New Normal, Antara Keselamatan Kaum Kecil Atau Kaum Kapital


Oleh : Vika Utami (Mahasiswa UNTIRTA, Aktivis BMI)

Pandemi corona sampai saat ini masih mewarnai bumi pertiwi. Pasalnya angka kasus positif terus menunjukkan peningkatan yang signifikan. Kurva epidemiologi pun belum menerangkan tanda-tanda kelandaian. 

Dilansir pada laman resmi Covid19.go.id per 10 Juni 2020, kasus positif mencapai 34.316, sembuh 12.129, meninggal 1.959. Angka kasus positif yang semakin hari kian mengkhawatirkan. Bagaimana tidak, pertumbuhan terus meningkat yang menandakan bahwa transmisi virus semakin meluas. Bahkan beberapa kali penambahan kasus perharinya sampai mencapai 1000 kasus positif.

Peningkatan justru diperparah dengan kebijakan  pemerintah bak ABG (anak baru gede) yang labil dan tidak memiliki pendirian, dengan berbagai kebijakannya yang mencla-mencle hingga rakyat bingung dibuatnya. Mulai dari pemerintah yang melanggar kebijakan yang dibuatnya sendiri seperti pada konser amal yang pernah diadakan saat berlangsungnya PSBB, perbedaan definisi mudik dengan pulang kampung, mendatangkan TKA China, pemberlakuan kembali moda transportasi, sampai disuruh berdamai dengan Corona dan menganggapnya bagai seorang istri.

Pandemi corona memang telah merubah segalanya, sampai pada tataran ekonomi ikut terpukul karenanya. Anjuran Lockdown sedari awal tak pernah dihiraukan justru PSBB sebagai langkah kebijakan yang pemberlakuannya pun tidak efektif. Hal ini menimbulkan penanganan Covid-19 semakin rumit, sementara ekonomi kian tercekik.

Mall, pariwisata, hotel, restoran, hiburan, dan lain-kain terpaksa berhenti hingga mengakibatkan berhentinya pula kegiatan ekonomi yang banyak menyumbang devisa negara. Dengan tertatih negara berusaha memulihkan mulai dari dilakukannya pelonggaran PSBB di tengah tren kurva yang masih terus meningkat. Sampai pada akhirnya demi mempertahankan ekonomi yang akan ambruk, pemerintah mengeluarkan kebijakan new normal life.

New normal life atau tatanan kehidupan baru menjadi langkah kebijakan pemerintah yang begitu gencar dinarasikan, padahal tren kurva terus meningkat dan belum menunjukkan tanda-tanda kelandaian. Banyak di antara para ahli pun yang mengatakan bahwa kebijakan ini adalah kebijakan yang prematur, melihat bahwa Indonesia belum siap untuk menerapkannya. Namun nyatanya pemerintah begitu bersikeras untuk menerapkan kebijakan ini.

Adalah hal yang wajar ketika di benak masyarakat menuai berbagai pertanyaan di saat begitu gencarnya pemerintah menggaungkan new normal life.  Padahal banyak ahli mengatakan bahwa Indonesia tidak siap dalam menghadapi new normal, bahkan banyak sekali masyarakat yang mengatakan kontra melalui cuitannya di akun twitter, sampai mereka kehabisan akal untuk dapat mengingatkan pemerintah karena terlalu cepat atau terkesan terburu-buru. 

Kebijakan new normal yang dikeluarkan oleh WHO memiliki dasar pedoman atau persyaratan yang harus dipenuhi, namun di antaranya Indonesia sama sekali tidak memenuhi persyaratan tersebut.

Dilansir pada laman Tribunnews.com.  Dr Hans Henri P. Kluge Direktor regional WHO Eropa pun menegaskan, “Sebelum melonggarkan pembatasan Anda harus memastikan kriteria diterapkan. Jika tak bisa mohon Anda pikirkan kembali,” kata Hans.

Di tengah banyaknya polemik yang ada pemerintah nyatanya tetap akan melaksanakan kebijakan new normal. Perlu diketahui bahwa negara lain yang menerapkan new normal karena Covid-19 bisa dikendalikan, kurva melandai, dan memenuhi segenap persyaratan WHO.

Bahkan negara-negara yang kita ketahui relatif mampu mengendalikan Covid-19 seperti Korea Selatan, Swedia, Finlandia juga Prancis pun gagal. Semestinya Indonesia bisa belajar, jangan sampai kebijakannya justru memperparah keadaan.


New normal: sejatinya untuk siapa?

Semua upaya menormalkan kondisi ekonomi yang dilakukan pemerintah anehnya tidak diiringi dengan peningkatan penanganan pandemi dari aspek kesehatan masyarakat. Pemerintah cenderung memaksakan demi kepentingan ekonomi belaka, padahal apabila ditinjau dari fakta yang ada mengindikasikan bahwa Indonesia jauh dari kata siap untuk menerapkan new normal. Alih-alih ekonomi pulih justru pandemi gelombang kedua mengintai di hadapan. 

Beginilah ketika kapitalisme masih menjadi dasar pijakan. Sebuah sistem yang berasaskan untung dan rugi hanya untuk materi belaka, supaya nafsu keserakahan terpenuhi, tak peduli rakyat walau harus tersakiti. Demi menyelamatkan ekonomi pemerintah justru rela mengorbankan rakyatnya. 

Padahal semakin hari korban terus berjatuhan, rakyat semakin panik namun bingung tak bisa berbuat apa-apa. Mereka dibiarkan berperang melawan Corona dan hanya dibekali protokol kesehatan yang tidak jelas arahannya. 

Sejatinya pemerintah memang hanya menyelamatkan mereka para kaum kapitali yang saat ini sedang babak belur akibat pandemi. Bahkan berada di ambang kehancuran akibat bisnisnya tak lagi berjalan. Namun lagi-lagi rakyatlah (kaum kecil) sejatinya yang dijadikan tumbal.

Beginilah jika sistem kapitalisme masih saja bertengger. Memuaskan hegemoni yang menjadi arah tujuan, walaupun jiwa manusia harus menjadi taruhan. 


Islam memberikan nilai kemanusiaan begitu tinggi

Berbeda dengan Islam, Islam dengan seperangkat aturannya akan memaksimalkan untuk menghentikan pandemi ini secepat mungkin. Karantina  total adalah solusi Islam yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW adalah wujud nyata dan cara ampuh untuk menyelesaikan permasalahan ini, diiringi dengan seperangkat aturan Islam lainnya yang sejatinya adalah solusi tuntas atas setiap problematika yang ada. Dengan solusi inilah keselamatan jiwa manusia segera teratasi tanpa harus menyebar lebih luas hingga penanganan akan semakin lama dan korban berjatuhan semakin banyak. 

Rasul saw. bersabda:
إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا

Jika kalian mendengar wabah di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah itu. Jika terjadi wabah di tempat kalian berada, janganlah kalian keluar dari wilayah itu (HR al-Bukhari).

Dengan ini maka wabah tidak akan menyebar luas ke berbagai daerah hingga memakan banyak korban, tentu disertai dengan jaminan kebutuhan yang memadai. Kemudian untuk daerah yang tidak terkena dampak, mereka bisa tetap menjalankan roda perekonomian sehingga negara pun tak mengalami kemerosotan ekonomi yang begitu mencekik.

Islam juga begitu menjaga jiwa manusia lebih dari dunia dan seisinya. Nabi saw bersabda:
لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ

Sungguh lenyapnya dunia ini lebih ringan di sisi Allah daripada terbunuhnya seorang Muslim (HR an-Nasai, at-Tirmidzi dan al-Baihaqi).

Islam juga memberikan panduan hakiki. Ridho Ilahi sebagai tujuannya dengan menerapkan seluruh syariatnya adalah bentuk ketaatan tuk meraih ridho-Nya. Maka dunia dengan segala hingar bingar yang tak ada bandingannya, hanya tempat persinggahan sementara justru akhirat lah yang menjadi orientasi yang hakiki.

Tentara mungil tak kasat mata telah mampu mengubah segalanya dalam kehidupan manusia. Tak bisa menampikkan bahwa si mungil ini pertanda kebesaran Allah SWT sang pencipta kehidupan, dengan mengirimkan tentaranya yang tak kasat mata, hingga manusia begitu kelimpungan dibuatnya. Menjadi bukti bahwa manusia adalah makhluk lemah dan terbatas tak melebihi sang pencipta Allahu Ahad. Maka sungguh tak pantas jika manusia saat ini bersikap jumawa, berupaya mengatur kehidupan berdasarkan akal dan nafsu semata, dengan menyampingkan Wahyu dari Allah sebagai sang pencipta. 

Sedangkan Allah memberikan seperangkat aturan tuk diterapkan di setiap sendi-sendi kehidupan. Maka dengan kembali kepada syari'at-Nya lah yang mampu memberikan solusi hakiki. Dengan menerapkan Islam secara Kaffah.

Wallahu A'lam

Posting Komentar

0 Komentar