TAFSIR SURAT ASH-SHAF AYAT 7-9 : PERTARUNGAN IDEOLOGI DAN KEPASTIAN MENANGNYA ISLAM bagian-1

Oleh : Ustadz Abu Shahwah As Sundawiy (Pengasuh Pondok Pesantren Nidaa Al-Haar Pondok Melati Bekasi)

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُوَ يُدْعَى إِلَى الْإِسْلَامِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ (7) يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ (8) هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ (9)

7. Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah sedang dia diajak kepada Islam? Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.
8. Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya."
9. Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang musyrik membenci.

Pengantar 
Benturan antara haq dan batil adalah suatu keniscayaan yang akan terus terjadi hingga hari kiamat. Keduanya tidak bisa dikompromikan atau disatu padukan supaya mencari titik temu, hal ini terjadi karena perbedaan pijakan yang mendasarinya. Kebatilan sumbernya dari setan dan hawa nafsu yang cenderung menjerumuskan dan menyesatkan. Sedangkan al haq bersumber dari Allah SWT yang akan membimbing dan mengarahkan manusia kepada jalan yang diridhai-Nya. Maka setan berusaha menghalangi jalan tersebut atau menyimpangkannya.

Ditiga ayat ini, Allah SWT menggambarkan secara gamblang bagaimana upaya yang dilakukan orang kafir untuk memadamkan cahaya islam (al haq) dengan berbagai opini yang mereka buat. Tetapi Allah SWT menjamin, bahwa mereka tidak akan mampu menghilangkan cahaya islam, justru sebaliknya Allah SWT akan menyempurnakan cahaya islam dan memenangkan pertarungan dengan semua agama dan ideologi yang ada di dunia.

Tafsir Maknawi
 وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ
Mengenai orang yang melakukan kedustaan terhadap Allah SWT, menurut Imam Al Mawardy ada dua pendapat. Yang pertama, mereka itu adalah orang kafir dan orang munafiq. Ini adalah pendapatnya Imam Ibnu Juraij. Dan kedua, dia itu adalah An Nadhr salah seorang dari kalangan Bani Abdud Darr. Dimana dia mengatakan “bahwa pada hari kiamat dia akan mendapatkan syafa’at dari Lata dan Uzza, lalu Allah SWT membantahnya dengan menurunkan ayat ini.

Menurut Imam Al Qurthuby maknanya adalah “adakah kedzaliman yang lebih buruk dibandingkan dengan orang membuat kebohongan terhadap Allah SWTdan mendustakan ayat-ayat-Nya. Lanjut beliau, “istifham” (pertanyaan) ini maknanya adalah “al jahdu” (pengingkaran). Jadi maksudnya adalah “tidak ada seorangpun orang yang paling dzalim dibandingkan yang membuat kebohongan pada Allah SWT, dan mengubah firman-Nya, menambahkan sesuatu pada firman-Nya tersebut padahal Allah SWT tidak menurunkannya sama sekali. Demikian pula, tidak ada seorangpun yang paling dzalim diantara kalian dibandingkan orang yang mengngkari terhadap al-Qur’an dan melakukan kebohongan terhadap Allah SWT. Sedangkan menurut Imam At-Thabary beliau berpendapat :”siapakah yang lebih parah perbuatan dzalim dan permusuhannya dibandingkan orang membuat kebohongan terhadap Allah SWT, yaitu berupa perkataan mereka terhadap Nabi Muhammad SAW bahwa beliau adalah tukang sihir dan apa yang beliau bawa tiada lain kecuali adalah sihir. Demikianlah kebohongan mereka terhadap SWT.

Adapun menurut Imam As Samarqandy beliau mengatakan : siapakah orang yang paling besar kekufurannya dibandingkan orang melakukan kedustaan terhadap Allah SWT. Imam Ar Razy mengomentari ayat ini, dengan mengatakan : siapakah yang paling keji kedzalimannya dibandingkan orang yang berbuat bohong terhadap Allah SWT, padahal dia tahu apa yang dia dapatkan berupa kenikmatan dan kemuliaan itu dari Allah SWT. Lalu dia kufur terhadap-Nya, mendustakan-Nya dan Rasul-Nya.

  وَهُوَ يُدْعَى إِلَى الْإِسْلَامِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Menurut Imam Al Qurthby, ini adalah bentuk keheranan terhadap orang yang inkar terhadap Nabi Isa AS dan Nabi Muhammad SAW padahal nampak jelas mu’jizat mereka berdua dihadapan mereka. Imam Ath Tabhary, menjelaskan ayat dengan mengatakan : apabila telah diseru untuk masuk islam, lalu dia mengadakan kedustaan terhadap Allah SWT dan membuat kebatilan atas-Nya. Maka Allah SWt tidak akan memberi taufiq untuk mendapatkan al haq kepada yang berbuat dzalim terhadap diri mereka dengan melakukan kekufuran terhadap Allah SWT.

Sementara menurut Imam Ibnu Katsir beliau menambahkan, :”padahal mereka telah diseru pada tauhid dan keikhlasan, oleh karena itu Allah swt mengatakan “allah tidak akan memberi petunjuk pada orang yeng berbuat dzalim”. Adapun menurut Imam As Samarqandy, “padahal sudah diseru kepada agama nabi Muhammad SAW. Dan Allah tidak akan memberi petunjuk pada orang-orang dzalim, yaitu maknanya tidak akan membimbing mereka. Atau pendapat lain mengatakan “Allah tidak akan mengasihani mereka selama mereka berada dalam kekufurannya”.

يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
Imam Ath Thabary menjelaskan ayat ini, bahwa orang-orang yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW itu tukang sihir dan apa yang dibawanya adalah sihir mereka menginginkan untuk menghilangkan al haq yang dibawa Nabi Muhammad SAW dengan mulut mereka dengan mengatakan bahwa Beliau itu tuakng sihir dan yang dibawanya adalah sihir.  (dan Allah menyempurnakan cahayanya), yaitu menampakan kebenaran, memenangkan agama-Nya dan menolong Nabi Muhammad SAW melawan orang yang memusuhinya. Itulah bentuk penyempurnaan cahaya-Nya. Dan maksud cahaya disini adalah Islam. Walaupun orang-orang yang kufur tehadap Allah membencinya.

Sementara Imam As Samarqandy mengatakan :’mereka menginginkan menghilangkan agama Allah dengan perkataan mereka, tapi Allah akan meyempurnakan cahanyanya dengan menampakkan secara jelas tauhid dan kitab-Nya meskipun orang yahudi dan Nashrany tidak menyukainya. Didalam ayat ini Allah SWT mengunakan lafadz “al ithfa’u” (memadamkan), dimana menurut Imam Al Mawardi, “al ithfa’u” maknanya “al ikhmad” (makna keduanya adalah memadamkan). Kedua lafadz tersebut digunakan pada api, lalu makna keduanya dipinjam untuk sejalan dengan maknanya yaitu pada cahaya. Dan perbedaan antara “al ithfa’u” dan “al ikhmad”, “al ithfa’u” digunakan pada api yang besar dan kecil, sementara “al ikhmad” digunakan pada api yang besar tidak pada api yang kecil. Seperti dalam contoh kalimat “ath fa’tu as siraj” bukan “akhmadtu as siraj”. Lanjut beliau, makna “nurallahi” setidaknya ada lima pendapat. Yang pertama, al qur’an, mereka menginginkan membatalkannya dengan ucapannya. Ini pendapatnya Imam Ibnu Zaid. Kedua, Islam. Mereka menginginkan penolakannya dengan perkataan. Ini pendapatnya Imam As Sudy. Yang ketiga, bahwa ia itu Muhammad SAW, mereka menginginkan kebinasaan beliau dengan dihembuskan berita-berita bohong yang keji. Ini pendapatnya Imam Adh Dhahak. Keempat, hujjah-hujjah Allah dan dalil-dalil-Nya, mereka menginginkan membatalkannya dengan mengingkari dan mendustakannya. Ini adalah pendapat Imam Ibnu Bahr. Kelima, bahwa itu hanya bentuk perumpamaan saja, artinya bahwa orang yang hendak memadamkan cahaya matahari dengan mulutnya itu adalah suatu hal yang mustahil dan tertolak, maka demikian pula orang hendak membatalkan al haq. Ini adalah pendapatnya Imam Abu Isa.

Sebab turunnya ayat ini sebagaimana dituturkan oleh Imam Atha’ dari Ibnu Abbas, bahwa pernah terjadi keterlambatan turunnya wahyu terhadap Nabi SAW selama empat puluh hari. Lalu Ka’ab bin al Asyraf berkata : wahai orang-orang yahudi ! bergembiralah ! Allah telah memadamkan cahaya Muhammad dengan tidak menurunkan (wahyu) kepadanya, dan Allah tidak akan menyempurnakan cahayanya. Maka Rasulullah SAW bersedih akan hal tersebut, lalu Allah SWT menurunkan ayat ini. 

Imam Al Maturidy menafsirkan ayat ini, “mereka menginginkan memadamkan cahaya Allah yaitu Agama Allah, kitab-Nya dan Rasul-rasul-Nya. Dan firman-Nya “biafwahihim” maknanya mereka tidak memilki  hujjah dan makna apapun yang dapat mencegah cahaya ini kecuali ucapan dengan lisan-lisan mereka : ini adalah sihir.....dan frase “wallahu mitimmu nurihi...” memiliki beberap bentuk : Pertama, dengan hujjah-hujjah dan bukti-bukti. Kedua, dengan memberi pertolongan dan memenangkan pemeluk cahaya itu. Ketiga, dengan menampakkannya disemua tempat. Lanjut beliau, maka jika (penyempurnaan cahaya itu) berupa pertolongan dan kemenangan. Maka seolah-olah orang-orang musyrik berada dalam ketakutan sedangkan orang beriman berada dalam keadaan aman...., jika berupa hujjah dan bukti-bukti, maka mereka tidak mampu untuk membuat yang menyerupainya, apalagi yang sama persis. Maka itu menunjukkan Allah telah menyempurnakan cahaya dengan pertolongan, kemenangan, hujjah-hujjah dan bukti-bukti. Dan jika yang dimaksud (menyempurnakan cahayanya) dengan menampakkannya, maka diharapkan akan jelas nampaknya, sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadits, jika Nabi Isa AS turun maka tidak ada satu agamapun yang tersisa kecuali Islam. Demikianlah penjelasan Imam Al Maturidy menghenai ayat ini.

Adapun Imam Ali ash Shabuny menjelaskan ayat ini dengan mengatakan, : “orang-orang musyrik menghendaki memadamkan agama Allah dan syari’at-Nya yang menerangi dengan mulut-mulut mereka. Imam Fakhru Razy berkata, menurut Beliau, : memadamkan cahaya Allah itu adalah ejekan terhadap keinginan mereka untuk membatalkan islam dengan ucapan mereka mengenai al Qur’an bahwa ia adalah sihir. Keadaan mereka diserupakan dengan orang yang meniup cahaya matahari dengan mulut mereka supaya padam. Ini adalah ejekan dan sindiran yang buruk terhadap mereka. “wallahu mutimmu nurihi” artinya Allah akan memenangkan agama-Nya dengan tersebar keseluruh penjuru dunia dan meninggikan posisinya diatas semua agama. Sebagaimana dalam sebuah hadits, dimana Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya Allah menghimpun bumi untukku, lalu aku melihat timur dan baratnya. Dan kekuasaan umatku akan sampai seperti yang telah dihimpun dari bumi itu untukku...” maksudnya, agama ini (islam) akan tersebar di timur dan di baratnya dunia. “walau karihal kafirun” walaupun orang-orang kafir yang jahat tidak menyukainya, Allah akan tetap memulyakan urusan agama ini apapun keadaan orang kafir. Didalam hasyiyah Baydhawy dikatakan : bahwa orang-orang kafir Mekkah membenci agama yang haq ini disebabkan tenggelamnya mereka didalam kesyirikan dan kesesatan. Maka hal yang tepat merendahkan dan menghinakan mereka dengan menampakan kebenaran yang mereka tidak sukai. Dan bukan berarti ketika Islam menang tidak ada yang kufur terhadap agama ini, tetapi maksudnya adalah bahwa pemeluknya memiliki posisi yang tinggi dan dominan terhadap semua agama dengan hujjah dan burhan, pedang dan lisan sampai hari kiamat.

Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini, “mereka berupaya menolak kebenaran dengan menggunakan kebatilan. Dan perumpamaan mereka dalam hal ini seperti perumpamaan orang yang hendak memadamkan cahaya matahari dengan menggunakan mulutnya, ini adalah mustahil. Maka demikian pula memadam cahaya islam, itupun adalah mustahil. Oleh karena itu, Allah berfirman “dan Allah akan menyempurnakan cahaya-Nya walaupun orang kafir membencinya...

(bersambung)

Posting Komentar

0 Komentar