Keegoisan Pemimpin Hanya Akan Menyengsarakan Rakyat

Oleh :  Tutik Indayani (Komunitas Pejuang Pena Pembebasan)

Belum reda penyebaran virus Covid-19 di negeri ini, bahkan data masyarakat yang terinveksi virus ini cenderung meningkat jumlahnya, sehingga pemerintah menetapkan sebagai bencana nasional.

Kurang maksimalnya penanganan penyebaran virus Covid-19 ini menjadi sorotan dari banyak kalangan, yang menyebabkan sampai sekarang penyebaran virus ini tidak dapat dikendalikan.

Dalam keadaan yang masih karut marut ini  secara mengejutkan pemerintah melalui menterinya dan DPR akan tetap melaksanakan pilkada secara serempak.

Hal ini mengacu pada Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2020, yang awalnya akan diadakan pada 23 September 2020 di 270 daerah tingkat propinsi maupun kabupaten/kota,  tetapi ditunda sampai 9 Desember 2020 (cnnindonesia.com).

Menurut Joko Widodo, adanya penundaan pelaksanaan pilkada tersebut disebabkan atas pertimbangan belum meredanya penyebaran virus Covid-19 dan supaya pilkada dapat berlangsung secara demokratis dan berkualitas serta untuk menjaga stabilitas politik dalam negeri.

Senada dengan presiden,  Mahfud MD mengungkapkan pilkada ini tetap dilaksanakan agar kepastian hukum dan roda pemerintahan di Indonesia harus tetap berjalan (Kompas.com).

****

Pilkada serempak akan digelar di 270 wilayah Indonesia, yang meliputi sembilan propinsi, 224 kabupaten dan 37 kota, tidak terkecuali di Jawa Timur, yang menurut data terakhir bahwa wilayah ini sudah menduduki peringkat pertama dalam penyebaran virus Covid-19. 

Menurut data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Desease 2019, kasus baru di Jawa Timur bertambah 518 (Minggu, 12/7/2020). Jadi total 16.658 kasus, yang sembuh 6.341, yang meninggal 1.208 (okezone.com), dan sisanya masih dalam perawatan yang masih belum pasti nasibnya. 

Walaupun data penambahan kasus yang masih relatif meningkat ini dan ini masih menjadi kekhawatiran di tengah-tengah masyarakat, secara tegas Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian merasa optimistis bahwa sejumlah daerah di Jawa Timur dapat menggelar pemilihan kepala daerah (Pilkada).

Mendagri mengapresiasi pemerintah daerah Jawa Timur yang telah mencairkan Naskah Perjanjian Hibah Daerah ( NPHD ), yang dinilainya cukup baik, dengan dibuktikan realisasi anggaran untuk KPUD dan Bawaslu daerah cukup tinggi dengan mencairkan dana yang sudah mencapai 40 persen.

Selaku gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, menjamin pelaksanaan pilkada serentak akan berlangsung aman, tertib dan damai. Selain itu juga akan berjalan sesuai dengan protokol kesehatan. 

****

Ini bukan masalah siap atau tidak siap. Ada dana atau tidak ada dananya, tetapi ini masalahnya berbeda. Apakah ada jaminan bila pilkada ditunda pada bulan Desember, pandemi ini benar-benar berakhir?

Bagaimana dengan para medis yang banyak berguguran karena terpapar virus corona. Apakah mereka kurang menjaga protokol kesehatan?

Atau kita perlu mengingat lagi tentang pelaksanaan pemilu presiden-wakil presiden tahun 2019 yang banyak menelan korban jiwa. Menurut data KPU RI jumlah petugas yang meninggal dunia mencapai 894 dan 5.174 petugas yang menderita sakit akibat kelelahan. 

Bukankah pelaksanaan pemilu 2019 itu sudah ada  dananya yang sangat besar yang mencapai 25 triliun rupiah dan persiapannya yang dilakukan sejak tahun 2017, tetapi masih jatuh korban.

Keadaan yang belum pasti ini, tidak ada jaminan bahwa gelombang kedua penyebaran virus corona ini tidak akan terjadi, seperti yang dialami Jepang, Tiongkok dan Korea Selatan.

****

Melihat kondisi Jawa Timur yang masih tinggi tingkat penyebaran virus Covid-19, pastinya sangat membutuhkan dana yang cukup besar. Bila tetap ngotot akan melaksanakan pilkada, pastinya pihak penyelenggara akan membutuhkan dana tambahan untuk penyediaan protokol kesehatan. Anggaran dana APBN-APBD juga ikut membengkak, apalagi dengan keadaan negara yang memiliki hutang begitu besar, semua itu patut dipertanyakan, ada apa?


Menurut pengamat politik dari Universitas Katolik Widya Mandiri (Unwira) Kupang, Michael Raja Muda Batanoa, menyatakan pelaksanaan pilkada 2020 yang berlangsung ditengah pandemi Covid-19 akan menguntungkan oligarki politik. Termasuk juga petahana dan calon-calon baru yang punya kekuatan uang dan logistik.(elshintha.com) 

Hal yang sama juga disampaikan oleh pengamat politik Universitas Sebelas Maret (UNS) sekaligus mantan ketua KPU Sragen Agus Riewanto, ia menilai dari peserta pilkada, jelas petahana paling diuntungkan. Akhirnya pilkada tidak berjalan dengan adil. Karena dana 90 persen incumbent banyak yang menang, disebabkan kebijakan realokasi anggaran APBD bantuan Covid-19 yang memegang anggaran adalah kepala daerah. Sementara kepala daerah dapat memanfaatkan kebijakan dengan kampanye, (radarsolo,jawapos.com, 1/6/2020).

Peluang untuk terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), semakin banyak, bukan semakin berkurang, ungkap Rizal Ramli (mantan menteri ekonomi).

****

Sebenarnya rakyat sudah banyak yang tidak percaya terhadap partai politik. Dengan banyaknya janji-janji yang tidak satupun ditepati. Slogan demokrasi yang bekerja hanya untuk rakyat itu cuma simbol belaka.
Rakyat merasa kepentingannya selalu diabaikan penguasa.

Penguasa yang duduk dipemerintahan yang didukung oleh partai pemenang ini bekerja bukan untuk rakyat, melainkan bekerja untuk pengusaha yang telah memberikan modal pada saat kampanye.

Inilah yang akan menyuburkan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN),  dalam tubuh pemerintahan yang terbentuk akibat hubungan simbiosis mutualisme antara partai politik dan pengusaha.

Bila penguasa yang diusung pengusaha sukses, pengusaha ini akan mendapatkan imbalan berupa proyek. Begitulah transaksi politik dalam sistem demokrasi kapitalisme.

Cara ini tidak akan ditemui dalam sistem Islam. Walau seorang khalifah dan para pejabat penting berasal dari partai pengusung, setelah berkuasa hubungan penguasa dengan partai pokitik sama dengan yang lain.

Partai politik ini tidak akan merasa sia-sia, karena apa yang dilakukan menjalankan hukum syara', dengan mengantarkan khalifah dan beberapa pejabat untuk menduduki posisi tertentu untuk menerapkan Islam seluruhnya.

Tugas partai juga mengoreksi kebijakan khalifah dan para pejabatnya, jika melakukan penyimpangan hukum syara'.
Karena semua pihak baik penguasa ataupun rakyat, harus tunduk terhadap hukum syara'. Bukan kepentingan pribadi, kelompok atau partai.

Inilah bentuk kedaulatan diatas syara', sehingga tidak akan terjadi tradisi transaksi politik dalam sistem politik Islam.

Ini juga pernah dicontohkan oleh Khalifah Umar bin Khattab, dikutip dari buku Muhammad Husen Haikal. Umar ra. pernah mengirimkan pejabatnya kepada orang-orang Arab pedalaman. Kepada mereka Umar ra. berkata " Perlakukan semua orang ditempat kalian itu sama. Yang dekat seperti yang jauh, yang jauh sepertii yang dekat."
Hati-hati terhadap suap dan menjalankan hukum karena marah. Tegakkan dengan benar, walaupun sehari hanya sesaat".

Bukan itu saja,  Umar ra. menanyakan bagaimana mereka para pejabatnya menggunakan penghasilan untuk diri sendiri dan keluarganya.

Umar juga menghitung kekayaan para pejabatnya sebelum dan sesudah memangku jabatannya. Ada kalanya bila kekayaan itu melebihi batas kewajaran atau tidak sesuai, maka Umar ra. tidak segan-segan merampas kekayaan itu sambil mengatakan, "Kami mengirim kalian sebagai pejabat, bukan sebagai pedagang!"

****

Hanya dengan Islam, kita akan menemukan solusi setiap permasalahan yang ada.

Adakah saat ini kita menemukan pemimpin seperti Khalifah Umar bin Khattab ra, yang bekerja penuh dengan keiklasan dan semua kebijakannya berdasarkan hukum syara'. Dan juga didukung dengan keyakinan aqidah Islamnya yang sangat kuat.

Bukan bekerja mengikuti sekelompok orang atau golongan yang hanya untuk mencari keuntungan belaka.

Dengan menerapkan sistem yang salah yaitu sistem kapitalis, pasti akan melahirkan kebijakan yang salah juga. 

Semakin suburnya korupsi, munculnya lingkaran oligarki disekitar kekuasaan, menghalalkan segala cara agar semua tujuannya tercapai.

Selanjutnya yang menjadi korban rakyat bawah, yang seharusnya dilindungi, dipenuhi segala kebutuhannya. Masihkah percaya dengan sistem kapitalisme?

Wallahua'lam bishshawab

**** 




.

Posting Komentar

0 Komentar