Komersialisasi Tes Kesehatan Corona Di Tengah Pandemi

Oleh : Heni Andriani (Ibu Pemerhati Umat dan Member AMK)

Harga nyawa di negeri ini sungguh tidak dihargai dan murah bahkan melebihi kehilangan hewan. Korban akibat wabah Covid 19 saja terus berjatuhan tetapi tidak sedikit pun membuat penguasa negeri ini terenyuh untuk segera menghentikan pandemi yang terus menelan korban. Bahkan di tengah pandemi berbagai kebijakan dikeluarkan sedikit pun tidak memberi solusi justru menambah masalah baru. 

Salah satu masalah yang kini harus diterima oleh masyarakat adalah mahalnya biaya tes virus corona. Ironisnya akibat biaya mahal tes corona telah menelan korban yang menyayat hati. Seorang ibu di Sulawesi Selatan telah kehilangan anaknya akibat tidak mampu membayar biaya swab sebesar 2,4 juta. Padahal kondisinya saat itu membutuhkan suatu tindakan cepat untuk dilakukan operasi kehamilan. (BBC. Com 19/6/2020) 

Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia  (YLKI) Tulus Abadi, menjelaskan tingginya harga tes Covid-19 dikarenakan pemerintah belum menetapkan Harga Eceran Tertinggi  (HET). Pihaknya menerima banyak laporan dari masyarakat tentang mahalnya harga rapid test, PCR dan swab test. Dimana seharusnya pemerintah terutama Kementerian Kesehatan menetapkan HET rapid tes.  Sehingga konsumen tidak menjadi objek pemerasan dari oknum dan Lembaga Kesehatan tertentu dengan mahalnya rapid tes tersebut . (kompas.com, 20/06/2020)

Untuk melakukan tes virus corona sekitar biaya yang dikenakan  rapid tes mulai dari Rp 200.000 hingga Rp 500.000, sedangkan untuk swab tes (alat PCR) antara Rp 1,5 juta hingga Rp 2,5 juta, belum termasuk biaya-biaya lain.

Melihat kondisi tersebut pengamat kebijakan publik mendorong agar menggratiskan biaya tes virus corona. Apalagi di masa pandemi sekarang ini banyak masyarakat yang mengalami kesulitan hidup. 

Inilah gambaran hidup di sistem demokrasi kapitalis yang menyengsarakan rakyat. Berbagai kesulitan hidup akan terus dihadapi karena penguasa tidak memberikan jaminan kebutuhan pokok hidup masyarakat dalam hal ini kesehatan. Kesehatan yang menjadi kebutuhan pokok kian dikomersilkan di tengah kesulitan hidup. Berbagai dalih pun dilakukan karena penyediaan alat kesehatan yang memadai sangat mahal maka tidak aneh maka pihak rumah sakit banyak yang memanfaatkan kondisi ini. 

Ini pula menjadi bukti abainya penguasa dimana yang seharusnya fokus mengurusi urusan umat terutama saat pandemi melanda . 

Semestinya negara ini jauh lebih bisa memberikan jaminan kesehatan gratis dan berkualitas untuk seluruh rakyat. Yang diperlukan hanyalah kemauan dan komitmen politik serta sungguh - sungguh pemerintah untuk memelihara kemaslahatan rakyat.


Jaminan Kesehatan Dalam Islam

Kebutuhan akan pelayanan kesehatan dalam Islam menjadi tanggung jawab negara. Rumah sakit, klinik dan fasilitas kesehatan lainnya merupakan fasilitas umum yang diperlukan dalam oleh kaum muslim dalam terapi pengobatan dan kesehatan. 

Dengan demikian pelayanan kesehatan termasuk bagian dari kemaslahatan dan fasilitas umum yang harus dirasakan oleh seluruh rakyat. Semua itu harus dijamin oleh negara sebagai bentuk pelayanan negara. 

Imam Muslim meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw.pun dalam kedudukan sebagai Kepala negara pernah mendatangkan dokter untuk mengobati salah satu warganya, yakni Ubay. Saat Nabi saw. mendapatkan hadiah dokter dari Muqauqis, Raja Mesir, beliau pun menjadi dokter itu sebagai dokter umum bagi seluruh warganya. 

Semua pelayanan kesehatan dalam Islam tidak diskriminasi dan diberikan secara gratis dan merupakan kebutuhan pokok rakyat. Jaminan kesehatan dalam Islam memiliki tiga sifat diantaranya :

1. Berlaku umum tanpa diskriminasi dalam artian tidak ada strata sosial dalam pelayanan kesehatan. 

2.Bebas biaya artinya rakyat tidak dipungut biaya apapun untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Hal ini sangat jauh berbeda dengan sistem kapitalis menggunakan asuransi bahkan terjadi penolakan terhadap pasien saat tidak memiliki biaya hingga akhirnya nyawa pun melayang karena tidak ada uang. 

3.Akses kemudahan dalam dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. 

Pemberian jaminan kesehatan seperti itu tentu membutuhkan dana yang cukup besar. Dana-dana tersebut akan didapatkan dari pemasukan yang ditentukan oleh syariat. Diantaranya dari hasil kekayaan umum termasuk hutan, berbagai macam barang tambang, minyak dan gas dan sebagainya. Fa'i, unsur, Khazraj, jizyah, ghanimah, dari hasil pengelolaan harta milik negara merupakan bagian dari pemasukan negara. 

Semua itu akan cukup untuk bisa memberikan pelayanan kesehatan secara memadai dan gratis untuk seluruh rakyat dengan kualitas terbaik yang diberikan oleh negara. Ini merupakan gambaran pelayanan kesehatan yang diberikan manakala Islam jaya. 

Indonesia pun bisa melakukan hal tersebut jika menerapkan sistem Islam secara kafah. Apalagi kekayaan alam Indonesia yang melimpah ruah sangat mudah untuk menjamin kesehatan seluruh rakyat. Tinggal nunggu apakah kita mau diatur oleh Islam ataukah terus menerus hidup dalam kungkungan sistem Kapitalisme yang menyengsarakan rakyat. 

Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Posting Komentar

0 Komentar