DISPENSASI NIKAH DAN PERNIKAHAN DINI

Oleh : Astri Ummu Zahwa (Aktivis Komunitas Parenting Ibu Tangguh Bekasi) 

Sebanyak 240 permohonan dispensasi nikah diterima Pengadilan Agama Jepara, Jawa Tengah. Tidak semua permohonan disebabkan karena hamil terlebih dahulu. Melainkan, ada yang karena faktor usia belum genap 19 tahun sesuai aturan terbaru. “Dari 240 pemohon dispensasi nikah, dalam catatan kami ada yang hamil terlebih dahulu dengan jumlah berkisar 50-an persen. Sedangkan selebihnya karena faktor usia yang belum sesuai aturan, namun sudah berkeinginan menikah,” kata Ketua Panitera Pengadilan Agama Jepara Taskiyaturobihah seperti dilansir dari Antara di Jepara pada Minggu (26/7). Dia mengungkapkan, sesuai Undang-Undang Nomor 16/2019 tentang perkawinan bahwa batas minimal calon pengantin putri berusia 19 tahun. Sementara pada Undang-Undang Perkawinan sebelumnya, batas minimal calon pengantin putri berusia 16 tahun. Sehingga, warga yang berencana menikah namun usianya belum genap 19 tahun harus mengajukan dispensasi nikah. Banyaknya permohonan dispensasi nikah tidak hanya terjadi di Pengadilan Agama Jepara, melainkan hampir menyeluruh setelah ada penambahan batas minimal usia perkawinan dari 16 tahun menjadi 19 tahun.(JawaPos.com,26/7/2020)

Seperti dilansir dari Kompas.com. 8 Juli 2020, Jawa Barat merupakan salah satu provinsi penyumbang angka perkawinan bawah umur tertinggi di Indonesia berdasarkan data Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional tahun 2020. Dosen Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Susilowati Suparto mengatakan, peningkatan angka pernikahan dini di masa pandemi Covid-19 salah satunya ditengarai akibat masalah ekonomi. Kehilangan mata pencaharian berdampak pada sulitnya kondisi ekonomi keluarga. Susilowati menuturkan, aktivitas belajar di rumah mengakibatkan remaja memiliki keleluasaan dalam bergaul di lingkungan sekitar. Ini terjadi bila pengawasan orangtua terhadap anaknya sangat lemah. “Tidak dapat dihindari terjadinya pergaulan bebas yang mengakibatkan kehamilan di luar nikah dan menyebabkan angka dispensasi meningkat di masa pandemi ini,” tambahnya.

Dosen FH Unpad Sonny Dewi Judiasih menjelaskan, praktik perkawinan di bawah umur rentan terjadi pada perempuan di pedesaan yang berasal dari keluarga miskin serta tingkat pendidikan yang rendah. Semestinya, saran Sonny, pengadilan jangan mempermudah izin dispensasi kawin. Fakta di lapangan, hampir 90 persen permohonan dispensasi perkawinan dikabulkan oleh hakim. 
Sejatinya Islam tidak menentukan usia pernikahan baik bagi laki-laki maupun perempuan. Hal ini dapat kita lihat salah satunya pada sebuah hadits yang menceritakan pernikahan Rasulullah SAW dengan Ummul Mukminin Aisyah, yang dituturkan di dalam Shahih Muslim, sebuah riwayat dari Aisyah, beliau berkata: “Rasulullah SAW menikahiku pada usiaku yang keenam. Dan beliau tinggal serumah denganku pada usiaku yang kesembilan”. (HR. Muslim)

Hal tersebut menggambarkan kondisi bahwa di negara yang menerapkan Islam secara kaffah, pendidikan (taklim) dan pembinaan (tasqif) akidah anak-anak betul-betul berjalan optimal. Kepribadian (Syakhsiyah) mereka digembleng sehingga saat baligh mereka telah siap menerima taklif hukum syariat, termasuk perihal pernikahan. Jadi, kesiapan untuk menikah pun telah ada sejak dini. Sedangkan pada saat ini, tingkat kematangan organ reproduksi tidak diimbangi dengan kematangan cara berpikir. Tontonan dan gaya hidup bebas pada saat ini cenderung mendorong anak-anak dan remaja untuk pacaran, bersenang-senang sesuai keinginan mereka dan mengumbar syahwat saja sehingga mengarah pada pergaulan bebas. Akhirnya dispensasi nikah kini dijadikan solusi sesaat untuk menutupi perilaku seks bebas. 

Sesungguhnya sistem liberal-sekuler inilah biang kerok dari segala permasalahan yang ada, termasuk melahirkan pergaulan bebas. Menurut Islam, nikah muda tidak menjadi masalah jika syarat dan rukun nikah dipenuhi dan tidak ada pelanggaran hukum syara di dalamnya. Maka yang harus kita lakukan adalah bagaimana agar sistem yang menaungi para remaja kita tidak lagi sistem liberal-sekuler, namun sistem Islami yang membentuk pribadi yang kokoh imannya, kuat kepribadiaannya dan tangguh menghadapi tantangan zaman. Perubahan sistem harus dilakukan pada semua aspek kehidupan, tidak hanya pada aspek/bidang sosial karena satu sama lain saling terkait. 

Jangan sampai Allah murka terhadap negeri ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
Apabila perbuatan zina dan riba sudah terang-terangan di suatu negeri, maka penduduk negeri itu telah rela terhadap datangnya adzab Allah untuk diri mereka.”(HR. Hakim). 

Menikah adalah ibadah. Ketika aturan pergaulan Islam diterapkan, pernikahan yang terjadi adalah pernikahan berbalut takwa dan ketaatan. Keluarga yang terbangun adalah keluarga berkepribadian Islam dan berakhlak karimah. Untuk itulah sebuah negara harus menerapkan syariat Islam secara kaffah. Dan hal itu hanya bisa terwujud dalam Daulah Khilafah Islamiyah. Wallahu a’lam bishshawab

Posting Komentar

0 Komentar