Ilusi Keadilan Di Sistem Demokrasi

Oleh : Rina Sriana A, SE

Terdakwa kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan kini telah diamankan polisi. Kedua pelaku penyerangan tersebut berinisial RB dan RM yang merupakan anggota polisi aktif. 

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut pelaku penyiraman dengan hukuman 1 tahun penjara. Tentu hal tersebut menjadi perhatian publik. Karena akibat dari penyiraman tersebut mengakibatkan kecacatan secara permanen pada mata kirinya. Banyak pihak menilai tuntutan itu sangat ringan jika dibandingkan dengan kasus-kasus lain.

Dalam pertimbangan surat tuntutan yang dibacakan jaksa penuntut umum di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jalan Gajah Mada, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (11/6/2020), jaksa menyebut kedua terdakwa tidak sengaja menyiramkan air keras ke bagian wajah Novel. Menurut jaksa, kedua terdakwa hanya ingin menyiramkan cairan keras ke badan Novel. Namun mengenai kepala korban. Akibat perbuatan terdakwa, saksi Novel Baswedan mengakibatkan tidak berfungsi mata kiri sebelah hingga cacat permanen. Ujar jaksa saat membacakan tuntutan.(detik.news.com)

Jaksa pun meminta hal demikian karena beberapa pertimbangan pula "pertama, yang bersangkutan mengakui terus terang di dalam persidangan, terus kedua yang bersangkutan meminta maaf dan menyesali perbuatannya dan dia secara di persidangan menyampaikan memohon maaf kepada keluarga Novel Baswedan dan meminta maaf kepada institusi polisi, institusi Polri itu tercoreng," ujar jaksa Ahmad Patoni seusai sidang.(detik.news.com)

Jika melihat demikian peradilan terhadap Novel Baswedan dinilai irasional dan banyak masyarakat yang merasa tuntutan bagi dua pelaku tidak memenuhi rasa keadilan. 

Jika kita bandingkan dengan beberapa kasus yang sama seperti pada tahun 2017 silam, terjadi kasus penyiraman air keras yang menimpa Dian Wulansari (24) di Mojokerto, Jawa Timur. Diberitakan Kompas.com, 7 Maret 2017, korban disiram pacarnya, Lamaji (39) karena urusan asmara. Akibatnya, korban mengalami luka bakar parah dan meninggal satu bulan kemudian. Akibat perbuatannya itu, Lamaji divonis 12 tahun penjara karena terbukti bersalah melanggar Pasal 353 KUHP juncto Pasal 355 ayat (2) KUHP. Vonis tersebut lebih ringan dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) 15 tahun penjara.  

Berikutnya adalah kasus penyiraman air keras yang dilakukan Rika Sonata terhadap suaminya pada Oktober 2018. Rika yang diketahui menyewa preman untuk menyiram suaminya dengan air keras kemudian dituntut jaksa dengan pidana penjara selama 10 tahun. Majelis Hakim PN Bengkulu lalu menjatuhkan vonis yang lebih berat, yaitu 12 tahun penjara untuk Rika. (cnn.com, 13 Juni 2020). 

Sangat jauh berbeda perlakuan yang diterima Novel Baswedan, padahal dalam kasus yang sama, seharusnya tuntutan terhadap terdakwa penyiram air keras ke Novel bisa lebih berat dari tuntutan 1 tahun penjara.

Pengamat politik Rocky Gerung, mengatakan, tuntutan satu tahun yang diberikan jaksa justru menunjukkan ketidakadilan. Bahkan, menurutnya tuntutan jaksa itu tak masuk akal. "Jadi yang bahaya hari ini, tuntutan jaksa itu adalah air keras baru buat mata publik, buat mata keadilan," tutur Rocky. "Itu yang kita mau halangi supaya jangan (sampai) mata publik jadi buta karena tuntutan jaksa yang irasional itu." (tribunwow.com, 15 Juni 2020). 

Dari kasus-kasus diatas menjadi salah satu bukti bahwa hukum hari ini jauh dari kata adil, karena keadilan saat ini sarat dengan kepentingan dan kekuasaan. Dimana keadilan hanyalah ilusi dalam sistem demokrasi. Inilah akibatnya ketika aturan yang dipakai berasal dari akal manusia. Karena akal manusia itu sifatnya lemah dan terbatas, juga cenderung untuk memutuskan sesuatu sesuai dengan hawa nafsunya. Sehingga bukan solusi yang didapatkan justru akan menambah masalah.

Berbeda dengan sistem Islam, keadilan tidak dipengaruhi oleh kepentingan dan kekuasaan. Islam telah hadir dengan seperangkat aturan dari Sang Pencipta dan Pengatur kehidupan untuk memberi keadilan dan kemaslahatan bagi umat manusia. Islam, menempatkan aspek keadilan adalah posisi yang sangat tinggi dalam sistem perundang-undangannya.

Islam memerintahkan kepada setiap manusia untuk berbuat adil atau menegakkan keadilan pada setiap tindakan dan perbuatan yang dilakukan. Tidak ada bukti keadilan yang begitu komplit, kecuali dalam ayat Al-Quran.
Sesungguhnya Allah menyuruhmu menyampaikan ama- nat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apa bila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberikan pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat.” (Qs. an-Nisaa (4): 58)

Begitu pentingnya berlaku adil atau menegakkan keadilan, sehingga Allah memperingatkan kepada orang-orang yang beriman supaya jangan karena kebencian terhadap suatu kaum sehingga memengaruhi dalam berbuat adil, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an Surat al-Maidah (5) ayat 8, yakni:
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan takwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Sistem hukum pidana Islam disyariatkan untuk mencegah manusia dari tindak kejahatan. Jika ada orang yang melakukan tindak pidana, Islam akan menjatuhkan sanksi yang keras yang sesuai dengan perbuatannya.

Dalam hukum Islam kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan ini merupakan suatu tindakan kriminal dengan sanksi Jinayat. Yaitu penganiayaan atau penyerangan atas badan yang mewajibkan adanya qishash (balasan setimpal) atau diyat (denda). 

Penganiayaan disini mencakup penganiayaan terhadap jiwa dan anggota tubuh. Jenis-jenisnya adalah :
1. Pembunuhan/penganiayaan yang berakhir dengan pembunuhan.
2. Penganiayaan tanpa berkhir dengan pembunuhan.

Qishash diberlakukan jika tindakan penganiayaan dilakukan dengan sengaja, sementara denda (diyat) diberlakukan jika penganiayaan dilakukan tidak dengan sengaja atau jika tindakan itu kemudian dimaafkan oleh korban. Qishash ataupun diyat tidak diberlakukan jika korban membebaskan pelakunya dengan rela/tidak menuntutnya.

Hanya dengan penerapan sistem Islamlah, kedalilan akan dirasakan oleh semua kalangan  dan Islam satu-satunya solusi untuk menyelesaikan berbagai problem dan keburukan yang diderita umat saat ini. 

Wallahu'alam bishowwab.

Posting Komentar

0 Komentar