Pimpinan Gagal, Bawahan Jadi Tumbal

Oleh : Eka Fitri (Muslimah Revowriter)

Presiden harusnya jadi sosok pemimpin. Bukan pimpinan. Pemimpin akan memilih berjuang bersama. Dan mengambil tanggung jawab secara penuh. Sedangkan pimpinan hanya menanti hasil. Dan mengoreksi ketika ada yang salah. Inilah sosok presiden yang tercipta dari sistem kapitalis. Memposisikan dirinya sebagai pimpinan negara. Yang dengan mudah menyalahkan dan mengganti tim. Ketika banyak kritik tercipta.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta para menteri membuat kebijakan luar biasa (extraordinary) untuk menangani krisis akibat pandemi Covid-19. Jika para menteri membuat kebijakan biasa saja seperti kondisi normal maka Jokowi mengancam akan merombak kabinet (reshuffle). Kinerja sejumlah sektor mendapat sorotan. Saat berpidato membuka sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta, 18 Juni lalu, Jokowi mengungkapkan kekecewaannya terhadap kinerja sejumlah bawahannya. "Saya harus ngomong apa adanya, tidak ada progres signifikan (dalam penanganan krisis akibat Covid-19). Tidak ada," kata Jokowi dalam video sidang kabinet tersebut yang baru diunggah Sekretariat Presiden di akun Youtube resminya, Minggu (28/6). (news.detik.com)

Menurut Jokowi, kondisi sejak tiga bulan lalu dan setidaknya tiga bulan ke depan dalam suasana krisis. Ia merujuk pada proyeksi pertumbuhan ekonomi yang dibuat beberapa lembaga internasional belum lama ini. "OECD bilang pertumbuhan ekonomi (dunia) terkontraksi 6% bisa sampai 7,6% minusnya. Bank Dunia (proyeksi ekonomi dunia) bisa minus 5%." Karena itu, Jokowi meminta para menteri memiliki sense of crisis yang sama dalam menangani kondisi tersebut. "Jangan biasa-biasa saja, jangan anggap normal," katanya. (katadata.co.id)

Bijakkah di saat seperti ini menyalahkan? Bukannya mereka satu tim. Keputusan puncak ada di Beliau. Tanggung jawab terbesar ada di Beliau. Dan harusnya penyumbang ide terbesar, penggerak terhebatnya adalah Beliau. Jika sekarang terkesan tidak ada hasil. Maka, beliaupun punya andil besar dalam ketidakberhasilan penanganan Covid-19 ini.

Dari awal penanganan, ekonomi jadi pertimbangan utama. Terus meningkatnya korban, tak jadi pembahasan. Bahkan sampai sekarang 6 Juli 2020 jumlah positif mencapai 64.958. Dan curva masih belum landai. Tetapi new normal sudah diberlakukan sejak PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dilonggarkan. Dan hasilnya, tetap saja ekonomi sekarat. 
Selain kurangnya senses of crisis, Presiden juga mempersoalkan belanja kementerian yang belum memuaskan. "Laporannya masih biasa-biasa saja. Segera belanjakan sehingga konsumsi akan naik dan peredaran uang akan makin banyak," katanya.

Ada beberapa sektor yang mendapat sorotan. Pertama, bidang kesehatan dengan anggaran Rp 75 triliun. Jokowi mengkritik penggunaan anggarannya baru sekitar 1,53%. "Pembayaran dokter, tenaga spesialis keluarkan. Belanja peralatan keluarkan. Dengan begitu, uang beredar di masyarakat tersebut dapat memicu aktivitas perekonomian. Kedua, bantuan sosial ke masyarakat. "Ini harusnya 100% sudah disalurkan. Ketiga, sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Segera stimulus ekonomi bisa masuk ke usaha kecil mikro, mereka tunggu semuanya. Jangan biarkan mereka mati dulu, baru kita bantu," kata Jokowi.

Menanggapi pidato presiden, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kebijakan stimulus fiskal untuk penanganan COVID-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) menghadapi 'musuh baru'. Permasalahan ini terjadi di level operasional dan proses administrasi. "Kondisi ini terjadi mengingat stimulus ini baru awal dan akan dilakukan perbaikan untuk percepatan," kata Sri Mulyani dalam webinar di Jakarta, Sabtu (27/6) 

Untuk program kesehatan senilai Rp87,55 triliun misalnya. Penyerapannya baru 4,68 persen atau sekitar Rp4,04 triliun. Ini terjadi karena masih terjadi gap antara realisasi keuangan dan fisik. Perlindungan sosial senilai Rp203,9 triliun, realisasinya mencapai 34,06 persen atau sekitar Rp69,48 triliun. Ini terjadi karena pelaksanaan Kartu Prakerja dan BLT dana desa yang belum efektif.

Untuk program UMKM senilai Rp123,46 triliun, realisasinya mencapai 22,74 persen atau Rp28 triliun, yang telah dimanfaatkan untuk subsidi bunga KUR maupun non KUR serta penempatan dana di bank Himbara. Untuk pembiayaan korporasi senilai Rp53,57 triliun, insentif ini bahkan belum terserap sama sekali, karena masih membutuhkan penyelesaian skema dukungan dan regulasi serta infrastruktur pendukung untuk operasionalisasi.(idn.times.com)

Melihat jawaban dari Sang Menteri.  Masalahnya bukan dari personal. Namun dari sistem ekonomi yang dipakai. Lalu apakah reshuffle akan menjadi solusi? Jika sistem ekonomi kapitalis ini masih dipertahankan. Mau di reshuffle ratusan kalipun tidak akan memberikan keberhasilan. Sistem buatan manusia ini. Takkan memberi solusi untuk negara. Karena memang dirancang hanya untuk mengayomi para kapitalis. Dan mengisi perut segelintir penguasa.

Solusinya adalah ganti sistem. Karena hanya sistem buatan Alloh SWT. Yang mampu menjadi solusi bagi seluruh permasalahan kehidupan manusia.
Dan akan melahirkan sosok pemimpin yang hebat. Pemikirannya visioner. Dan geraknya luar biasa. Bertanggung jawab penuh terhadap pekerjaan timnya. Bukan sekedar menyalahkan dan merasa kecewa. Namun, hadirnya memberi solusi terbaik. Dengan dasar hukum Syara’ yang telah Alloh SWT tetapkan. 

Mari kita perhatikan bagaimana pemimpin negara islam menghadapi wabah. Selama wabah ‘Amwas, setidaknya ada 4 kebijakan Umar bin Khattab dalam menghadapi wabah Tha’un.
Pertama, Umar bin Khattab lebih mengedepankan musyawarah. Dengan pemimpin-pemimpin Syam terkait menghadapi pandemi. Tegas dalam mengambil kebijakan.Yang diyakini itu adalah benar. Dapat menyelamatkan umat. Sekalipun berbeda pandangan dengan Abu Ubaidah. Beliau tetap memberikan arahan dan masukan bergizi. Tanpa merendahkan Abu Ubaidah. Perhatikanlah bagaimana Sang khalifah memuliakan para pemimpin Syam.
Kedua, Sayyidina Umar mengambil kebijakan. Tidak memasuki daerah yang terjangkit wabah dan kembali ke Madinah. Artinya kebijakan ini sangat sesuai dengan dengan sistem lockdown atau isolasi atau karantina wilayah karena pandemi virus.
Ketiga, Amir al-Mukminin Umar menerima keputusan bawahannya Amru bin ‘Ash tatkala waktu-waktu mendesak. Artinya bahwa Umar menerima segala kebijakan selama itu bermanfaat untuk manusia, tanpa ada kepentingan sepihak. Tanpa menyalahkan atau apalagi menyampaikan kekecewaan.
Keempat, Umar bin Khattab berangkat dari Madinah menuju ke Syam untuk melihat keadaan wilayahnya. Membersamai keluarga-keluarga korban. Memberikan bantuan, membagikan harta selama wabah dan setelahnya. Karena pasti akan terjadi kemerosotan ekonomi. Dan juga memberikan motivasi ruhani.
WaLlahu'alam bishshowwab

Posting Komentar

0 Komentar