Polemik Bansos Covid-19 : Cari Untung Saat Corona Mengepung


Oleh : Alfiah, S.Si

Sejak awal disalurkan, Bansos Covid-19 memunculkan sejumlah persoalan. Alih-alih membantu meringankan beban masyarakat yang terdampak wabah, bansos justru dimanfaatkan sejumlah oknum pejabat untuk pencitraan dan banyak yang tidak tepat sasaran.

Bansos Covid-19 sebenarnya disalurkan kepada warga terdampak corona. Namun, dalam proses penyalurannya ternyata kerap menuai polemik dan kritik. Sempat viral Bupati Klaten memanfaatkan Bansos Covid-19 dengan menempel stiker bergambar dirinya. Padahal bantuan tersebut berasal dari Kementrian Sosial untuk wilayah Klaten.

Kepala Negara sendiri ternyata juga pernah mencontohkan dengan mencantumkan tulisan Bantuan Presiden pada karung Bansos Covid-19. Padahal sumber bansos berasal dari APBN yang dipungut dari uang rakyat.

Selain sebagai alat pencitraan, Ombudsman RI sendiri menemukan adanya dugaan manipulasi data penerima bantuan sosial (bansos) dalam rangka menanggulangi pandemi Covid-19. Temuan kasus itu terjadi di Jambi dan Papua. Hal ini tentu tidak menutup kemungkinan terjadi di daerah lain.

Ketua Ombudsman Amzulian Rifai dalam keterangan tertulis Rabu (3/6/2020) menyatakan : "Manipulasi data tersebut tidak hanya mengurangi atau menambah jumlah penerima bantuan sosial, tetapi juga mengganti nama penerima yang asli dengan penerima lain yang justru tidak tepat sasaran,".

Tak hanya itu, Ombudsman juga menerima laporan adanya pemotongan nominal jumlah bansos yang dilakukan oknum yang tidak bertanggungjawab. Rifai menjelaskan laporan pemotongan jumlah bansos tersebut terjadi di Sulawesi Barat. Pemotongan jumlah bantuan sosial yang awalnya Rp 600.000 menjadi Rp 300.000 (tribunpekanbaru.com, 3/6/2020).

Temuan yang sama ternyata juga terjadi di Sungai Majo Kuba, Rokan Hilir, Riau. Penerima BLT ADD Sungai Majo Kuba Protes, mereka meneken Rp600 Ribu yang akan diterima tapi hanya mendapat Rp300 Ribu (riaubarometer.com, 1/6/2020).

Persoalan lain terkait Bansos Covid-19 adalah lambatnya penyaluran. Kepala Ombudsman RI Perwakilan Riau Ahmad Fitri menyampaikan laporan terkait warga yang terlambat dan belum menerima bansos banyak dilaporkan kepada Ombudsman RI Perwakilan Riau (tribunpekanbaru.com, 4/6/2020 ).

Berbagai persoalan di atas tentu menjadi dilema bagi masyarakat. Ada saja pihak-pihak yang mengeruk keuntungan di tengah kesulitan masyarakat akibat wabah. Betapa tragis nasib rakyat jelata di tengah pandemi corona. Untuk mendapat bantuan sedikit saja, selalu harus ada drama.


Rusaknya Paradigma Kepemimpinan

Harusnya penyaluran Bansos Covid-19 tidak ada persoalan jika para pemimpin di tingkat pusat dan daerah menyadari perannya sebagai pengurus urusan masyarakat. Mereka akan dimintai pertanggungjawaban terhadap amanah kepemimpinan yang dia sandang. Seandainya dia bisa lolos dari pengadilan di dunia, dia tidak akan bisa lolos dari pengadilan akhirat. Inilah salah satu perwujudan dari nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.

Ironisnya, di tengah kondisi seperti ini pengurusan penguasa terhadap rakyat dirasa makin tak jelas arah. Penguasa nampak kelimpungan. Karena sejak sebelum pandemi pun sudah begitu banyak problem yang harus diselesaikan, sementara sumber daya dan modal untuk mengurangi beban rakyat nyaris hilang akibat miss manajemen dan intervensi asing melalui tekanan utang.

Buruknya sistem birokrasi dan administrasi termasuk validitas pendataan dan penetapan syarat penerima bantuan, seolah menjadi sumber kekacauan baru di tengah masyarakat. Hingga selain berujung bantuan tak tepat sasaran, juga berujung meningkatnya kecemburuan sosial.

Untuk kasus BLT misalnya, tak sedikit para ketua RT/RW yang akhirnya merasa stres luar biasa. Karena tuduhan korup harus siap-siap disematkan kepadanya. Pasalnya, jumlah keluarga yang mereka ajukan sebagai calon penerima bantuan, ternyata tak di acc semua. Bahkan persentasenya sangat kecil dari kebutuhan sesungguhnya.


Meluruskan Paradigma Kepemimpinan : Belajar dari Khalifah Umar ra.

Mewujudkan kesejahteraan rakyat memang merupakan amanah berat yang dipikulkan ke pundak para pemimpin mereka. Yang karenanya, amanah kepemimpinan ini menjadi amanah yang paling tak diinginkan siapapun yang menggunakan akalnya. Maka sungguh aneh jika saat ini orang justru berlomba-lomba menjadi pemimpin.

Itulah mengapa para khalifah Rasulullah saw selalu menangis saat didaulat menjadi pemimpin umat. Karena mereka paham, umat tak boleh hidup tanpa kepemimpinan, tapi menjadi pemimpin mereka tanggung jawabnya sangat berat. Wajar, sepanjang sejarah kepemimpinannya, mereka begitu serius memenuhi kebutuhan rakyat, baik di masa lapang maupun sulit.

Blusukannya Khalifah Umar ra., 'BLT'-nya beliau, benar-benar lahir dari sebuah kesadaran mendalam, bahwa setiap pengurusannya atas jiwa rakyatnya akan dimintai pertanggungjawaban kelak di sisi Allah swt. Jadi, tak ada urusannya dengan eksistensi jabatan, apalagi sekadar pencitraan.

Itulah yang melatari berkembangnya sistem pengaturan umat yang serba transparan dan memudahkan. Sebuah sistem hidup yang nothing to lose, karena hanya berorientasi mencari keridaan Allah swt sehingga benar-benar berdampak pada teraihnya kebahagiaan dan kesejahteraan hidup masyarakat.

Sungguh, masyarakat hari ini sangat membutuhkan kepemimpinan seperti ini. Yang akan menjadikan penguasa benar-benar menjadi pengurus dan penjaga rakyatnya. Jika paradigma berpikir para pemimpin di tingkat pusat dan daerah seperti ini, bansos tidak akan menjadi polemik atau sebagai alat mencari untung.

Posting Komentar

0 Komentar