidak mampu mengatasi masalah kehidupan. Dan tak dapat mewujudkan keadilan. Sudah lumrah di masyarakat beredar, hukum negeri ini tumpul keatas tajam ke bawah. Apalagi untuk kasus ini. Kejanggalan terlihat jelas. Biasanya putusan pengadilan masih bisa diterima, meski kemudian hukuman di dalam penjara disesuaikan dengan pelaku.

Hukum di negeri ini juga bisa dibeli. Sudah manjadi rahasia umum. Penguasa negeri kapitalis cenderung menutup mulut dan telinga jika masalah perut dipenuhi. Terkadang kitapun ragu. Jika ada kasus kejahatan. Di sorot berlebihan. Terlalu drama bila dipercaya. Dari artis maupun pejabat sudah terkenal hobi nyetting adegan. Tujuanya untuk kebaikan mereka atau menutupi sesuatu yang menguntungkan.

Menghidupkan kembali keadilan di negeri ini. Hanya ada satu cara. Yaitu tegakkan hukum Allah SWT. Tinggalkan hukum buatan manusia.
 أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ 
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (Q.S. Al-Maidah : 50)

Hukum Allah SWT akan dapat terlaksana secara keseluruhan jika ditegakkan oleh institusi negara. Maka hukum tumpul kepada sebagian orang akan musnah.
Hukum dalam negara islam tidak tebang pilih. Tapi tebang tepat. Tidak berdasarkan perasaan. Tapi berdasarkan aturan dari Allah SWT.

Misal untuk kasus kekerasan yang dialami Novel Baswedan, jika hukum islam dilaksanakan maka pelaku akan dijatuhi hukum qishash. Diantara maknanya adalah mengikuti jejak. Dikatakan tatabba'tu al-atsara, artinya aku mengikuti jejak. Kemudian Al-Fayumi mengatakan bahwa kata qishash lebih sering digunakan dengan makna: membunuh orang yang membunuh, melukai orang yang melukai dan memotong (bagian tubuh) orang yang memotong.
Sesuai dengan firman Alloh SWT berikut :

وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالْأَنفَ بِالْأَنفِ وَالْأُذُنَ بِالْأُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ وَالْجُرُوحَ قِصَاصٌ ۚ فَمَن تَصَدَّقَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَّهُ ۚ وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

“Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka didalamnya (Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qishashnya.” (al- Maidah: 45)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى ۖ الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْأُنثَىٰ بِالْأُنثَىٰ ۚ فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ۗ ذَٰلِكَ تَخْفِيفٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ ۗ فَمَنِ اعْتَدَىٰ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ () وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, qishash diwajibkan atasmu berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka, barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik,dan hendaklah ( yang diberimaaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Rabbmu dan suatu rahmat. Barang siapa yang melampaui batas sesudah itu, baginya siksa yang sangat pedih. Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, wahai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (al-Baqarah: 178—179)

Posting Komentar

0 Komentar