Ketika Nyawa Tergadai Oleh Harta

Oleh : Ummu Taky

Badai belum berlalu, itulah kalimat yang kita ucapkan ketika melihat perkembangan kasus Covid – 19 yang terjadi di negeri ini. Sejak  di umumkan adanya kasus Covid – 19 di Indonesia tanggal 2 Maret 2020 hingga saat ini belum ada tanda – tanda kurva menurun, malah sebaliknya semakin naik. Para ahlipun memprediksi kalau penerapan New Normal ini masih terus berjalan justru dibulan ini Juli, Agustus, September 2020 puncak kasus bisa terjadi.

Hingga Rabu, 8 Juli 2020 pandemi Covid- 19 sudah menginfeksi 68.078 dan jumlah kasus meninggal mencapai 3.359. Kita bisa melihat memang sejak di canangkanya agenda New Normal (Kenormalan baru) oleh PBB tanggal 25 April yang lalu peningkatan jumlah kasus yang terinfeksi semakin tajam baik nasional maupun internasional. Yang di khawatirkan para ahlipun terjadi yakni, pandemi semakin tak terkendali.


Berpotensi kian parah

Sementara itu, pakar kesehatan masyarakat Universitas Airlangga Laura Navika Yamami mengakui meningkatnya kasus Covid – 19 di Indonesia terjadi seiring dengan kapasitas tes yang ikut naik. Menurut data Gugus Tugas Covid-19, total jumlah tes specimen yang sudah dilakukan pemerintah mencapai 946.054. ‘ Selama ini pemeriksaan jumlahnya sedikit, sekarang sudah lebih konsisten, ‘ kata dia.

Namun, Laura menyoroti sejumlah daerah yang mulai melonggarkan Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB )  ditengah meningkatnya pandemi. Menurut dia, kondisi ini berpotensi memperparah peredaran Covid-19 di Indonesia. 
Pergerakan manusia sudah tidak dibatasi, sumber penularan jadi lebih banyak, kata dia  kepada Anadolu Agency. Mengacu pada situasi ini, Laura juga mewanti  - wanti pemerintah untuk meningkatkan fasilitas kesehatan seiring terus menanjaknya jumlah infeksi.


Dilema pemerintah

Pengamat Kebijakan Publik  Khairun  Yanuardi Syukur menyoroti masyarakat Indonesia yang masih senang bepergian dan berkumpul dimasa pandemi. Situasi ini, kata dia membuat tingkat pandemi Covid – 19 masih terus tinggi di ASEAN. Yanuardi mengakui pemerintah menghadapi dilema untuk menerapkan lockdown menginggat kondisi ekonomi kita begitu  lemah.

Maka opsi PSBB diambil sebagai ‘jalan tengah’ di mana terjadi pembatasan social tapi sifatnya fleksibel. Menurut Yanuardi, pemerintah memang belum maksimal bekerja untuk menghentikan pandemic Covid-19.

Video Presiden Joko Widodo yang terlihat marah pada para menteri dalam sidang kabinet pada tanggal 19 Juni lalu menunjukkan banyak para menteri yang tidak serius bekerja.(aa.com.tr/id/berita-ana 8/7/2020 )

Di sisi lain, pemerintah sendiri mengatakan anggaran kesehatan untuk penanganan Covid-19 yang sebesar Rp. 87,55 triliun tidak akan bertambah hinggga akhir tahun. Walaupun kasus Covid-19 saat ini semakin banyak dengan jumlah penambahan perhari mencapai 1.000  kasus.

Pemerintah beranggapan naiknya kasus hanya karena tidak diputusnya rantai sebaran seolah sesuatu yang wajar, bahkan prestasi  pemerintah yang menunjukkan sudah dilakukan tes ke  lebih banyak. 


Betapa tidak bernilainya nyawa

Dari fakta yang ada dan melihat bagaimana pemerintah menanggani kasus Covid -19 ini kita bisa menyimpulkan betapa tidak  bernilanya nyawa di hadapan mereka. Kasus terus naik kematian terus terjadi tapi  seolah dianggap sesuatu yang wajar.

Dengan alasan ketidakmampuan ekonomi pemerintah menangani kasus Covid – 19 kurang serius padahal ini menyangkut keselamatan warga, kelangsungan hidup manusia. Penanganan kasus yang kurang serius juga mengakibatkan sektor pendidikan anak bangsa terhambat. 

Bagaimana tidak, di Indonesia yang mayoritas daerah merah, orange dan kuning sekolah tidak boleh di buka, pembelajaran hanya bisa dilakukan dengan daring. Sementara keluhan dan kendala pembelajaran  daring ada disana sini. Kalau  kondisi pandemi ini tidak segera teratasi, maka semakin banyak nyawa melayang, pendidikan semakin terpuruk, masyarakat semakin stres. Lalu mau dibawa kemana arah bangas ini, bagaimana nasib generasi mendatang ?  


Saatnya kembali kepada tuntunan Ilahi

Sebagai seorang muslim tentu  kita memahami bahwa pandemi Covid-19 ini adalah qodho yang ditetapkan Allah atas manusia, kita harus bisa bersabar menghadapinya. Tapi sebagai seorang muslim kita juga diperintahkan berikhtiar semaksimal mungkin menghadapi setiap  bencana yang menimpa kita.

Islam sebagai sebuah agama yang kaffah, agama yang bisa menyesaikan segala permasalahan manusia harusnya dijadikan solusi untuk mengakhiri pandemi ini. Agama yang berasal dari Al Kholiq Al Muddabir pencipta, pengatur alam raya yang maha Pengasih dan Penyayang. Yang dengan Islam kaffah kebahagian manusia dunia akhirat akan didapatkan.

Tapi, dengan kenyataan yang ada manusia bukanya malah tersadar dan kembali pada aturan penciptaNya. Manusia lebih mengandalkan akal dan nafsunya untuk menyelesaikan masalah yang menerpa. Pertimbangan ekonomi atau materi sangat kental terlihat lebih diutamakan daripada menjaga kelangsungan hidup manusia dan peningkatan kualitasnya.

Penerapan sistem kapitalis, ideologi yang menomer satukan materi atau kapital yang bersumber dari akal dan hawa nafsu manusia lebih di banggakan. Akan sampai kapan  pandemi  ini berakhir kalau materi lebih diutamakan ?  Apakah menunggu nyawa semakin banyak meninggal dan terus melayang ? 

Jika memang pemerintah tulus bermaksud mengakhiri pandemi dan menyejahterakan negeri ini, maka jalan satu – satunya adalah segera mengakhiri semua agenda kapitalis barat dan juga hegemoninya khususnya ‘ New Normal ‘. Hal ini jelas membutuhkan sebuah sitem yang agung yang paripurna menyesaikan segala permasalahan manusia yaitu Islam kaffah. 

Sebuah Negara pelindung yakni Khilafah. 
Sejak Rosulullah SAW diutus. Masyarakat yang mampu melahirkan para penguasa yang amanah serta empati yang tinggi, hanya ditemukan dalam masyarakat yang menerapkan sistem Islam saja. Kita mengenal Khulafaur Rasyidin yang terkenal dengan kebaikanya, keberanianya, dan ketegasanya dalam  membela Islam. Membela kaum Muslimin serta melindungi rakyatnya.

Ketika kita membaca sejarah Kekhilafahan. Setidaknya selama kurun 1.400 tahun memimpin. Sepanjang masa kekhilafahan punya kepedulian yang luar biasa pada rakyatnya. Hal ini karena Islam sangat mendorong agar para pemimpin / penguasa selalu bersikap amanah dan tidak dzalim terhadap rakyatnya. 

Rosulullah SAW bersabda, ‘ Sesungguhnya seburuk – buruk pemimpin adalah al- Hathamah ( mereka yang mendzalimi rakyatnya dan tidak menyayangi mereka ) (HR. Muslim).
Sayangnya pemimpin yang rasa peduli yang tinggi pada nasib rakyat dan bangsanya tidak akan lahir dari sistem kapitalis demokrasi, ia hanya akan lahir dari  sistem Islam di bawah naungan Daulah Khilafah Islam.  
 Allahu ‘Alam bi  As showab

Posting Komentar

0 Komentar