Komersialisasi Tes Covid Bikin Rakyat Resah

Oleh : Iiv Febriana*

Seolah tak cukup penderitaan rakyat di tengah pandemi covid-19 kini rakyat dihadapkan pada keharusan tes covid sebagai prosedur wajib dalam beberapa hal seperti tindakan operasi. Sebenarnya hal ini cukup wajar demi meningkatkan perlindungan tenaga medis yang menangani pasien, namun masalahnya uji tes Covid-19 baik melalui rapid maupun swab test dituding telah "dikomersialisasikan". Tingginya biaya tes disebut telah menelan korban di masyarakat. 

Seorang ibu di Makassar, Sulawesi Selatan, dilaporkan kehilangan anak di dalam kandungannya setelah tidak mampu membayar biaya swab test sebesar Rp2,4 juta. Padahal kondisinya saat itu membutuhkan tindakan cepat untuk dilakukan operasi kehamilan. Asosiasi Rumah Sakit Swasta menjelaskan bahwa adanya biaya tes virus corona karena pihak RS harus membeli alat uji dan reagent sendiri, dan juga membayar tenaga kesehatan yang terlibat dalam uji tersebut.

Biaya rapid test mulai dari Rp200.000 hingga Rp500.000, sementara untuk swab test (alat PCR) antara Rp1,5 juta hingga Rp2,5 juta, belum termasuk biaya-biaya lain. Masa berlaku rapid test hanya tiga hari, dan swab test tujuh hari. Setelah itu, hasil tes sudah tidak berlaku dan harus tes ulang. . (bbc.com, 18/06/2020)

Menurut Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menjelaskan tingginya harga tes Covid-19 dikarenakan pemerintah belum menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET). Dia mengatakan masyarakat sebagai konsumen perlu kepastian harga. Selain mengatur HET pemerintah juga perlu mengatur tata niaganya sehingga konsumen tidak menjadi obyek pemerasan dari oknum dan lembaga kesehatan tertentu dengan mahalnya rapid test. (today.line, 21/06/20202)


Aroma Komersialisasi Ala Kapitalis

Tak hanya untuk keperluan operasi, tes covid juga diperlukan jika kita hendak berpergian jarak jauh. Hal ini direspon banyak pihak, diantarnya aksi penolakan rapid test yang dilakukan ratusan sopir truk logistik Jawa-Bali. Warga juga mengeluhkan biaya test yang lebih mahal ketimbang harga tiket pesawat maupun kapal laut. Tak ayal banyak aktivitas masyarakat terhambat meski telah diberlakukan kebijakan new normal.

DPR-RI sempat mempertanyakan kemana dana anggaran covid-19 yang mencapai 905,10 triliun rupiah jika rakyat masih harus membayar test covid sendiri. Ini menjadi beban baru bagi masyarakat yang perekonomiannya melemah akibat pandemi corona.

Sistem kesehatan yang berbasis asuransi BPJS yang selama ini dibangga-banggakan nyatanya tak mampu menjadi solusi padahal rakyat sudah dibebani dengan mahalnya biaya iuran bulanan. Seolah layanan kesehatan memang sengaja dibuat berbelit demi meraih keuntungan.

Standar kapitalis sangat dominan dalam menilai dan menempatkan negara sebagai regulator.  Bagaimana tidak, semua di ukur dari untung rugi, manfaat atau tidak bermanfaat. Hal ini berbeda dengan sistem dalam Islam yang menetapkan negara sebagai penanggung jawab (raa’in).

Dalam Islam jaminan kesehatan wajib diberikan oleh negara secara gratis tanpa membebani rakyat apalagi memaksa rakyat membayar sejumlah uang agar mereka bisa mendapatkan layanan kesehatan. Sebab layanan kesehatan dalam Islam merupakan kebutuhan primer atau dasar yang harus dijamin pemenuhannya oleh negara.

Dalam masa pandemi seperti saat ini, negara harus memisahkan warga yang sehat dan yang sakit, sehingga warga yang sehat dapat beraktifitas dengan normal sedangkan yang sakit di karantina dan diberi pengobatan terbaik hingga sembuh. Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan full access kepada Rapid Test dan Swab secara massal dan gratis.

Negara juga mendukung berbagai riset untuk menemukan vaksin baik dukungan fasilitas maupun keuangan. Butuh biaya yang besar? Tentu saja, tapi di dalam sistem hal ini tidak mustahil karena sistem ekonomi Islam mampu menghasilkan pendapatan yang melimpah bagi negara untuk digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat tanpa ada kepentingan bisnis di dalamnya.
Wallahu’alam bish showab.

*Penulis Adalah Aktivis Muslimah Rindu Syariah Sidoarajo dan Pengajar di HSG Khoiru Ummah

Posting Komentar

0 Komentar