Hilangnya Keteladan Penguasa Dikala Wabah

Oleh : Mirawati Ummu Abdan (Ibu Rumah Tangga dan Aktivis dakwah Bali)

Ibarat pepatah "sudah jatuh tertimpa tangga lagi". Itulah yang dirasakan oleh rakyat yang tidak memiliki penghasilan tetap dalam memenuhi kebutuhan mereka, bimbang dan rasa cemas selalu ada dalam diri mereka. Namun masih ada rasa optimis yang memotivasi mereka keluar dari aturan-aturan protokol cov19. Seperti sosial/phisycal distancing (jaga jarak), jaga kesehatan dan kebersihan demi kebutuhan keluarga mereka. Seperti  ojol, tukang becak, pedagang asongan, supir angkot, pedagang dipasar dan lainnya. Mereka tidak akan mungkin jika tidak bertemu hanya demi kebutuhan perut.

Malang akan diraih nasib baik siapa yang tau? mereka hanya berusaha sebaik apa yang mereka bisa, demi keluarga. Namun dinegeri dengan sumber daya alamnya melimpah belum mampu menyelesaikan persoalan perut rakyat disaat wabah melanda. Dan berbeda jika ada nilai ekonomis seperti investasi dalam infrastruktur, dengan sigap menyiapkan dana dari APBN dan pihak swasta.Berkali-kali kita menyaksikan rezim dalam kebijakannya berfikir untung dan rugi dalam kedaruratan kesehatan, hal ini tentunya mengkerutkan kening kita karena jauhnya dari logika pelayanan negara kepada rakyat. 

Salah satu pasal saja dalam Undang-undang dasar(UUD) pasal 3Ayat (3), menyatakan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat. Bukankah ini sudah sangat jelas bunyi pasalnya? namun pada faktanya dalam pelaksanaanya sangat jauh dari perlindungan rakyat dengan pengelolaan sumber daya alam yang seharusnya dikelola sendiri oleh negara dan dikembalikan kerakyat. Negara seharusnya tidak gagap dalam penanganannya dan tidak seharusnya bingung soal anggaran jika idealnya negara menjalankan pasal tersebut. 

Namun dalam perjalanan rezim ini menjadikan pasal-pasal seperti ini hanya berada diatas kertas atau sebatas teori
Yang ironisnya ketika wabah diawal-awal menimpa wilayah Wuhan China, rezim ini menganggap remeh bahkan penuh kelakar. Namun setelah merebak, kebingungan yang tampak dari soal pendanaan dan sarana-sarana yang mendukung tidak tersedia malah justru cenderung abai. Kalaupun tertangani lambat. 

Hari kehari pertambahan yang suspect hingga yang meninggal bertambah. Belum lagi rakyat dihebohkan dengan pernyataan yang sering 'kontroversi' dari Presiden. Separah itukah negeri yang telah Allah anugrahkan kekayaan yang melimpah. Bahkan ada kecendrungan rezim ini membiarkan penanganan wabah  ini lebih didominankan kepada rakyat. Justru keterlibatan elemen rakyat ini porsinya sangat besar, terbukti sigapnya dalam pengumpulan donasi buat APD meskipun bukan standar WHO. Belum lagi penanganan kebutuhan pokok rakyat yang sigap lagi-lagi rakyat dengan berbagai komunitasnya. 

Entah dimana hati nurani sang penguasa? Memang mereka selalu mengatakan bahwa keselamatan rakyat diatas segalanya, akan tetapi dalam realitas solusinya 'setengah hati' buktinya mengapa dalam penyaluran bantuan harus memasukkan kartu pra kerja yang tidak memiliki relevansi dengan kebutuhan jangka pendek. Kartu pra kerja tidak hanya 'mubazir anggaran' namun juga ada penyimpangan anggaran yang berefek pada dugaan KKN atas nama staf milenial Presiden. Sehingga diberhentikan. Konon tanpa tender bahkan menyalahi aturan adminstrasi atau ada malpraktek aturan kenegaraan. Bukankah jika dugaan ini kuat mereka harusnya ranah pidana atau KPK harus bertindak? Namun lagi-lagi respon KSP hanya kesalahan etis dan dimaklumi. Bagaimana negeri ini tidak carut marutnya dalam penanganan wabah? 

Tentu, jawaban tersebut ada dua. Pertama, krisis keteladanan dari rezim itu sendiri, buktinya empati dan simpati terhadap wabah sangat lamban. Kebanyakan meremehkan dan candaan terhadap wabah atau tidak serius. Pengorbanan pundi-pundi mereka tidak mereka kedepankan. Justru yang maju atau menjadi garda terdepan adalah pihak medis tanpa disertai perlengkapan medis, begitupun rakyat berjibaku dalam mengatasi wabah ini meskipun masih saja memiliki keterbatasan. Kedua, sistem manajemen dalam mengatasi wabah yang terlihat lamban dan tidak memiliki target dalam pencegahan agar korban tidak bertambah. Yang kita dengar dan lihat  setiap hari dari Kepala Gugus tugas hanya info pertambahan positif, sakit dan sembuh. Upaya yang sering dilakukan hanya aspek keekonomian bukan aspek kesehatan apalagi kemanusiaan.

Mantan wapres Yusuf Kallah sendiri  dalam pernyatannya dimedia kumparan 'yang bisa memerangi perang ini adalah ilmuwan, kita hanya memitigasi' dengan pernyataan beliau cukup jelas bahwa perlunya penyediaan saran dan prasarana medis dan para ilmuwan dalam mencari obat atau vaksin cov19 ini. Tidak sekedar memutus mata rantai wabah cov19 bagi rakyat dengan kebijakan Lockdown atau karantina wilayah atau Pembatasan Sosial Skala besar(PSBB), tapi juga ada upaya pencegahan dan pengobatan yang memadai. Yang paling penting terlupakan adalah penyediaan kebutuhan pangan, sandang dan papan dalam meraih kesehatan. Jangan sampai rakyat dirumah masing-masing namun tidak diberikan kebutuhan yang layak atau rakyat berjibaku dengan wabah tapi dibebankan pula kesehatan yang tidak mampu mereka rasakan. Terbaru dengan adanya kebijakan new normal life justru akan semakin menambah korban dan yang dikorbankan rakyat apatah lagi para medis.

Berbeda dalam tatanan Islam justru dalam sistem Islam penanganan wabah sangat komprehensif dan berpihak pada rakyat. Sang Pemimpin merupakan garda terdepan dalam memerangi wabah karena landasan pemimpin tersebut untuk ibadah kepada Pencipta Allah swt. Mereka adalah teladan utama dalam pengorbanannya memaksimalkan anggaran negara murni saat itu adalah penanganan wabah dan mengatasi dampaknya. Dimasa Rasulullah saw. beliau memberikan tuntunan dalam sebuah haditsnya. Ditegaskan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallaam, yang artinya, “Apabila kalian mendengarkan wabah di suatu tempat maka janganlah memasuki tempat itu, dan apa bila terjadi wabah sedangkan kamu sedang berada di tempat itu maka janganlah keluar darinya.“ (HR Imam Muslim). 

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yang artinya, “Sekali-kali janganlah orang yang berpenyakit menular mendekati yang sehat.” (HR Imam Bukhari).Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yang artinya, “Hindarilah orang yang berpenyakit kusta seperti engkau menghindari singa.” (HR Abu Hurairah). Bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasalam yang artinya, “Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit dan obat, dan diadakan-Nya bagi tiap-tiap penyakit obatnya maka berobatlah kamu, tetapi janganlah berobat dengan yang haram.

Di samping itu, kesehatan adalah kebutuhan pokok publik. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda yang artinya, “Siapa saja yang ketika memasuki pagi hari mendapati keadaan aman kelompoknya, sehat badannya, memiliki bahan makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dunia telah menjadi miliknya“. (HR Bukhari) (HR Abu Daud) Negara memiliki peran sentral dalam pelaksanaan prinsip ini,sehingga peluang kasus impor tertutup rapat, penularan lokal segera teratasi dan semua yang sakit segera sembuh. Sebab, dari sisi mana pun kapasitas itu hanya dimiliki negara. Terlebih, Islam menjadikan negara sebagai pihak yang berada di garda terdepan dalam pencegahan segala penderitaan masyarakat.

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Tiada bahaya dan kesengsaraan dalam Islam.” (HR Ibnu Majah dan Ahmad). Di samping itu, negara berfungsi sebagai pengurus urusan kehidupan masyarakat. Ditegaskan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yang artinya, “Imam/ Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya” (HR. Muslim dan Ahmad). 

Areal yang dikunci adalah nyata terserang wabah. Tidak tergantung wilayah kekuasaan, bahkan harus bebas dari aspek sekat-sekat negara bangsa dan otonomi daerah yang diharamkan Islam. Para ahli klinis, virologi, dan epidemiologi membantu dari aspek sains. Seperti penetapan titik-titik areal wabah, lama waktu penguncian, pengujian cepat yang akurat, penelusuran jejak kontak dan pengobatan. Pada saat yang bersamaan penerapan sistem kehidupan Islam, khususnya sistem politik dan ekonomi Islam, menjadikan negara segera berkemampuan logistik bahan pangan. Memadai dari segi jumlah dan kecukupan gizi, khususnya bagi masyarakat di areal penguncian.

Terlebih, Indonesia adalah negeri dengan potensi sumber daya alam pertanian berlimpah. Seperti sumber daya genetik, iklim, lahan, hutan, dan wilayah perairan. Pun demikian sumber daya manusia pertanian berikut para ahli.

Tidak hanya pangan, penerapan sistem ekonomi Islam dan politik ekonomi Islam, berikut keseluruhan sistem kehidupan Islam, menjadikan negara mampu menjamin kebutuhan pokok setiap individu masyarakat di wilayah wabah dan bukan, saat wabah dan tidak. Berupa perumahan yang layak, air bersih, energi, serta infrastruktur dan moda transportasi gratis yang aman dan nyaman. Sehingga dapat berlalu lalang di areal penguncian tanpa membahayakan kesehatan. Pun demikian ketersediaan fasilitas kesehatan berikut alat kesehatan dan obat-obatan. Semua ini meniscayakan imunitas masyarakat berada pada puncaknya, sehingga menurunkan risiko jatuh sakit. Kekurangan dokter dan staf medis segera teratasi, seiring penerapan sistem pendidikan Islam. Khususnya pada tujuan dan kurikulum yang sahih serta bebas biaya. Di mana pendidikan tinggi adalah sandaran negara dalam pemenuhan tenaga terampil dan ahli bagi berjalannya fungsi negara. Seperti dokter dan staf medis yang berkualitas dengan jumlah memadai. Olehnya, segera terwujudnya pelayanan kesehatan gratis berkualitas, utamanya yang terinfeksi wabah.

Kebutuhan pada riset terkini untuk kecepatan penanganan wabah, seperti riset karakteristik klinis, virologis, segera terpenuhi oleh penerapan politik riset yang sahih. Yakni, riset yang bertujuan mempercepat terwujudnya politik dalam dan luar negeri khilafah, menggantikan konsep triple helix A-B-G yang bertujuan pertumbuhan ekonomi.Kebutuhan terhadap berbagai teknologi terkini, utamanya untuk penanganan wabah sesegera mungkin, seperti PCR dan reagen, hazmat, masker, obat-obatan, dan berbagai alat kesehatan seperti ventilator juga akan segara dipenuhi. Yakni, melalui penerapan politik industri berbasis industri berat. Di mana negara wajib mengelola langsung dua industri. Yaitu, industri harta milik umum seperti industri BBM; dan kedua, industri yang berhubungan langsung dengan pelaksanaan tanggung jawab negara, seperti industri farmasi dan alat kesehatan.

Kemampuan finansial segera dimiliki negara seiring penerapan sistem ekonomi Islam, khususnya konsep pengelolaan kekayaan negara. Yakni, pelaksanaan anggaran berbasis baitulmal yang bersifat mutlak. Oleh karena itu sudah seharusnya negara dalam hal ini para pejabat dan pemimpin tertinggi dinegri ini menjadi teladan dalam berbagai keadaan. Bahkan sudah selayaknya mencotohi Khilafah yang akan membawa dunia pada puncak kesejahteraan untuk kedua kalinya dengan izin Allah SWT. “Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan diin yang benar agar dimenangkan-Nya atas semua diin. Dan cukuplah Allah sebagai saksi …” (TQS Al Fath[48]: 28). 
Allahu 'allam Bishowwab.

Posting Komentar

1 Komentar

  1. Jazakillah khoir smoga bermanfaat dan berkah.MasyaaAllah Islam sebagai solusi abadi dan komprehensif😇🙏

    BalasHapus