Sekolah Dibuka Dimasa Pandemi, Waraskah?


Oleh : Mirawati

Anak adalah aset masa depan bangsa ini,mengapa? karena banyak yang memuji bangsa ini yang memilki aset sumber daya alam dan sumber daya manusianya yang melimpah terutama usia produktif lebih banyak dibandingkan dengan bangsa lainnya.Bahkan banyak yang memprediksi bahwa tahun 2045 indonesia merupakan negara memiliki usia produktif dari data penduduknya. Menurut Sensus Penduduk Antar Sensus (Supas 2015) jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 269,6 juta jiwa pada 2020. Jumlah tersebut terdiri atas kategori usia belum produkftif (0-14 tahun) sebanyak 66,07 juta jiwa, usia produktif (15-64 tahun) 185,34 juta jiwa, dan usia sudah tidak produktif (65+ tahun) 18,2 juta jiwa. Jumlah penduduk Indonesia diproyeksikan  terus bertambah menjadi 318,96 juta pada 2045.

Berdasarkan data tersebut, Indonesia akan mengalami masa bonus demografi hingga 2045. Di mana jumlah penduduk usia produktif  lebih banyak dibandingkan penduduk tidak produkif (belum produktif dan sudah tidak produktif). Jumlah usia produktif pada 2020 mencapai 68,75% dari total populasi. Melimpahnya sumber daya manusia usia produktif ini hendaknya dapat dimanfaatkan dengan peningkatan kualitas, baik pendidikan maupun ketrampilan guna menyongsong era industri 4.0(katadata.com).

Namun siapa sangka, virus corona menimpa dunia termasuk Indonesia dengan jumlah yang signifikan dari hari ke hari bahkan belum mengalami penurunan per tanggal 2 Juni 2020 Jumlah kasus baru: 609 pasien Total kasus positif: 27.549 pasien,Total pasien dirawat: 17.951 orang (65,2 persen) Total pasien sembuh: 7.935 orang (28,8 persen)Total pasien meninggal: 1.663 jiwa (6 persen)Total PDP masih diawasi: 13.213 orangTotal ODP masih dipantau: 48.023 orang(tirto.id). Dari data tersebut menunjukkan bahwa akan ada generasi yang meninggal dengan persentase cukup tinggi akan berpengaruh terhadap kehilangan generasi(lost generation). Jika kemudian pemerintah akan menerapkan 'new normal life' diinstitusi pendidikan dalam hal anak sekolah tanpa pertimbangan semua pihak terkhusus ahli epidemologi dan ikatan Dokter Anak Indonesia(IDAI)maka hal fatal dan bahkan bisa menimbulkan efek domino bagi anak dan keluarga. Sehingga menimbulkan ketidakpercayaan yang lebih besar rakyat kepada pemerintah. 

Akan halnya tahun ajaran baru dibulan Juli sebagaimana jelaskan Hamid seperti dikutip dari laman Kemendikbud (28/5/2020)"tanggal 13 Juli adalah tahun pelajaran baru, tetapi bukan berarti kegiatan belajar mengajar tatap muka. Metode belajar akan tergantung perkembangan kondisi daerah masing-masing,” Sejalan dengan pernyataan tersebut, ternyata di Surabaya ada 127 anak berusia 0-14 tahun yang dinyatakan positif COVID-19. Fakta ini diungkapkan Koordinator Protokol Komunikasi, Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Surabaya, M Fikser(Kumparan).

Sementara itu Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Agama (Kemenag) terus mengkaji langkah pembukaan sekolah pada 13 Juli 2020. Langkah pembukaan sekolah dikhawatir mengancam kesehatan anak karena penyebaran virus corona (Covid-19) belum menurun. Bahkan kasus Covid-19 pada anak di Indonesia cukup besar dibandingkan negara lain. Retno mengungkapkan, dari data Kementerian Kesehatan terdapat sekira 831 anak yang terinfeksi Covid-19 (data 23 Mei 2020). Usia anak yang tertular itu berkisar 0-14 tahun. "Penularan virus yang mewabah itu terjadi melalui kontak dari orang tua dan keluarga terdekat,” ujar Retno dalam keterangan resminya, Rabu (27/5/2020).

Lebih lanjut, data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), 129 anak meninggal dunia dengan status pasien dalam pengawasan (PDP). Yang menyedihkan, 14 anak meninggal dengan status positif Covid-19. Terdapat 3.400 anak yang dalam perawatan dengan berbagai penyakit. Dari jumlah itu, ada 584 orang terkonfirmasi positif dan 14 orang meninggal dunia.“Anak-anak tertular itu menunjukan bukti bahwa rumor Covid-19 tidak menyerang anak-anak, tidak benar,” imbuh Retno.(Okezone.com).

Dengan fakta-fakta diatas bahwa ketika pembukaan sekolah tetap dilakukan apalagi didaerah zona merah tentu membahayakan generasi kita. Sekolah tidak harus dibuka dalam masa pandemi yang belum mengalami penurunan, apalagi realitas dilapangan ketidak siapan dari sekolah dalam memberikan jaminan kedisiplinan anak-anak terkait protokol kesehatan,semisal  tertibkah anak-anak menggunakan masker,mencuci tangan dan jaga jarak.

Banyak orang tua menghawatirkan dengan kondisi ini bahkan mereka membuat petisi agar sekolah tidak dibuka dan belajar tetap dari rumah. Tentu,semua pihak tidak akan mau menanggung konsekuensi yang ditimbulkan karena alasan 'new normal life' yang pada akhirnya membuka sekolah.Oleh karena itu langkah paling tepat adalah anak-anak paud, sekolah dasar,sekolah Menengah Pertama(SMP),Sekolah Menengah Atas(SMA) dan Universitas tetap saja dilakukan dengan dirumah ketika masih diwilayah pandemi apatah lagi masih wilayah zona merah. Namun,  jika ada wilayah dengan zona biru bahkan hijau yang telah mampu mengatasi penurunan curva cov19 dan segala fasilitas memadai maka selayaknya dibuka tentu dengan kehidupan yang baru sesuai standar protokol kesehatan pola Hidup bersih dan sehat(PHBS). Dengan demikian dalam membuka sekolah dimasa pandemi membutuhkan kewarasan dalam berfikir, tidak sekedar wacana yang tak berkesudahan, kontroversi serta menimbulkan probelm baru yaitu terjadinya gelombang kedua yang lebih dahyat dibanding gelombang pertama.Kita tidak berharap ini terjadi.Oleh karena itu negara harus serius dalam penanganannya dari hulu hingga kehilir,dari  aturan hingga keteladanan dari para pemimpin sebagai puncak kebijakan yang dilahirkan. 

Bagaimana Islam memberikan solusi yang waras terkait "new normal.life 'untuk pendidikan  dimasa pandemi?
Islam telah meletakkan dasar-dasar perlindungan kepada anak sejak 14 abad silam. Ini terpancar dari ajaran yang terkandung dalam Alquran, Sunnah, Ijma Sahabat dan Qiyas dan telah diterapkan dalam naungan negara khilafah. Karena bagi Islam, anak adalah anugerah seperti yang telah Allah Firmankan dalam Alquran: “Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki." (QS as-Syuura[42]: 49). 

Oleh karena itu, anak wajib dijaga.
Penjagaan Islam terhadap anak-anak di tengah wabah, dapat diwujudkan oleh negara melalui sistem sebagai berikut:
Pertama, Islam menerapkan sistem kesehatan berbasis Islam. Sistem kesehatan Islam adalah syariat Islam itu sendiri. Syariat Islam secara keseluruhan dipersiapkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagai penyelamat kehidupan saat wabah maupun kehidupan normal. Ia dibangun di atas paradigma yang sahih.
Kedua, Sistem politik Islam dan sistem ekonomi Islam merupakan unsur utama pembentuk sistem kesehatan Islam. Baik dari fungsi negara sebagai pemelihara dan pelindung masyarakat, maupun segala aspek yang menjamin kesehatan setiap individu dan anak-anak. Contohnya, sistem ekonomi Islam menjamin kebutuhan pangan anak, sehingga anak terhindar dari gizi buruk yang berpengaruh terhadap kesehatan tubuh anak, karena gizi buruk membuat anak rentan terhadap penyakit menular. Sistem ekonomi Islam juga menjamin pembiayaan kesehatan anak secara gratis.
Ketiga, penerapan kunci tara (karantina) sangat penting untuk memutus mata rantai penularan secara cepat. Sebab, bila hanya melakukan screening penyebaran wabah, contact tracing, physical distancing tanpa menyertakan isolasi wilayah, wabah akan meluas secara cepat.
Keempat, sistem pendidikan Islam akan mengajarkan kepada anak sejak dini tentang konsep akidah Islam. Akidah tersebut yang nantinya akan memimpin anak untuk senantiasa bernafsiyah Islam. Menjalankan aturan-aturan Islam dalam kehidupannya sehari-hari, yakni cuci tangan, hidup bersih, makan makanan yang halal dan thoyyib, serta memakai masker apabila sakit.
Kelima, negara mengembangkan vaksin halal dan aman untuk segala usia. Dan memastikan anak-anak mendapatkan vaksin secara baik dan benar. Semua biaya dibebankan kepada kas negara/baitul mal. Sehingga orang tua tidak perlu mencemaskan perihal biaya vaksinnya.

Demikianlah buah manis yang akan dirasakan tak hanya anak-anak, tapi juga semua masyarakat segala usia ketika sistem kesehatan Islam diterapkan secara kafah dalam naungan khilafah. Sehingga, urgensi pendidikan Indonesia khususnya bagi anak-anak dalam wabah corona agar segera menerapkan syari’ah dan khilafah secara total. Karena kapitalisme nyata hanya menjadikan anak-anak kita sebagai tumbal para kapitalis yang rakus. 

Wallahu a'lam bishshawwab.

Posting Komentar

0 Komentar