Liqo Syawal, Umat Rindu Penerapan Syariah


proaktifmedia.com, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laailaahaillallahu Alllahu Akbar, Allahu Akbar Walillahilhamd.

Begitulah gema takbir masih menggema di hati umat muslim di dunia. Tidak ketinggalan juga para tokoh ulama di seantero Jawa Timur, dalam rangka mempererat tali silaturahmi, para tokoh ini mengadakan Liqo Syawal yang diadakan pada hari Sabtu, 13 Juni 2020, yang di siarkan secara langsung oleh media Kaffah channel.

Acara tersebut dihadiri selain tokoh ulama, dihadiri pula oleh tokoh intelektual Jawa Timur, pengusaha Jawa Timur dan lain-lain, dengan menghadirkan pembicara Nasional Ustadz Ismail Yusanto dan KH. Rokhmad S. Labib, M.E.I.

Dalam acara Liqo Syawal ini, beliau-baliau ini akan membahas tentang masalah kebijakan pemerintah menerapkan New Normal, ancaman kritis ekonomi dan dekatnya kebangkitan peradaban Islam.

Bukan hanya sekedar memeriahkan bulan Syawal, acara ini diadakan karena ada keresahan dalam umat,  tentang kebijakan pemerintah yang sangat zalim yang pro kapitalis timur dan barat.

Para ulama ini bertindak yang tidak lagi memikirkan kepentingan sesaat merasa terpanggil untuk terus berada di garda terdepan sebagai pembela umat dan mengajak sedikit berfikir dalam menyikapi kebijakan pemerintah tentang new normal ditengah penyebaran virus CIVID-19 yang kurvanya belum melandai.

Seperti yang disampaikan oleh KH. Rokhmat S. Labib, M.E.I., menyikapi wabah corona ini, sebagai mukmin wajib mengambil pelajaran yang sudah dicontohkan oleh Baginda Rasulullah  dan juga Allah telah menerangkan dalam Al Qur'an :
 " ambillah pelajaran wahai orang-orang yang berakal",  dan
 " belajarlah di muka bumi dan perhatikan akibat orang-orang pelaku kejahatan."

Karena semua yang terjadi bukan secara kebetulan semua atas ijin Allah swt.

Ada beberapa poin sebagai titik pandang dalam menyikapi wabah ini, diantaranya : 
1. Betapa lemahnya manusia, dibanding    dengan virus yang kecil ini. Segala cara dilakukan mulai mengenakan masker, sering cuci tangan dan lain-lain segala protokol kesehatan dilakukan. 
Dari semua ini seharusnya manusia melakukan segala cara apabila takut kepada Allah takut akan masuk neraka.
2. Virus ini makhluk hidup, ia tidak akan ada tiba-tiba kecuali menular dari luar, sehingga tindakannya harus mencegah penularannya, maka inilah yabg harus dilakukan pemerintah.
Seperti banyak hadits menjelaskan bahwa untuk tidak mencampur antara yang sakit dan yang sehat. Dimana yang sakit dirawat sampai sembuh dan yang sehat boleh beraktifitas.

Seperti yang dilakukan orang dengan menerapkan 3T yaitu Tracking (penelusuran ke daerah-daerah), Tasting (memeriksa mana yang sakit dan mana yang sehat), Treatment (penyembuhan bagi yang sakit).

Mengapa harus new normal? Bila kita melihat APBN, bisa runtuh negara ini, karena bila kita melihat anggaran belanja negara lebih besar dari anggaran pendapatan atau kata lain minus.

Tidak kalah menariknya lagi apa yang disampaikan oleh ustadz Ismail Yusanto, beliau dan juga beberapa kalangan memahami bahwa sangat dimengerti kalau kita ingin masuk dalam situasi yang normal karena menurut KADIN sekitar 15 juta orang kehilangan pekerjaan.

Yang jadi pertanyaan apakah harus secepat ini, sedangkan kondisi penyebaran virus di Indonesia masih tinggi. 

Sedangkan menurut standart WHO, negara boleh melakukan new normal bila jumlah penderita COVID-19 dibawah 1 rit atau kurvanya sudah mengalami penurunan atau tidak mengalami kenaikan. 

Menurut beliau kondisi Indonesia belum memenuhi kriteria malaksanakan new normal. Mengapa pemerintah tetap memaksakan? Karena faktor ekonomi, menurut TEMPO,  edisi terakhir yang intinya dimana para pengusaha melobi presiden dan Mengko Ekuin, kalau sampai Juni tidak di buka, mereka para pengusaha akan bangkrut.

Begitu mudahnya pemerintah memenuhi keinginan para pengusaha apa lagi dalam kondisi pandemi ini yang belum normal.. Mereka lebih mengedepankan ekonomi daripada kesehatan dan keselamatan nyawa manusia.

Menurut beliau,  kesalahan ini sebetulnya dari awal, saat pandemi muncul di Cina, Korea, kita mengabaikan menganggap enteng. Negara tidak segera menutup pintu keluar masuk warga negara asing.

Pada waktu ada 2 (13 Februari) ada warga Indonesia yang positif COVID -19 dan ini tidak segera diumumkan. Baru setelah 2 Maret di umumkan, terlambat virus sudah menyebar. Seharusnya tanggal 13 Maret itu pemerintah langsung mekakukan tindakan pencegahan.

Ibarat nasi sudah menjadi bubur, apa yang harus dilakukan? Bila dilonggarkan akan terjadi ledakan gelobang ke 2 yang kemungkinan jumlah terpapar COVID-19 menjadi dua kali lipat. Dan bila tidak dilepas ekonomi akan tumbang. Ibarat makan buah simalakama.

Solusinya saat ini harus dari nol lagi yang artinya dari awal dengan bendungan yang lebih kuat.

Tidak salah lagi hanya dengan Islamlah pandemi ini dapat diatasi, karena semua standart kesehatan yang diterapkan yang mengacu pada kebijakan WHO sebagai organisasi kesehatan dunia pernah di lakukan oleh Baginda Rasulullah.

Dan cara tersebut terbukti berhasil, seperti menghadapi penyebaran penyakit Tha'un.
Tinggal pemerintah mau atau tidak menerapkannya. 

Allah telah tunjukkan dengan adanya pandemi ini sistem kapitalis adalah sistem yang lemah dalam mengelola negara yang harus kita tinggalkan dengan beralih ke sistem Islam. Karena walau terjadi pandemi, bila dalam sistem Islam ekonomi negara  tidak akan mengalami kehancuran dan rakyat tetap mendapatkan perlindungan baik kesehatan maupun kebutuhan hidup selama pandemi.


Reporter :  Tutik Indayani (Komunitas Muslimah Rindu Jannah)

Posting Komentar

0 Komentar