UU RADIKAL HANYA LAHIR DARI SISTEM SEKULERISME LIBERAL (tinjauan kritis terhadap RUU HIP)

Oleh : Miratul Hasanah (Pengamat Kebijakan Publik)

Rezim hari ini terus menunjukkan taring-taring kekuasaan otoriternya.Salah satunya dengan membuat rancangan UU HIP(Haluan Ideologi Pancasila) yang disinyalir akan memberangus kemurnian ideologi pancasila yang selama ini dianggap sudah baku dan telah menjadi kesepakatan bersama yaitu terdiri dari lima sila pancasila. 
              
Tentu saja,hal ini mengundang berbagai instrumen negatif dari berbagai lapisan masyarakat secara luas. Oleh karena pancasila yang selama ini diadopsi oleh negeri ini akan dirampingkan menjadi Trisila yakni konsep "gotong royong" dan Ekasila yang dengan sengaja menghilangkan sila ketuhanan Yang Maha Esa dan diganti dengan" Ketuhanan Yang berkebudayaan". Polemik terus berlanjut ketika kondisi negeri ini dikuasai oleh para penguasa ruwaibidhoh yang hanya mementingkan kepentingan dunia serta berusaha untuk menyingkirkan aturan-aturan dari Sang pencipta. Dan inilah bawaan lahir dari sistem sekularisme liberal yang menuhankan kebebasan dengan cara memisahkan aturan agama dari kehidupan. Walaupun RUU HIP ini akan ditunda,bukan tidak mungkin RUU ini disahkan ketika rakyat dalam kondisi lalai karena disibukkan dengan urusan pandemi covid -19. Maka dari itu, ,ibarat pepatah mencari kesempatan dalam kesempitan alias aji mumpung, justru pemerintah memanfaatkan situasi pandemi ini untuk kepentingan segelintir orang yaitu para penguasa oligarki dan para globalist cabal untuk terus menancapkan ideologi rusak mereka dengan cara mendangkalkan norma-norma pancasila sesuai dengan yang mereka kehendaki. 
                 
MUI sebagai wadah aspirasi umat tentu tidak tinggal diam dengan adanya wacana yang nyeleneh tersebut. Dilansir dari Jakarta, CNN Indonesia -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) tak sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila.MUI bahkan menduga RUU HIP ingin melumpuhkan unsur Ketuhanan pada sila pertama Pancasila secara terselubung. "Pembukaan UUD Tahun 1945 dan batang tubuhnya telah memadai sebagai tafsir dan penjabaran paling otoritatif dari Pancasila. Adanya tafsir baru dalam bentuk RUU HIP justru telah mendegradasi eksistensi Pancasila," demikian Maklumat Dewan Pimpinan MUI Pusat dan MUI Provinsi Se-Indonesia, pada Jumat (12/6).

RUU HIP  secara implisit telah menjadi jalan untuk membawa manusia yang tak mengenal tuhan serta menyingkirkan peran agama dalam mengatasi masalah kehidupan. Maka sebenarnya inilah yang disebut sistem yang paling radikal. Mengapa demikian? Oleh karena sesungguhnya pancasila, terutama sila pertama mengandung makna tersirat bahwa tanpa adanya ketuhanan Yang Maha Esa tidak akan lahir sila-sila berikutnya.Sebab sila pertama menjadi penopang bagi sila yang lain. 

Apalagi jika dikaitkan dengan masyarakat Indonesia yang heterogen yakni terdiri dari berbagai suku, ras dan agama, maka secara otomatis ketika diterapkan Eka sila yaitu Ketuhanan yang berkebudayaan justru akan mengundang polemik luar biasa diantara umat yang beragama yang juga telah diatur dalam UUD 1945.Oleh karena itu, RUU HIP ini wajib ditolak karena akan menghancurkan sendi dasar negara serta bisa menjadi cikal bakal untuk memecah belah persatuan rakyat Indonesia. 

Akan halnya dengan syariah Islam, sebagai sebuah agama sekaligus ideologi, telah menempatkan hukum itu hanya milik Allah SWT semata.Sistem  Islam telah terbukti selama kurang lebih 13 abad mampu melakukan penjagaan terhadap  masyarakat yang heterogen, yakni melindungi setiap umat yang beragama maupun yang tidak. Akan tetapi, hukum yang diterapkan adalah hukum yang satu yaitu hukum Islam. Sebab, Islam adalah Ad-diin yang tidak hanya mengatur urusan hubungan manusia dengan tuhan - Nya saja, akan tetapi juga mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara, oleh karena Islam pembawa rahmat bagi semua. 
Maka dari itu, berbagai polemik yang terjadi saat ini, tidak akan muncul karena semua sudah dinaungi oleh syariah Islam yang mulia. Sistem Islam juga tidak akan memaksa seseorang untuk beragama atau memasuki agama Islam. Firman Allah SWT   ﻻ اكرا ه في ا لد ين
Artinya; "Tidak ada paksaan dalam memasuki agama". (Qs.Al-Baqoroh; 256)

Adapun nilai-nilai yang ada dalam pancasila, yakni keadilan dan persatuan justru hanya bisa terwujud ketika syariah Islam secara kaffah, bukan malah mengaborsi pancasila menjadi Trisila bahkan Ekasila seperti yang terjadi dalam sistem demokrasi kapitalisme saat ini. 
Dalam pandangan syariah Islam, setiap gerakan yang ingin merusak keadilan dan persatuan, maka selayaknya harus diberantas sampai ke akar-akarnya. Begitu pula sebagai umat Islam, didorong hanya untuk menerapkan hukum Islam saja bukan hukum yang lain, yang sejatinya menimbulkan perspektif berbeda antara satu dengan yang lain. Firman Allah SWT :
ان الحكم الا لله
Artinya; " Sesungguhnya yang berhak membuat hukum itu hanya Allah semata ". (Qs.al an'am: 57)

Demikianlah, sudah saatnya negri ini kembali kepada hukum syariah secara kaffah, agar seluruh problematika manusia bisa diselesaikan dengan baik.Serta tidak akan muncul berbagai polemik berkepanjangan terkait pancasila maupun yang lainnya. 
WaAllahu a'lam bi ash-showwab.

Posting Komentar

0 Komentar