Oleh : Uthie Siti Solihah
Era new normal tak menghalangi gelaran pesta demokrasi yang akan dilaksanakan Desember mendatang. Pinang meminang calon pemimpin beserta wakilnya tengah dilakukan para pelaku politik di negeri ini. Tak terkecuali para selebriti. Kepopuleran mereka masih menjadi magnet untuk menarik suara masyarakat.
Adalah artis dan presenter Raffi Ahmad yang dicoba dilamar oleh putri wakil presiden yakni Siti Nur Azizah untuk mendampinginya maju menjadi wakil walikota Tangerang Selatan. Suami Siti Azizah, Muhamad Rapsel Ali yang kini menjabat sebagai anggota dewan yang menjalin pertemanan terlebih dulu dengan Raffi berkunjung ke kediaman suami dari Nagita Slavina ini untuk mengutarakan niatnya. Meski disambut dengan baik, namun Raffi masih memikirkan apakah akan menerima atau menolak karena ia merasa belum mampu untuk menjadi pemimpin. (SeputarTangsel.com, 15/7/2020).
Raffi sendiri sebenarnya sudah tidak asing ada di pusaran pemilihan pemimpin di Indonesia. Dalam pilkada DKI Jakarta 2017 Raffi masuk dalam barisan pendukung Anis Baswedan-Sandiaga Uno. Dukungan Raffi berhasil membawa Anis - Sandi memenangkan kursi Jakarta 1 dan Jakarta 2.
Lalu pada tahun 2018 di Pilpres Raffi mendukung Jokowi - Ma'ruf. Dan lagi dukungan Raffi berbuah manis. Jokowi -Ma'ruf terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden. (Kompas.TV, 15/7/2020).
Ketenaran para artis dimana sosoknya sudah dikenal khalayak ramai adalah jalan pintas untuk mendulang banyak suara. Serta kekayaan mereka yang biasa dipertontonkan di layar kaca menyelipkan harapan pada rakyat bahwa mereka nantinya tidak akan berlaku korup. Namun apakah kita lupa, bahwa harga demokrasi di negeri ini amatlah mahal. Perlu modal yang sangat besar untuk berkampanye. Apakah ada jaminan modal yang keluar tidak harus kembali saat menjabat nanti? Ditambah janji-janji manis pada rakyat jika mereka kelak duduk di kursi penguasa. Pada kenyataannya banyak yang sudah terpilih namun mereka ingkar pada apa yang dikampanyekan dulu.
Pemilihan kepala daerah dengan segudang pencitraan di awal sebetulnya sudah membuat rakyat bosan. Apalagi di masa pandemi seperti ini, untuk mengurusi kebutuhan sehari-hari saja banyak yang harus menggadaikan harga diri, demi bisa bertahan hidup apapun dilakukan tanpa memandang halal haram. Juga tak sedikit yang tak kuat menjalani hidup yang serba kekurangan akhirnya depresi dan berujung bunuh diri. Namun diluar sana para penguasa hanya sibuk mencitrakan diri untuk bisa naik jabatan. Bukannya memikirkan bagaimana jalan keluar supaya rakyat bisa hidup layak.
Sayangnya pola pemilihan pemimpin dengan sistem demokrasi sudah diadopsi sebagai jalan permanen untuk mengangkat para pemimpin negeri. Dimana di dalamnya mengandung kekacauan, interest pribadi, konflik kepentingan, serakah, terjadinya fitnah, tertumpahnya darah sementara tujuannya tidak tercapai, bahkan justeru akan menjadi sarana tawar menawar, jual beli dan slogan-slogan dusta.
Padahal Islam sebagai agama yang sempurna telah mencontohkan sistem pemerintahan yang berasal langsung dari Sang Pencipta Allah SWT. Sistem Islam pernah tegak berdiri selama 1300 tahun lamanya. Proses pemilihan pemimpin dalam Islam tidak sekompleks pada sistem demokrasi. Dan tidak akan memakan biaya yang tinggi yang rentan sekali dikorupsi demi kepentingan pribadi.
Bagi para penguasa muslim harus mengangkat orang-orang yang benar-benar memiliki kompetensi untuk menduduki jabatan-jabatan penting. Mereka pun harus membentuk majelis syuro dari kalangan pakar dari berbagai spesilisasi. Tidak boleh jabatan tersebut diberikan kepada orang-orang awam atau orang bodoh untuk memilih kerabatnya atau orang segolongannya atau memilih siapa yang membayarnya lebih besar.
Allah Ta’ala berfirman "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.”(Q.S. An-Nisaa’: 58)
Ayat ini ditujukan kepada para pemimpin. Yang dimaksud amanah (dalam ayat di atas) adalah jabatan dalam sebuah Negara yang Allah jadikan sebagai amanah di tangan para pemimpin. Menunaikannya adalah dengan memilih orang-orang yang kompeten dan terpercaya, sebagaimana para Nabi dan para pemimpin sesudahnya memilih orang-orang yang layak untuk menduduki sebuah jabatan agar dapat ditunaikan dengan semestinya. Maka cukuplah Islam dengan segala aturannya yang menyelamatkan yang pantas untuk diterapkan di seluruh penjuru bumi.
Wallahu'alam Bishshowwab
0 Komentar