Oleh : Tri Nuriani (Aktivis Dakwah)
Uji tes Covid-19 baik melalui rapid maupun swab test dituding telah "dikomersialisasikan". Tingginya biaya tes disebut telah menelan korban di masyarakat. Seorang ibu di Makassar, Sulawesi Selatan, dilaporkan kehilangan anak di dalam kandungannya setelah tidak mampu membayar biaya swab test sebesar Rp 2,4 juta. Padahal, kondisinya saat itu membutuhkan tindakan cepat untuk dilakukan operasi kehamilan. Pengamat kebijakan publik mendorong pemerintah untuk menggratiskan biaya tes virus corona. Kalaupun tidak memungkinkan, pemerintah dinilai perlu melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap harga tes Covid-19 sehingga terjangkau oleh semua lapisan masyarakat (Kompas.com 19/6/2020).
Asosiasi Rumah Sakit Swasta menjelaskan bahwa adanya biaya tes virus corona karena pihak RS harus membeli alat uji dan reagen sendiri, dan membayar tenaga kesehatan yang terlibat dalam uji tersebut. Biaya rapid test mulai dari Rp 200.000 hingga Rp 500.000, sedangkan untuk swab test (alat PCR) antara Rp 1,5 juta hingga Rp 2,5 juta, belum termasuk biaya-biaya lain. "Ibu Ervina ditolak tiga rumah sakit karena biaya rapid dan swab test-nya tidak ada yang menanggung, sehingga di RS terakhir anak dalam kandungannya meninggal," kata pendamping Ervina dan juga aktivis perempuan, Alita Karen, Rabu (17/6/2020).
Ibu hamil termasuk dalam kelompok rentan yang membutuhkan perlakuan khusus sehingga dibutuhkan tindakan cepat saat kondisi darurat."Beruntung bagi mereka yang ekonomi baik karena bisa dapat fasilitas terbaik di RS mahal, tapi bagaimana dengan ibu-ibu yang ekonomi kurang, harus bekerja, dan hamil pula? Mereka itu harus diperhatikan agar jangan sampai ada Ervina, Ervina lainnya". Selain itu, Alita juga meminta kepada pemerintah, khususnya unit layanan kesehatan terkecil yaitu puskesmas, untuk proaktif mendata, mengontrol, dan membantu para ibu hamil sehingga tidak lagi terjadi apa yang dialami Ervina yang sedang hamil tua, tetapi harus pergi ke tiga RS berbeda dan ditolak.
"Komersialisasi" tes virus corona yang dilakukan rumah sakit swasta akibat dari lemahnya peran pemerintah dalam mengatur dan mengawasi uji tes ini. Banyak RS saat ini yang memanfaatkan seperti aji mumpung dengan memberikan tarif yang mahal dan mencari keuntungan sebesar-besarnya. Itu akibat dari tidak ada aturan dan kontrol dari pemerintah.
Namun saat ini pemerintah seakan abai dalam pengontrolan kasus covid ini dengan menetapkan aturan new normal. Akibatnya rakyat mulai bebas diluar untuk melakukan kegiatannya lagi dan bertampah pula orang yang positif terinfeksi virus ini.
Seharusnya sebuah negara layaknya perisai bagi rakyatnya. Ia bertanggung jawab atas keselamatan rakyat. Juga berkewajiban memastikan kebutuhan kesehatan mereka tercukupi. Apalagi di masa pandemi seperti ini, negara harus berperan lebih giat lagi. Bukan justru menjadikan kasus ini ladang untuk kegiatan komersil, rakyat lagi yang jadi korbannya.
Sungguh tidak etis bagi pengurus hajat rakyat yang justru mengorbankan rakyat demi para kapitalis. Maka hal yang wajar dalam negara kapitalis tidak ada pemberian jaminan apa pun pada rakyatnya. Karena tugas dan fungsi negara hanya sebagai wasit bagi rakyatnya. Negara baru bertindak jika ada masalah. Jaminan diberikan sebagai bentuk tambal sulam dari kebobrokan sistem kapitalisme.
Di sisi lain, negara juga hanya berperan sebagai regulator, yang mengatur agar terjadi keselarasan antara kepentingan rakyat dan kepentingan pengusaha. Rakyat dibiarkan secara mandiri mengurus seluruh urusannya. Sudah seharusnya negara melindungi setiap jiwa rakyatnya dengan berbagai cara, jangan lagi ada korban dari kaum ibu dan anak karena dikomersialkannya tes corona. Harapan terbesar tentu kita tujukan pada sistem Islam. Karena negara yang menerapkan Islam takkan tega menghilangkan nyawa manusia demi keuntungan apa pun.
Memang hanya sistem Islamlah yang mampu menyelesaikan masalah ini. Karena Islam terlahir untuk menyelamatkan manusia dunia dan akhirat. Islam adalah seperangkat tuntunan hidup yang langsung dibuat oleh Pencipta manusia, yaitu Allah SWT. Sehingga, ketika manusia mengalami masalah, Islam pun punya solusinya.
Seorang pemimpin dalam Islam (Khalifah) akan bertanggung jawab penuh demi kemaslahatan rakyatnya karena takut akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Rasulullah Saw. bersabda, “Imam (Khalifah) adalah raa’iin (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Bukhari).
Wallahu a'lam bishowab.
0 Komentar