Rakyat Sehat , Ekonomi Sekarat

Oleh : Eka Fitri (Muslimah Revowriter)

Penanganan pandemi Corona oleh pemerintah, dari awal terkesan abai. Minim dana. Dan hampir lepas tangan. Ujungnya diarahkan pada herd imunity. Jejaknya di hapus dengan wacana new normal life. Masyarakat akhirnya dipaksa mengikuti alur ini. Meski ancaman Corona masih melanda. Namun dapur juga harus tetap ngebul.

Lagi-lagi pertimbangan ekonomipun menjadi poin utama. Para pedagang di pasar. Yang sejatinya khawatir akan kesehatan, tak sanggup jika harus kelaparan. Pundi-pundi rupiah harus terus diperjuangkan. Berdagang walau khawatir. Berdagang demi mencukupi kebutuhan. Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) mencatat 529 orang pedagang positif virus corona. Dari jumlah itu, 29 di antaranya meninggal dunia. Tak ayal, pasar dianggap menjadi kluster baru penyebaran Covid-19.

Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy mengakui pasar menjadi tempat kerumunan yang paling rawan. Potensi untuk menjadi kluster penyebaran corona sangat tinggi. Di sisi lain, Muhadjir memahami pasar menjadi nadi perekonomian rakyat karena bagian dari mata rantai pasok yang vital. (nasional.okezone.com)

Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat, Hermawan Saputra mengingatkan bahwa penanganan pasar berbeda dengan tempat lainnya dalam mencegah penyebaran virus corona (Covid-19). "Pendekatan penanganan pasar beda dengan pendekatan penanganan sekolah, perkantoran, dan juga kawasan industri. Pasar itu ada karakter yang berbeda. Pertama itu ada penjual dan pembeli. Jadi ada orang, ada barang, dan ada uang," ujar Hermawan. "Pembeli itu tidak terdata, dan cara melakukan mitigasi kepada penjual jangan mendatanginya di pasar. Periksalah di rumahnya dan juga lakukan secara persuasif untuk melakukan protokol kesehatan," terang Hermawan. Ia pun meminta Dinkes tidak melakukan rapid test massal di pasar. Menurut dia, pemeriksaan massal dengan mendatangkan ambulans di pasar akan mengakibatkan resistensi hingga penolakan dari para pedagang. (nasional.okezone.com)

"Sementara untuk pengunjung, itu sebaiknya lebih banyak dalam penerapan protokol kesehatan seperti dengan therma gun dan menggunakan masker, serta jaga jarak. Semua itu untuk mengantisipasi dan ada perbedaan karakter antarpenjual dan pembeli," jelasnya. Hermawan juga mengingatkan, pengelola pasar memperhatikan jarak aman para pedagang hingga pengelompokan jenis dagangan yang dijajakan para pedagang di pasar. (nasional.okezone.com)

Penanganan pandemi butuh dana besar. Sudah menjadi rahasia umum. Negara kita banyak hutang. Terjarat riba. Dengan bunga melangit. Sumber daya alam dikuasai asing. Maka wajar jika rakyat terus dijerat. Alhasil untuk penanganan pandemi, pemerintah kurang dana. Rekening donasipun dibuka.

Pasar tempat vital, sumber penjualan pangan masyarakat. Pemenuh kebutuhan hidup. Jika pasar tutup. Bukan hanya pembeli yang kekurangan pangan, penjualpun tak dapat mencukupi kebutuhan pangannya. Sebab mata pencahariannya tersekat. Kerena memang di negara kapitalis, urusan hidup rakyat. Tanggung jawab sendiri. Bahkan urusan negara, sumber pendanaan terbesar juga dari rakyat.

Selain para pembeli yang tak dapat terdeksi. Protokol kesehatan juga kurang diperhatikan. Kesadaran akan pandemi ini gagal dibentuk pemerintah. Wajar jika para pedagang menolak rapid test. Karena resiko tinggi. Jika positif harus diisolasi. Keluarga di rumah mau makan apa. Ditambah banyak tersiar kabar tak sedap terkait isolasi di rumah sakit. Bahkan sampai terdengar.Lebih baik mati karena Corona. Dari pada sehat kemudian mati karena kelaparan.

Dari awal, harusnya pemerintah lockdown penuh. Jangan setengah-setengah. Cukupi kebutuhan masyarakat. Atur distribusi yang tepat dari sumber pangan dalam negeri. Sehingga tidak ada yang harus terpaksa keluar. Demi mencukupi kebutuhan. Contohnya para pedagang di pasar.

Fasilitasi rumah sakit rujukan pandemi ini dengan baik. Beri penghargaan yang besar kepada tenaga medis. Dan perhatikan alat pelindung diri untuk mereka.
Beri pendidikan yang tepat kepada masyarakat. Agar kesadaran mereka terbentuk.  Semua berkonstribusi untuk memotong penyebarannya

Jika semua itu dilakukan, mungkin curva pandemi sudah landai. Baru setelah itu, mulai kita perbaiki ekonomi yang melemah. Tapi perlu saya tegaskan hal tersebut takkan terjadi di negeri ini. Karena pemerintah tidak mampu untuk menanggung kebutuhan rakyat. Sehingga tak berani untuk lockdown penuh.
Dana untuk memberikan fasilitas terbaik. Rumah sakit rujukan. Bisa dipastikan terbatas. Karena selama ini dalam kondisi normal saja, pemerintah mengambil uang rakyat untuk kepentingan kesehatan melalui BPJS. Apalagi di tengah pandemi.
Takkan sampai memikirkan pendidikan masyarakat. Pemerintah saja menjadikan pandemi bahan bercandaan. Dari mulai cukup dengan minum jamu, hidup berdampingan, hingga anggap Covid 19 seperti istri. Kacaunya hidup di negeri kapitalis. Terapkan aturan manusia. Permasalahan pasti akan selalu datang. Tanpa ada solusi untuk menyelesaikan.

Hanya ketika sistem islam diterapkan. Ekonomi negara akan dikelola secara cerdas. Penguasa memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat. Kesejahteraanya dijaga, apalagi kelangsungan hidupnya. Bukan hanya sejahtera di dunia. Akhiratnyapun diperhatikan oleh negara. Dilindungi dari berbagai maksiat. Masyarakat turut andil mengawasi. Dan negara sebagai penjaga.

Posting Komentar

0 Komentar