Kala Pandemic, Tarif Listrik Naik, Masyarakat Tercekik

 

Oleh: Ziyan Saffana Erhaff (Mahasiswi Sumedang)

Menanggapi kabar kenaikan harga listrik belakangan ini, PLN Unit Pelaksanaan Pelayanan Pelanggan (UP3) Sumedang membentuk posko pengaduan untuk menerima keluhan warga, dan menjelaskan terkait isu tersebut. Mulanya, keluhan masyarakat terjadi akibat membengkaknya tagihan listrik selama masa pandemic Covid-19 ini dan merasa kecewa dengan PLN karena merasa kurang profesionalitas. Bagaimana tidak, tariff listrik tiba-tiba meningkat hingga lebih dari 30% dari harga biasanya sejak awal bulan Mei. Disamping itu masayarakat merasa kedodoran untuk membayarnya, disaat pendapatan kian menurun.

Pihak PLN menanggapi bahwasanya hal itu tidaklah benar. PLN sama sekali tidak menaikkan harga listrik, dan tarif listrik sudah tetap begitu sejak tahun 2017. Namun setelah melakukan pencatatan penghitungan rata-rata tiga bulan pada bulan April-Mei, PLN menaikkan harga listrik dengan alasan adanya peningkatan pemakaian tenaga listrik, dan selisih kurang tagih rata-rata per tiga bulan tersebut. 

Yang menjadi keluhan masyarakat karena adanya ketidak imbangan dalam penghitungan tariff tersebut. Pasalnya tidak semua warga mengalami perubahan pengkonsumsian tenaga listrik ini. Karena ada pula warga yang pemakaian listriknya masih stabil seperti sebelum-sebelumnya. 
Terlepas dari pernyataan PLN yang terus berubah-ubah, sebagian masyarakat yang kurang mampu sedang mengharap bantuan listrik gratis dari pemerintah. Tentu tidak semua orang dapat bekerja pada situasi saat ini. Maka, masyarakat benar-benar menunggu uluran tangan pemerintah untuk menenangkan keresahan masyarakat. Dalam hal ini, antara menteri BUMN dan pihak PLN belum bisa mengatasi kegelisahan masyarakat terkait sumber daya energi listrik ini. 

Dibalik itu, dalam Islam perkara energy listrik dan sumber daya alam lainnya merupakan infrastruktur dasar yang wajib disediakan oleh Negara untuk digunakan oleh masyarakat secara gratis dan bersifat umum. Maka jika saja  dikelola dengan baik, tentu masyarakat tidak akan kesulitan pada saat pandemi sekalipun. Sehingga tidak boleh diprivatisasi kepemilikannya. Negara harus bisa menjamin kebutuhan rakyat akan energi ini dan menjadikannya sebagai sumber kekuatan negara. Karena itu, pengelolaan energi harus diintegrasikan dengan kebijakan negara di bidang industri dan bahan baku sehingga masing-masing tidak berjalan sendiri-sendiri.

Namun apa daya ketika saat ini pengelolaan sumber daya alam didasarkan pada aturan-aturan sekular kapitalis, tidak diatur dengan syariah Islam menjadi terbuang sia-sia. padahal potensi sumber daya alam bumi ini sangat besar. Dan kekayaan alam kita ini hanya dinikmati oleh segelintir orang, terutama pihak asing, bukan oleh rakyat kebanyakan. 

Semua masalah di atas adalah akar dari diterapkannya sistem dan hukum Jahiliyah Kapitalisme. Jika ingin keluar dari dunia kepalsuan ini, maka tidak ada jalan lain kecuali harus diakhiri dengan menyudahi penerapan sistem ini, lalu diganti dengan penerapan sistem dan syariah Islam secara total serta menyeluruh dalam sistem Khilafah Islamiyah.[]

Posting Komentar

0 Komentar