PERAN PASAR DALAM MENINGKATNYA KURVA PANDEMI

Oleh : Astriani Lydia,S.S ( Aktivis Komunitas Parenting Ibu Tangguh)

Pemerintah Indonesia akhirnya memutuskan untuk berdamai dengan corona. New normal sudah mulai diberlakukan oleh pemerintah sejak Senin (8/6/2020). Lantas apakah keputusan yang diambil oleh pemerintah sudah tepat? Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Bekasi mencatat terdapat penambahan 18 kasus positif corona. Angka ini melonjak setelah beberapa hari sebelumnya tidak ada penambahan kasus. Juru Bicara Pusat Koordinasi dan Informasi Covid-19 Kabupaten Bekasi, Alamsyah mengatakan, lonjakan warga yang terpapar Covid-19 tersebut berasal dari lima kecamatan dari 19 wilayah yang sebelumnya dinyatakan bebas Covid-19 dan masuk zona hijau. Sebab beberapa hari sudah tidak ada lagi warga yang terpapar.  “Tercatat ada penambahan 18 kasus positif dalam sehari, setelah melandai selama 4 hari berturut-turut,” ujarnya Jum’at (12/6/2020,SINDOnews).

Sejumlah provinsi pun dikatakan belum mencapai tahap aman. Melihat kurva pertumbuhan kasus Covid-19 Indonesia yang belum mencapai puncak, Indonesia dikatakan masih jauh dari akhir pandemi. 
Salah satu tempat yang paling rawan penyebaran Covid-19 adalah pasar. Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy mengakui pasar menjadi tempat kerumunan yang paling rawan. Potensi untuk menjadi cluster penyebaran corona sangat tinggi. Di sisi lain, Muhadjir memahami pasar menjadi nadi perekonomian rakyat karena bagian dari mata rantai pasok yang vital. Oleh sebab itu, pembukaan kembali pasar harus diprioritaskan akan tetapi pengawasan dan penegakkan protokol kesehatan di wilayah ini harus dilakukan ketat. “Antara lain harus sering dilakukan rapid test terhadap semua awak pasar, juga disediakan fasilitas pertolongan pertama darurat Covid-19, pungkas Muhadjir. (Okezone, 13/6/2020). 

Dilansir dari Okezone (Minggu, 14/6/2020), Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat, Hermawan Saputra mengingatkan bahwa penanganan pasar berbeda dengan tempat lainnya dalam mencegah penyebaran virus Covid-19. Hermawan mengatakan, pasar mempunyai karakter yang berbeda dalam memastikan penerapan protokol kesehatan. Pasalnya, aktivitas di pasar tidak hanya dari manusia ke manusia melainkan melibatkan barang dan uang. “Pendekatan penanganan pasar beda dengan pendekatan penanganan sekolah, perkantoran, dan juga kawasan industri. Pasar itu ada karakter yang berbeda. Ada penjual dan pembeli. Jadi ada orang, ada barang, dan ada uang,” ujar Hermawan. Hermawan juga mengingatkan Dinas Kesehatan untuk melakukan pendekatan yang berbeda kepada para pedagang dan pembeli dalam memastikan pencegahan Covid-19. Ia pun meminta Dinkes tidak melakukan rapid test massal di pasar. Menurut dia, pemeriksaan misal dengan mendatangkan ambulans di pasar akan mengakibatkan resistensi hingga penolakan dari para pedagang. “Sementara untuk pengunjung, itu sebaiknya lebih banyak dalam penerapan protokol kesehatan seperti dengan therma gun dan menggunakan masker, serta jaga jarak. Semua itu untuk mengantisipasi adanya perbedaan karakter antar penjual dan pembeli,” jelasnya.

Seperti penolakan dan pengusiran terhadap petugas Covid-19 yang dilakukan oleh  ratusan pedagang dan pengunjung pasar Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada Rabu (10/6/2020). Terkait dengan hal tersebut, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, Mike Kaltarin, mengatakan pengusiran itu karena kurangnya edukasi. Mike menuturkan, petugas gabungan sudah berusaha memberi pengertian kepada massa agar mau diperiksa. Sebab, sejak PSBB proporsional parsial diterapkan menuju new normal, semakin banyak masyarakat yang tidak mengindahkan protokol kesehatan untuk pencegahan virus. Pasar Cileungsi sebelumnya merupakan cluster baru penularan virus Covid-19 dan masuk dalam zona merah di Kabupaten Bogor. Hingga Selasa (2/6/2020), tercatat 16 orang dari cluster Pasar Cileungsi terkonfirmasi positif Covid-19 usai menjalani tes swab. (kumparanNews,11/6/2020) 

 Pemberlakuan new normal di beberapa negara justru bisa menjadi mimpi buruk jika dilakukan sebelum virus covid-19 bisa dikendalikan. Para ahli kesehatan senantiasa mengingatkan agar pemerintah bersungguh-sungguh dalam menangani kesehatan masyarakat sebelum melakukan kelonggaran di masa pandemi. Menurut Presiden Ahlina Institute, Tifauzia Tyassuma, tidak ada satupun negara yang berhasil menerapkan new normal tanpa menyelesaikan masalah kesehatan terlebih dahulu. Dia mewanti-wanti, promosi new normal yang dibuat pemerintah Indonesia bisa jadi boomerang karena bisa memperburuk, bukan hanya kesehatan masyarakat, tapi juga ekonomi itu sendiri. "Negara-negara yang telah menerapkan new normal itu semua gagal. Sebut saja mana negara yang menerapkan new normal dan berhasil? Nggak ada satupun. Kalau kita bilang Vietnam, dari awal mereka melakukan langkah intervensi kesehatan mereka luar biasa bagus. Karena itu jumlah mortalitas mereka sangat kecil. Kenapa? Karena dari awal intervensi mereka tepat. Begitu juga dengan Malaysia, “ kata Tifauzia kepada kumparan (14/6/2020)

Melihat hal tersebut sudah seharusnya pemerintah lebih waspada terhadap penyebaran virus Covid-19. Pemerintah harus terus memberikan edukasi kepada masyarakat agar tidak longgar dalam melaksanakan protokol kesehatan dan tidak anti terhadap petugas yang melakukan pemeriksaan kesehatan. Pemerintah juga diharapkan tidak melontarkan kata-kata yang membuat masyarakat menjadi kurang waspada terhadap virus corona. Selanjutnya pemerintah wajib melakukan test massal di masyarakat guna mencegah semakin meluasnya penyebaran virus. 

Seorang pemimpin sudah seharusnya serius menangani pandemi yang ada di masyarakat. Bukan sebatas masalah besar kecilnya jumlah yang meninggal akibat pandemi ini. Akan tetapi terkait penjagaan seorang pemimpin terhadap jiwa masyarakat yang diurusnya. Firman Allah SWT: “Sesungguhnya siapa saja yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Siapa saja yang memelihara kehidupan seorang manusia, seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (QS. Al-Maidah:32). Atas dasar keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt, seorang pemimpin akan memberikan rasa aman dan menjamin kelangsungan hidup rakyatnya dengan menjauhkan kemudaratan dari mereka. Sabda Rasulullah SAW: “Janganlah memberikan kemudaratan kepada diri sendiri dan janganlah memberikan kemudaratan kepada orang lain.” Hanya Khilafah dengan ideologi Islamnya yang dapat mewujudkannya.
Wallahua’lam bishshawab

Posting Komentar

0 Komentar