Keadilan Dalam Demokrasi Ibarat Air Dengan Minyak

Oleh : Tutik Indayani (Majelis Muslimah Rindu Jannah)

Kata demokrasi sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Bahkan slogannya sudah kita hafal  "dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat."

Dalam setiap kampanye pun, slogan ini sering digunakan para elit politik untuk meraup suara, dan mengklaim bahwa partai merekalah yang paling demokrasi, paling berkeadilan dan memahami kesulitan masyarakat bawah.

Suara terbanyak dalam pengambilan keputusan juga merupakan ciri khas dalam sistem demokrasi tanpa melihat benar atau salah. Siapa yang kuat itulah pemenangnya walaupun salah.

******

Potret Kelam Sistem Peradilan Demokrasi

Mungkin benar apa yang di katakan orang bahwa demokrasi itu crazy. Ini bukan tidak beralasan, karena kebijakan dan hukum yang dikeluarkan dalam sistem demokrasi tidak dapat diterima akal sehat dan terkesan ngawur.

Seorang nenek mencuri sebatang pohon dihukum satu tahun ditambah denda 500 ribu rupiah, sedangkan yang korupsi trilyunan rupiah hanya diganjar dengan hukuman 18 bulan.

Pembebasan para napi (koruptor dan kriminal) dibebaskan dalam masa pandemi COVID-19, sebagai alasan untuk mencegah penyebaran virus corona di dalam rutan, Undang-undang Minerba yang hanya menguntungkan pengusaha tambang.

Yang terbaru tapi lama tentang kasus Novel Baswedan, seorang penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  yang tengah hangat diperbincangkan. Penyiraman air keras ke wajah Novel yang mengakibatkan mata kirinya buta permanen.

Setelah tiga tahun mengendap, tiba-tiba pada Kamis (26/12/2019) aparat kepolisian telah menangkap dua pelaku penyiram air keras ke wajah Novel di Cimanggis, Depok, Jawa Barat.

Pelaku penyiraman ini diketahui oknum polisi yang masih aktif bernama Rahmat Kadir Mahulette dan Rony Bugis.

Menurut pengakuan pelaku, mereka tidak bermaksud melukai wajah korban, mereka hanya ingin menyiram tubuh korban.

Atas pengakuan tersebut, pelaku dianggap telah melanggar pasal 353 ayat 2 KUHP juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan dijatuhi hukuman satu tahun penjara.

Hukuman yang diterima tidak sebanding dengan lamanya proses peradilan dan cacat fisik secara permanen yang diderita korban.

Secara akal sehat, pengakuan tersebut terkesan di buat-buat, karena ada bukti cc tv yang merekam perbuatan tersebut.

Dalam rekaman vidio itu kedua pelaku dengan mengendarai sepeda motor sengaja menyiram muka korban pada saat pulang dari menunaikan shalat shubuh. 

Penyerangan tersebut diduga kuat berhubungan dengan kasus yang sedang ditangani oleh Novel Baswedan terkait kasus korupsi di dalam lingkaran birokrat.

Menurut penilaian Rocky Gerung, tentang hukum yang ditetapkan Jaksa Penuntut Umum bahwa tuntutan tersebut irasional yang dapat mengakibatkan menjadi air keras baru buat mata publik dan mata keadilan (Minggu, 14 Juni 2020, vivanews).

Seorang pakar buku tata negara Refly Harun, menilai peradilan yang dilakukan terhadap ke dua terdakwah pelaku penyiraman air keras terhadap Novel tidak asli. Penyelidikan yang tidak genuine dapat menyesatkan publik.

Sekali lagi citra buruk ditunjukkan sistem demokrasi dalam penegakan hukum untuk mendapatkan keadilan, bagai panggang jauh dari api. 

*******


Islam Selalu Hadir Dalam Segala Permasalahan

Hukum yang hanya berdasarkan pada nafsu dan akal manusia tidak dapat menyelesaikan segala persoalan.

Ini terbukti dalam sistem demokrasi ini, kebijakan dan keputusan yang dihasilkan tidak satu pun mendatangkan kemaslahatan  bagi umat.

Hukum yang dihasilkan bukan menjadi solusi, malah cenderung melindungi kepentingan-kepentingan tertentu.

Berbeda dengan sistem Islam. Islam dibangun berdasarkan aqidah Islam,  dimana meyakini Allah Swt sebagai Sang Pencipta (Al Khalik) sekaligus sebagai Sang Maha Pengatur (Al Mudabir) alam semesta.

Dengan berdasarkan itu, maka Dia lah yang paling berhak menetapkan suatu hukum dan segala sanksi (uqubat) tidak terlepas dari ketetapan-Nya.

Pelaksanaan uqubat di dunia tanggungjawab imam (khalifah) atau yang ditunjuk mewakilinya. Jadi negara yang melaksanakannya.

Hukuman di dunia berfungsi sebagai pencegah (zawajir), yang memberikan efek jera untuk tidak mengulangi lagi kesalahannya dan sebagai penebus dosa (jawabir) yang dapat menggugurkan sanksi akherat bagi pelaku kriminal yang telah dikenai sanksi di dunia.
Sabda Rasulullah Saw dari Ubaidah bin Shamit : 
" Siapa diantara kalian yang memenuhinya, maka pahalanya di sisi Allah. Siapa yang melanggarnya lalu diberi sanksi, maka itu sebagai penebus dosa baginya. Siapa yang melanggarnya namun (kesalahan itu) ditutupi oleh Allah, jika Allah menghendaki Dia akan mengampuninya,  jika Ia menghendaki Dia akan mengadzabnya."

Dalam Islam sanksi itu terbagi menjadi empat, yaitu Hudud, Jinayat, Ta'zir dan Mukhalafat, masing-masing hukum memiliki kriteria dan sanksi sendiri-sendiri.

Dalam pandangan Islam sanksi terkait kasus penyiraman air keras hingga mengakibatkan buta permanen ini merupakan tindak kriminal dengan sanksi jinayat.

Jinayat merupakan tindakan pencederaan terhadap jiwa hingga hilangnya nyawa. Sanksi yang diberikan adalah hukum Qishash. Tetapi bila keluarga memaafkan, hakim tidak bisa memberikan sanksi.  Sebagai gantinya pelaku diwajibkan membayar diyat.

Diyat adalah sejumlah harta yang dibayarkan sebagai kompensasi atas pencederaan badan atau timbulnya kematian. Diyat untuk nyawa seratus onta atau seribu dinar.

Betapa adilnya islam dalam memberikan hukuman bagi pelaku dan korban kriminal. Karena semua itu berasal dari sumber yang benar yang berasal dari pembuat kehidupan ini.

Ini membuktikan sistem demokrasi tidak dapat memberikan rasa keadilan bagi umat. Hanya kekecewaan yang di dapat karena terlalu banyak kepentingan dalam menetapkan suatu hukuman atau sanksi.

Ibarat air dengan minyak, keadilan tidak pernah menyatu dengan demokrasi. Tidak ada keadilan dalam demokrasi. Keadilan hanya sebagai slogan saja bagi kelompok tertentu untuk mencapai tujuannya.

Wallahua'lam bishshawab

Posting Komentar

0 Komentar