Keadilan Rasa Ilusi


Oleh : Henda Rihma, A.Md.Pust (Revowriter Purwakarta)

Satu kejahatan akan diikuti kejahatan lain sebagaimana kebohongan ditutupi kebohongan lainnya.

Bermula dari terkuaknya kasus gurita korupsi di tanah air yang menjerat banyak petinggi negeri. Ditengah berlangsungnya penyidikan oleh KPK, pengumpulan bukti juga penemuan saksi kunci. Rakyat dikejutkan dengan kabar aksi penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK, Novel Baswedan.  Hingga mengakibatkan cacat permanen pada sebelah matanya.

2,5 tahun berlalu kepolisian kesulitan mengungkap pelakunya. Namun, ajaibnya akhir 2019 lalu, polisi berhasil menggiring dua orang pelaku penyiraman air keras.
Benar mereka pelakunya?
Mungkin saja memang dua orang terdakwa itu. Yang pengakuannya jadi pertimbangan, katanya sih 'tidak sengaja' lantas meminta maaf pada keluarga korbannya. Dan berkat kemurahan hati jaksa, diputuskanlah 1 tahun penjara. 

Atau mungkin benar seperti cuitan Novel Baswedan dalam laman akun twitternya @nazaqistsha,
"Saya jg tdk yakin kedua org itu pelakunya.
Ketika sy tanya penyidik dan jaksanya mrk tdk ada yg bisa jelaskan kaitan pelaku dgn bukti.
Ketika sy tanya saksi2 yg melihat pelaku
dibilang bukan itu pelakunya. Apalagi
dalangnya ?
Sdh dibebaskan saja drpd mengada2."

Entah siapa dalang sebenarnya. Yang jelas, masyarakat lagi - lagi dibuat kecewa oleh peradilan di negeri yang 'katanya' berasaskan "kemanusiaan yang adil dan beradab" serta "keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia".

Tapi, jika ada yang berani mengkritik, tak segan para buzzer rupiah rela mengeritingkan jemari guna menebar racun teror dan fitnah di segala penjuru dunia maya. Siapa dalang di baliknya? Tak usah lah kita menerka. Kelak pasti akan terbuka.

Tak heran hal - hal seperti ini terjadi di alam Demokrasi Kapitalis-Sekuler. Sejatinya hukum di alam ini dijalankan untuk melindungi para pemangku kekuasaan dan pemilik kepentingan. 
Membutakan mata hukum dan membungkam mulut penyuara kebenaran.

Pincangnya peradilan di negeri ini harusnya cukup menjadi bukti. Bahwa penguasa dalam sistem buatan manusia tidak benar-benar melindungi dan menghukumi rakyat secara adil. 
Manis gurihnya keadilan yang dijanjikan, tak lebih sekadar ilusi semata.
Kepercayaan rakyat berbalas khianat.

Bukankah ini pertanda kita harus segera mengakhiri 'hubungan' dengan sistem yang cacat dan ringkih ini?
Bukankah ada opsi lain yang bisa memanusiakan rakyat NKRI?
Maka, semua tergantung pada kita sendiri. Tetap berharap pada sistem yang mengerikan ini atau menjadikan sistem yang mutlak dan haq sejak sebelum kita dicipta, dari Sang Maha Pencipta?

Posting Komentar

0 Komentar