Kesejahteraan Tanpa Impor


Oleh: Ummu Athifa (Ibu Rumah Tangga, Member Revowriter)

Negara Indonesia dengan segala kekayaan alamnya tentu memikat banyak kalangan. Terutama wisatawan luar negeri yang ingin menjelajahi keindahan bumi pertiwi. Indonesia dengan tanah suburnya, tentu memberikan kemudahan rakyatnya dalam bercocok tanam. Karena, hanya di negeri inilah segala tanaman dapat tumbuh dengan kekhasannya. Tanah yang subur tentu mencerminkan rakyat yan8g sejahtera. Terpenuhi segala kebutuhan pokoknya, baik sandang, pangan, dan papan. Tak perlu menunggu bantuan dari orang lain bahkan negara lain untuk sekedar pemenuhan pangan saja. Karena dapat diusahakan dari sumber daya alam yang ada.

Hanya saja itu sebatas mimpi yang tak berujung. Dalih ingin menyejahterakan rakyatnya, tetapi belum maksimalkan dilakukan oleh pemerintah. Atas nama kesejahteraan, pemerintah masih melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Padahal impor tak perlu dilakukan, jika pemerintah yakin akan ketersediaan bahan pangan dalam negerinya. Tak dapat dipungkiri impor tetap terjadi di negeri ini. Terutama saat ini sedang terjadi pandemi. Maka, kebutuhan rakyat tentu semakin meningkat. Banyak rakyat yang masih di rumah saja untuk menghindari terkena wabah. Tetapi ada juga yang sudah menerapkan “berdamai dengan korona”, karena memang ada kebijakannya. 

Pemerintah tak tanggung-tanggung mengadakan impor daging saat pandemi dalam cukup besar. Ini diwakili oleh PT Berdikari (Persero) yang telah mengantongi izin impor daging kerbau India dan daging sapi Brazil dari Kemeterian Perdagangan masing-masing sebanyak 50 ribu ton dan 10 ribu ton. Perusahaan berencana mendatangkan daging secara bertahap hingga akhir tahun 2020. Direktur Utama PT. Berdikari (Persero), Harry Warganegara mengatakan, sampai saat ini telah melakukan kontrak pembelian dengan beberapa pemasok daging kerbau India dan shipment. Hingga saat ini PT. Berdikari telah menyelesaikan negosiasi kontrak dengan beberapa pemasok dengan total daging kerbau yang akan didatangkan sebanyak 1.960 ton. Direncanakan akan masuk secara bertahap hingga akhir Juni 2020. Dalam hal pemasaran, Persero menggandeng beberapa distributor serta menyalurkan langsung ke pasar konsumen melalui saluran distribusi sendiri. (www.liputan6.com/30Mei2020)

Tidak hanya daging yang coba untuk diimpor, tetapi sayuran pun diimpor. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, meminta petani mengurangi menanam sayur karena adanya impor pangan dari China. Permintaan itu disampaikan Luhut kepada warga Situ Cisanti, Kertasari, Bandung, Jawa Barat. Karena yang diinginkan menanam tanaman yang lebih menghasilkan secara ekonomi. Misalnya, menanam sereh wangi. (www.liputan6.com/01Juni2020)

Ironis memang kedengarannya. Disatu sisi lain pemerintah mencoba menyelamatkan perekonomian negerinya, tetapi disisi lain mengorbankan kerja keras rakyatnya. Bayangkan, petani yang susah payah menanam berbagai sayuran di saat pandemi, tetapi tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah. Selain itu, pasokan daging di Indonesia cukup memadai untuk kebutuhan rakyatnya, tetapi harus ditopang dengan pemberian pakan yang cukup pula. Semua hal tersebut sebenarnya dapat dilakukan pemerintah. Hanya saja, pemerintah akan lebih mementingkan langkah mudah untuk kepentingan rakyatnya. Lebih mengutamakan para importir yang memberikan harga murah daripada membeli dari petani dalam negeri. 
Indonesia yang masih menerapkan sistem demokrasi tentu akan menjadikan impor sebagai andalannya.

Ada beberapa point penyebabnya, pertama, penopang ekonomi. Meski Indonesia menganut ideologi pancasila yang katanya tidak berblok barat maupun timur, pada faktanya, Indonesia menerapkannya. Dampaknya kapitalisasi hampir terjadi di berbagai sektor. Kekayaan alam dieksploitasi sedemikian hingga tak ada kemandirian bagi negara mengelola untuk kepentingan rakyat.
Kedua, kemandirian yang diragukan. Tak dipungkiri, kebijakan impor menjadi satu-satunya kebijakan andalan saat negara mengalami kekosongan stok barang. Entah stok pangan atau alat kesehatan. Ini ada keterikatan Indonesia sebagai negara anggota WTO (World Trade Organization) mengharuskannya mengikuti protokol pasar bebas.

Oleh karena itu, jika Indonesia mampu mengelola kekayaan alamnya sendiri, tentu sudah cukup untuk membangun kemandirian ekonomi. Hanya saja, semua itu dapat diwujudkan manakala sistem demokrasi benar-benar dicampakkan. Sehingga kesejahteraan rakyat pasti terjamin di ranah manapun. Maka yang dapat membebaskan diri dari tekanan global importir hanya dengan sistem Islam. Islam memiliki seperangkat aturan menyelesaikan berbagai problematik. Potensi kekayaan alam Indonesia sangat luar biasa, baik sumber daya alam hayati maupun nonhayati. Bisa dibayangkan, kekayaan alamnya mulai dari kekayaan laut, darat, bumi dan kekayaan lainnya yang terkandung di dalam bumi Indonesia tercinta ini tak terhitung jumlahnya.
Jika dikelola dengan baik maka akan menghasilkan kebutuhan yang cukup besar. Permasalahan berkenaan tentang pangan ataupun yang lainnya akan teratasi dengan maksimal. Kesejahteraan akan dapat dicapai dan dirasakan oleh seluruh rakyatnya. Saatnya kembali kepada sistem Islam yang memberikan rahmat bagi seluruh alam. 
Wallahu’alam bishshawwab.

Posting Komentar

0 Komentar