Dibalik Asa: Nyanyian Kemerdekaan

Oleh: Iis Karlina (Ibu dan Aktivis Muslimah)

17 Agustus memang sudah berlalu tapi kesan perayaannya masih Terasa. Ya. Setiap tahunnya lagu kebangsaan menggema. Lantas,  siapa yang tak hafal dengan lagu kemerdekaan? jawabannya, hampir semua warga negara Indonesia pasti tahu bahkan menghafalnya.  Bagaimana tidak, nyanyian tersebut sudah dikenal sejak anak-anak berada di bangku Sekolah Dasar (SD) bahkan saat ini nyanyian tersebut sudah diperkenalkan sejak anak usia dini. 

Seperti menyimpan banyak pertanyaan ketika sedang menyanyikannya, mengapa tidak!, sebab disetiap bait liriknya dengan lantang menyatakan Merdeka!, namun perasaan berkata lain. 

"Apakah kita sudah benar-benar merdeka?" "Apakah umat Islam di negeri ini sudah merdeka?" 

"Sudahkah sepantasnya dikatakan merdeka?, sementara angka kemiskinan dan kriminalitas meningkat setiap harinya" klik ( http://youtu.be/J6L4WNz4J10 ), dan masih banyak lagi pertanyaan yang belum tepat jawabannya dari kata merdeka. 

Secara etimologi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Merdeka memiliki arti bebas dari ( penghambaan, penjajahan ) lepas dari tuntutan dan tidak terikat kepada orang atau pihak tertentu ( www.trenopini.com ).

Nyatanya merdeka saat ini malah menjadi jargon liberalisasi sistemik,  padahal masih terjajah secara pemikiran, politik, dan ekonomi, bahkan bagi umat Islam dirampas kemerdekaannya dalam menjalankan perintah agama, dan rezim telah nyata mengarah pada eliminasi peran agama ( RUU HIP,  Isu Radikalisme, Paranoid Khilafah ).  

Sistem Demokrasi yang diterapkan negara saat ini adalah sistem kufur kapitalisme, yang menjadikan Sekuler sebagai ide dasarnya. Dengan produk Undang-Undangnya mereka ciptakan aturan sendiri untuk dipatuhi dan diterapkan dalam kehidupan bernegara. Padahal manusia tidak sepantasnya membuat peraturan hidup sebab manusia dengan naluri Baqo nya lebih condong pada hawa nafsu dan kepentingan pribadi.

Begitupun dengan Undang-Undang yang saat ini diterapkan dalam mengatur kehidupan bernegara, katanya sih, "Kedaulatan ditangan rakyat" namun pada prakteknya sangat jauh dari itu.

Dengan kebijakan yang tidak pro rakyat, permasalahan umat yang tak kunjung usai, semua telah menjadi bukti bahwa aturan yang dibuat manusia tidak selayaknya digunakan dalam mengatur kehidupan. Peran negara saat ini hanya sebatas pihak yang mengontrol kebebasan, mulai dari kebebasan beragama, berpendapat, berekspresi, sampai pada kebebasan dalam kepemilikan. Padahal Islam sangat mengatur kebebasan. Sumber Daya Alam yang seharusnya dikelola negara untuk kepentingan rakyat, kini dengan bebasnya bisa dimiliki pribadi bahkan pihak asing. Sehingga rakyat tidak bisa menikmati sumber daya alam yang seharusnya hanya untuk kepentingan rakyat.

Bahkan rakyat itu sendiri saat ini hanya sibuk dengan pemecahan masalah masing-masing tanpa adanya peran negara. 

Maka dari itu, aturan kehidupan haruslah datang dari Allah sang pemilik kehidupan ini.  Allah telah mengutus Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi wasallam guna membawa aturan Nya ( Al-Qur'an dan Hadits ) kemudian disampaikan kepada manusia untuk diterapkan dalam kehidupan. Jika aturan yang diterapkan adalah aturan yang datangnya dari Allah sang khalik pemilik kehidupan ini, manusia akan terbebas dari kedzaliman, keburukan ideologi dan tidak akan ada lagi kebijakan-kebijakan yang tidak pro kepada rakyat, sebab Allah tidak mempunyai kepentingan terhadap manusia. Sehingga terwujudlah kemerdekaan yang hakiki. Merdeka yang tidak hanya ada dalam angan, namun dapat dirasakan dalam kehidupan.

Wallahu a'lam

Posting Komentar

0 Komentar