Oleh : Siti Masliha, S.Pd (Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
Tidak terasa tahun ajaran baru 2020/2021 sudah dimulai. Sudah menjadi tradisi di negeri ini, kenaikan kelas menjadi suatu uforia tersendiri bagi murid-murid. Segala perlengkapan sekoleh dipersiapkan dengan riang gembira. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) resmi merilis jadwal masuk sekolah tahun ajaran baru 2020/2021. Kemendikbud memutuskan tahun ajaran baru 2020/2021 dimulai pada 13 Juli 2020.
Meski demikian, kegiatan tatap muka hanya diperbolehkan untuk wilayah dengan status zona hijau dengan sejumlah syarat. Plt Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah Kemendikbud, Hamid Muhammad, mengungkapkan alasan dimulainya kegiatan belajar pada bulan Juli 2020.
“Kenapa Juli? Memang kalender pendidikan kita dimulai minggu ketiga bulan Juli dan berakhir Juni. Itu setiap tahun begitu," kata Hamid. (Trubunnews.com selasa 07/07/2020)
Jika sekolah bulan Juli mendatang dipaksakan tatap muka, maka akan dikhawatirkan terjadi lonjakan pasien corona. Pasalnya pandemi corona yang terjadi di negara kita belum ada tanda-tanda mereda. Hal ini sebagaimana Seol Korea Selatan. Lebih dari 200 sekolah di Korea Selatan terpaksa ditutup hanya beberapa hari setelah mereka dibuka kembali, karena ada lonjakan kasus virus corona. Sekitar 56 kasus baru Covid-19 dilaporkan dalam 24 jam terakhir, yang terjadi di dekat daerah dengan penduduk padat. Sebagian besar kasus baru terkait dengan pusat distribusi di Bucheon, di sebelah barat ibu kota Seoul. (BBCNewsIndonesia 28/05/2020)
Sejumlah pihak meminta kepada pemerintah untuk memperpanjang masa belajar di rumah sampai akhir tahun. Perpanjangan masa sekolah di rumah ini otomatis akan memperpanjang peran ganda seorang ibu, yaitu sebagai ibu dan guru di rumah. Peran ganda tidak menutup kemungkinan adanya kendala ketika ibu menjadi guru di rumah.
Pembelajaran on line atau daring yang dilakukan selama masa pendemi ini membutuhkan sejumlah fasilitas yang memadahi. Fasilitas tersebut misalnya smart phone atau laptop, jaringan kuota internet yang tinggi. Tidak semua ibu memiliki fasilitas tersebut, salah satu kendalanya adalah keterbatasan ekonomi. Banyak ibu-ibu yang mengeluh karena tidak terpenuhinya fasilitas tersebut. Hal ini menyebabkan pembelajaran di rumah sedikit terganggu. Permasalahan ini harus menjadi perhatian pemerintah dan pihak sekolah. Jangan sampai hanya mengejar target kurikulum namun tidak memperhatikan fasilitas. Untuk meminimalisir permasalahan ini, pihak sekolah bisa berkomunikasi dengan orang tua. Agar permasalahan ini bisa diselesaikan dengan baik dan kegiatan belajar di rumah bisa berjalan dengan lancar.
Selain fasilitas tingkat pendidikan ibu juga mempengaruhi pembelajaran di rumah. Tidak semua ibu yang ada di negeri ini mengenyang pendidikan yang layak. Tingkat pendidikan ibu menjadi kendala dalam proses pembelajaran di rumah. Mata pelajaran di sekolah menuntut para ibu untuk bisa mengajarkan pada anak-anaknya. Kita bisa banyangkan jika seorang ibu dengan anak yang lebih dari dua orang. Selain itu jenjang pendidikan (SD, SMP, SMA) anak-anaknya berbeda-beda. Hal ini dapat membuat seorang ibu menjadi "stres" dalam mengajari anak-anaknya karena keterbatasan ilmu dan pengetahuanya.
Selain kendala-kendala di atas, kapitalisme yang dianut oleh negara kita telah menuntut seorang ibu untuk bekerja di luar rumah. Hal ini adalah sebuah tuntutan bagi seorang ibu karena penghasilan suami tidak tercukupi untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Jam kerja ibu diluar yang cukup panjang. Hal ini membuat seorang ibu harus pintar membagi waktu antara bekerja dan mengajar anak-anaknya di rumah.
Kendala-kendala di atas harus mendapat perhatian yang serius dari pemerintah dan harus segera diselesaikan. Jangan sampai hanya mengejar target kurikulum namun target pembelajaran tidak sampai. Selain itu jangan sampai kendala-kendala di atas memberikan efek samping bagi seorang ibu. Ibu menjadi “stress” karena terbenani target kurikulum yang harus selesai. Inilah realitas pendidikan sekuler saat ini. Hanya mengejar target terselesaikannya kurikulum namun out put peserta didik tidak diperhatikan.
Kita bisa saksikan out put pendidikan sekuler saat ini, mereka minim keimanan namun besar sensasi. Selain itu pendidikan sekuler telah menuntun anak menjadi orang-orang yang permissive (budaya serba boleh). Cairnya norma agama merupakan akibat dari pola dan orentasi pendidikan yang salah. Kemudian lahir generasi-generasi “brengsek” yang jauh dari norma kemanusiaan. Hura-hura, seks bebas, aborsi pergaulan bebas dan lain sebagainya dilakukan oleh pelajar semakin menjadi-jadi. Ini out pendidikan sekuler saat ini.
Mengembalikan Peran Ibu Sebagai Guru Pertama dan Utama
Menjadi seorang ibu bukanlah hal yang mudah. Peran ibu tidak hanya membesar anak-anaknya. Namun yang paling penting adalah mendidik anak-anaknya menjadi generasi sholeh pengisi peradaban mulia. Peran ini membutuhkan kerjasama dari seluruh pihak, baik keluarga, suami dan negara.
Penaman aqidah adalah hal yang wajib dilakukan oleh seorang ibu kepada anak-anaknya. Aqidah adalah pondasi keimanan yang akan dibawa anak dalam mengarungi samudra kehidupan hingga akhir hayat. Selain itu Aqidah ini akan menjadi proteksi bagi anak dalam menghadapi berbagai pemikiran kufur yang berkembang di masyarakat. Halal-haram akan menjadi tolak ukur dalam menentukan sikapnya. Hal ini sebagaimana dilakukan Lukman dalam mendidik anaknya. Lukman adalah sosok teladan bagi orang tua dalam mendidik anak. Pertama kali yang dilakukan oleh Lukman dalam pendidikan anaknya adalah penanaman aqidah. Hal ini sebagaimana di dalam al quran surat: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, pada waktu ia memberi pelajaran kepadanya, ‘Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” [QS. Luqman 13]
Selain pondasi keimaan, pembiasaan pelaksanaan hukum Allah dan akhlaq yang baik harus ditanamkan sejak dini oleh seorang ibu. Pembiasan sejak dini ini antara lain sholat lima waktu, menutup aurat, berkata-kata sopan, dan lain sebagainya. Pembiasaan ini melatih anak agar kelak dia sudah baligh (terbebani hukum) tidak berat dalam melaksanakan hukum-hukum Allah. Hal ini sebagaimana Hadits Rasulullah SAW: “Suruhlah anak kalian shalat ketika berumur 7 tahun, dan kalau sudah berusia 10 tahun meninggal-kan shalat, maka pukullah ia. Dan pisahkanlah tempat tidurnya (antara anak laki-laki dan anak wanita).”
Manamkan jiwa pejuang bagi anak adalah tugas selanjutnya dari seorang ibu. Seorang ibu hendaknya menamkan jiwa pejuang kepada anak-anaknya sejak dini. Karena anak-anak kitalah yang akan menjadi pemimpin masa depan. Selain itu harapannya kelak anak-anaknya menjadi pejuang yang akan membela dan memperjuangkan agama Islam hingga tegak kembali. Hal ini bisa dilakukan dengan cara membacakan cerita pahlawan Islami. Jika anak sudah bisa membaca maka anak bisa membaca sendiri kisah pahlawan Islami. Selain itu ibu melibatkan anak-anaknya dalam aktivitas dakwah Islam secara langsung.
Selain peran orang tua terutama seorang ibu, peran negara juga sangat penting bagi pendidikan anak. Tidak mungkin terbentuk kesholehan anak hanya dari seorang ibu. Karena anak juga makhluk sosial yang buruh interaksi dengan dunia luar. Ada dua peran negara dalam membentuk kesholehan anak, yaitu penerapan kurikulim yang berdasarkan aqidah Islam dan penerapan hukum Islam secara Kaffah (sempurna).
Islam meletakkan prinsip kurikulum, strategi dan tujuan pendidikan berdasarkan Aqidah Islam. Pada aspek ini diharapkan terbentuk sumber daya manusia yang terdidik dengan aqliyah Islamiyah (pola berfikir islami) dan nafsiah Islamiyah (pola sikap yang islami). Pendidikan harus diarahkan pada pengembangan keimanan, sehingga melahirkan amal sholeh dan ilmu yang bermanfaat.
Selain kurikulum berbasis aqidah Islam penerapan hukum Islam secara Kaffah adalah yang tak kalah penting. Penerapan hukum Islam secara Kaffah hanya bisa dilakukan oleh negara Islam (daulah islamiyah). Tujuan dari penerapan hukum Islam ini adalah sebagai konsekuensi keimanan dari Allah SWT. Selain itu penerapan hukum Islam adalah memproteksi ide-ide kufur yang akan meracuni pemikiran anak-anak. Negara juga akan memberikan sanksi yang tegas bagi oknum-oknum yang melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh syariat Islam.
0 Komentar