Perlukah ada TAPERA?


Oleh : Putri Irfani, S.Pd (Aktivis Muslimah Medan)

Baru-baru ini mencuat kabar bahwa presiden RI telah meneken PP Tapera, yang mana gaji PNS hingga Pegawai Swasta Bakal Dipotong 2,5 Persen. Sama seperti BPJS, pemotongan ini berlaku secara menyeluruh. Pemotongan gaji PNS dan pegawai ini dilakukan setelah Presiden Joko Widodo ( Jokowi) meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat pada 20 Mei lalu ( PP Tapera 2020). Tabungan Perumahan Rakyat atau yang disingkat dengan Tapera ini merupakan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016. Tapera dibentuk untuk tujuan membantu pembiayaan perumahan bagi para pekerja. (SerambiNews.com)

Peserta BP Tapera adalah calon PNS, aparatur sipil negara (ASN), prajurit dan siswa Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), pejabat negara, pekerja di Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Usaha Milik Desa, perusahaan swasta, dan pekerja apa pun yang menerima upah. Kepesertaan Tapera berakhir jika pekerja memasuki masa pensiun; mencapai usia 58 tahun (syarat khusus bagi peserta mandiri); peserta meninggal dunia; atau peserta tidak memenuhi kriteria sebagai peserta 5 tahun berturut-turut.

Peserta yang sudah berakhir masa kepesertaannya bisa memperoleh pengembalian simpanannya serta hasil pemupukannya yang bisa berupa deposito perbankan, surat utang pemerintah pusat, surat utang pemerintah daerah, surat berharga di bidang perumahan, atau bentuk investasi lain yang aman. (Tirto.id)

Belum selesai masalah pandemi, rakyat sudah disuguhi dengan problem baru yaitu program Tapera. Tapera bisa menjadi kemaksiatan sistemik. Bagaiman tidak, Kalau ada orang yang melakukan riba secara individual maka kerusakan yang akan terjadi pada pelaku secara personal. Nah, tapi jika pelaku sistem Riba adalah negara maka kemaksiatan yang ditimbulkan levelnya juga sistemik. Dampaknya akan memaksa rakyat untuk bermaksiat. Dari data di atas kita akan mengetahui siapa saja orang-orang  yang akan dipaksa untuk melakukan riba.

Ditengah naik-turunnya perekonomian saat ini membuat rakyat semakin down. Apalagi berbagai kebijakan yang dikeluarkan bukan menjadi solusi untuk masyarakat. Bisa kita lihat dilapangan ada ribuan orang di-PHK, yang masih bekerja pun digaji tak utuh. Apalagi yang punya usaha, jalannya tersendat, pendapatan berkurang, dan harus berpikir gaji karyawan pula. Ditambah melunasi berbagai tagihan, sekolah, iuran kesehatan, utang, pajak dan lain-lain, juga kebutuhan hidup sehari-hari demi bertahan di masa pandemi.

Penyempurnaan penderitaan rakyat +62 kini ditambah lagi. Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) diterbitkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 ini sukses menggenjot keuangan rakyat. Namun sebagaimana biasanya, selalu terjadi pro dan kontra di setiap kebijakan. Menurut Pengamat Tata Kota dan Perumahan Universitas Trisaksi Yayat Supriyatna, tidak ada jaminan bagi peserta untuk memiliki rumah. Ketika masa pensiun tiba misalnya, jika diakumulasikan tabungan tersebut belum tentu bisa dapat rumah. Karena harga rumah semakin hari akan semakin mahal. (cnnindonesia, 4/6/20)

Begitu pula para pengusaha di Jakarta, mereka telah menyampaikan keberatan atas PP ini. Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Hippi) DKI Jakarta Sarman Simanjorang menuturkan keberatan atas program baru ini. Tapera justru dianggap semakin membebani pengusaha dan pekerja. Apalagi bisnis saat ini sedang terpuruk. Bahkan pengusaha di DKI mengusulkan PP ini dicabut saja. Sarman menambahkan untuk membayar tanggungan BPJS karyawan saja susah. Apalagi jika ditambah Tapera, mereka angkat tangan. Ia meminta harusnya pemerintah memberikan dukungan agar para pengusaha bisa segera bangkit. Bukan malah memberikan beban. (kompas, 4/6/20)

Jika program ini benar-benar berjalan, lantas ke mana pengelolaan keuangannya? Akankah tabungan ini akan disimpan begitu saja? Atau ada motif lainnya? Mengingat kondisi keuangan nasional saat ini sedang lesu. Seperti yang kita ketahui, Pandemi Covid-19 telah membawa dampak besar ekonomi dunia maupun nasional. Akibatnya, negara pun perlu cari suntikan dana untuk menutupi defisit anggarannya. Setelah sebelumnya ada wacana penggunaan dana haji untuk menutupi kesulitan keuangan. Apakah nantinya ada jaminan Tapera tidak digunakan?

Kemudian, jika akhirnya nanti Tapera juga diwajibkan untuk semua kalangan khususnya Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), maka baik yang sudah punya rumah maupun belum punya akan dikenakan potongan yang sama. Bagi mereka yang telah punya rumah, tentu mereka bisa tetap mengajukan pinjaman untuk merenovasi.  Pinjaman ini lewat bank. Meskipun penawaran suku bunganya rendah, tetap yang diuntungkan pihak tertentu. Mereka para kapitalis. Situasi semacam ini pastilah membebani dompet rakyat. Beginilah jika aturan dibuat sesuai kebutuhan dan kepentingan. Atas nama kesejahteraan rakyat, justru mereka yang dikorbankan. Sudahlah harus membayar pajak A-Z, ditambah Tapera yang belum ada kepastiannya menguntungkan rakyat.

Nah, ini semua merupakan kerusakan sistemik, maka perlu yang namanya perubahan atau solusi atas berbagi masalah negri yang dilakukan secara sistemik. Sudah saatnya kita akhiri Yaitu kembali kepada sistem islam. Karna Islam menjadikan pemimpin untuk meriayah urusan rakyat. Amanah itu harus dijalankan karena tanggungannya dunia dan akhirat. Mereka akan mengelola keuangan sesuai dengan pandangan Islam. Tak akan benari bermain-main dengan riba. Apalagi menjerumuskan rakyatnya pada dosa besar itu. Pemimpin yang beriman akan mencari uang dengan cara halal. Ia akan mendapatkan pemasukan utama dari mengelola SDA yang ada. Dari fa’i dan kharaj seperti ghanimah, jizyah, kharaj, fa’i, status kepemilikan tanah, dan dharibah. Bukan hanya dengan mengandalkan pajak dan pungutan lainnya. Semua itu dilakukan semata-mata dorongan Taqwallah tidak dengan kekuasaan dan kepentingan individu maupun kelompok tertentu. Sehingga masyarakat didalam sistem Islam akan merasakan rahmat dari langit dan bumi.

Posting Komentar

0 Komentar