Zonasi Dan Sistem Pendidikan Dalam Islam

Oleh : Desliyana, A.Md (Penulis Muslimah Ideologis)

Dikutip dari Wikipedia, sistem zonasi adalah sebuah sistem pengaturan proses penerimaan siswa baru sesuai dengan wilayah tempat tinggal. Sistem tersebut diatur dalam Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018 dan ditujukan agar tak ada sekolah-sekolah yang dianggap sekolah favorit dan non-favorit. 

Sistem zonasi yang dilakukan pada dasarnya memiliki tujuan. Pertama, memeratakan akses pendidikan. Kedua, mendekatkan lingkungan sekolah dan lingkungan keluarga. Ketiga, menghapuskan eksklusivitas dan diskriminasi. Keempat, membantu analisis perhitungan kebutuhan guru dan distribusinya. Kelima, mendorong kreativitas guru. Keenam, membantu pemerintah daerah dalam memberikan bantuan. 

Adapun PPDB merupakan akronim dari Penerimaan Peserta Didik Baru. Seiring dengan kemajuan teknologi yang dimiliki saat ini, maka beberapa tahun terakhir PPDB dilakukan secara online. Namun PPDB online ini baru dilaksanakan di beberapa wilayah saja.

Menyikapi sistem zonasi PPDB yang dilakukan maka ada perbedaan antara zonasi PPDB 2019 dan 2020. Hal tersebut berkaitan dengan jumlah kuota penerimaan siswa dari jalur zonasi. Pada tahun 2019, kuota penerimaan siswa dari jalur zonasi sebesar 80 persen dari 100 persen. Namun untuk tahun 2020, jumlah kuota penerimaan siswa dari jalur zonasi menurun menjadi 50 persen dari 100 persen. Pengurangan kuota tersebut berpengaruh kepada penerimaan jalur lainnya seperti kuota jalur prestasi. Penerimaan kuota jalur prestasi menjadi meningkat dari tahun sebelumnya hanya 15 persen maka tahun 2020 menjadi 30 persen (Mamikos.com, 13/1/2020).

Selain dari jalur zonasi, PPDB dapat dilakukan melalui beberapa jalur. Pertama, jalur prestasi. Jalur prestasi hanya diperuntukan untuk peserta didik jenjang SMP dan SMA saja. Hal ini dilihat dari nilai hasil Ujian Nasional atau Ujian Sekolah. Kedua, jalur afirmasi. Jalur afirmasi ditujukan untuk peserta didik yang kurang mampu. Ketiga, jalur perpindahan tugas orang tua atau wali.

Sistem zonasi PPDB selalu menuai kontroversi tiap tahunnya. Baru-baru ini Komisi Nasional Perlindungan Anak meminta PPDB di DKI Jakarta dibatalkan dan diulang kembali. Pasalnya Dinas Pendidikan DKI Jakarta menerapkan zonasi dengan syarat usia. Hal ini dinilai bertentangan dengan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 (VIVAnews, 28/6/2020). Zonasi dengan syarat usia membatasi anak-anak yang berprestasi namun memiliki usia muda untuk bersekolah.

Kisruh sistem zonasi pada PPDB yang terjadi sejatinya tidak terlepas dari kurangnya pemerataan persebaran sekolah. Infrastruktur yang tidak memadai sehingga sistem zonasi menuai permasalahan dalam penerapannya. Ketersediaan sarana dan prasarana yang layak, mudah dijangkau dan tidak diskriminatif harus menjadi perhatian pemerintah. Bahkan tenaga pengajar yang profesional harus benar-benar menjadi prioritas utama. Pendidikan yang berkualitas benar-benar terdistribusi merata keseluruh jenjang pendidikan baik itu pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan lanjutan tanpa terfokus pada sekolah-sekolah tertentu saja. Sehingga tak akan ada lagi sekolah favorit atau non-favorit. 

Sebab, pendidikan menjadi tanggung jawab pemerintah secara penuh. Mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan merata adalah hak seluruh warga negara tanpa memandang jenis kelamin, status sosial, agama dan sebagainya. 


Pendidikan Di Dalam Islam

Pendidikan di dalam Islam tak perlu menggunakan sistem zonasi baik karena jarak dengan sekolah, jalur prestasi, jalur afirmasi maupun jalur lainnya. Sebab dalam Islam pendidikan adalah tanggung jawab pemerintah sepenuhnya dan ini merupakan kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi oleh negara. Sehingga negara mempersiapkan fasilitas pendidikan dengan kualitas dan kuantitas yang memadai. Berlimpahnya tempat-tempat pendidikan seperti sekolah dengan kualitas terbaik yang diberikan oleh negara memberi ruang kepada seluruh warga negara untuk memilih sekolah sesuai dengan minat dan bakatnya.

Dalam Islam, pendidikan sekolah memiliki tujuan yang jelas. Adapun tujuan pendidikan sekolah di dalam Islam adalah sebagai berikut:
Pertama, membangun kepribadian Islam, pola pikir dan pola sikap yang Islami. Hal ini dilakukan dengan cara penyempurnaan pembinaan. Kedua, mendidik dengan keterampilan dan pengetahuan agar mampu berinteraksi dengan lingkungan. Ketiga, mempersiapkan anak didik untuk memasuki perguruan tinggi dengan mempelajari berbagai ilmu dasar yang diperlukan.

Selain tujuan tersebut, Islam mengatur jenjang pendidikan secara terperinci. Pengelompokan jenjang atau marhala pendidikan di dalam Islam selalu menitikberatkan perhatian kepada fakta yang terjadi pada diri anak didik. Anak didik akan dilihat apakah masih tergolong anak-anak yang belum baligh atau kah sudah dewasa/baligh. Hal ini akan berhubungan erat dengan pengajaran dan pendidikannya di sekolah. Juga akan menjadi dasar pengaturan hubungan sesama manusia dan hubungan lainnya sesuai dengan hukum-hukum Islam.

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

وَاِ ذَا بَلَغَ الْاَ طْفَا لُ مِنْكُمُ الْحُـلُمَ فَلْيَسْتَـأْذِنُوْا كَمَا اسْتَـأْذَنَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَـكُمْ اٰيٰتِهٖ ۗ وَا للّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ
"Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur dewasa, maka hendaklah mereka (juga) meminta izin, seperti orang-orang yang lebih dewasa meminta izin. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya kepadamu. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana."
(QS. An-Nur 24: Ayat 59)

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 
مُـرُوْا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّـلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ، وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا، وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ، وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ. 

“Suruhlah anak kalian shalat ketika berumur 7 tahun dan kalau sudah berusia 10 tahun meninggal-kan shalat, maka pukullah ia. Dan pisahkanlah tempat tidurnya (antara anak laki-laki dan anak wanita).” (HR. Imam Ahmad)

Dalil tersebut menunjukan bahwa masa anak-anak memiliki dua tahapan yaitu: Pertama, tahapan dimana anak belum menginjak usia 10 tahun. Pada tahapan ini anak-anak yang melanggar aturan hanya diberikan motivasi tanpa sanksi. Kedua, tahapan setelah anak usia 10 tahun sampai mereka baligh. Pada tahapan ini anak-anak yang melanggar aturan akan diberikan sanksi dalam mendidiknya. Selanjutnya bagi anak didik yang telah dewasa atau baligh mereka telah dibebani hukum/mukallaf secara syar'i. Sehingga perlu adanya peradilan di sekolah-sekolah dengan anak didik yang telah dewasa/baligh.

Maka dalam menentukan jenjang pendidikan diperlukan pengetahuan tentang hukum-hukum Islam yang berkaitan dengan anak-anak dan dewasa. Hal ini berkaitan erat dengan kedisiplinan dan pembinaan serta kurikulum pendidikan yang akan diajarkan nantinya. Jenjang pendidikan pertama diperuntukan bagi anak-anak yang baru memasuki usia sekolah sampai dengan usia sepuluh tahun. Jenjang pendidikan kedua sejak anak usia 10 tahun sampai mereka dewasa/baligh. Jenjang pendidikan ketiga adalah mereka yang berusia dewasa/baligh. 

Sehingga di dalam Islam pendidikan sekolah bukan ditentukan dengan sistem zonasi ataupun prestasi dan materi pembelajaran melainkan fakta yang terjadi dengan anak didik itu sendiri. Apakah tergolong anak-anak ataukah mereka sudah dewasa/baligh.

Wallahu a'lam Bish Shawab

Posting Komentar

0 Komentar