Heboh antrian perceraian makin panjang di era pandemi yang tak kunjung usai

 

Oleh: Astri Ummu Zahwa (Aktivis Komunitas Parenting Ibu Tangguh Bekasi)

Jagat maya cukup dihebohkan dengan beredarnya rekaman video dan pemberitaan antrian panjang para ibu yang sedang mengantri untuk mengajukan cerai di Pengadilan Agama Bandung. 

Dilansir dari KOMPAS.com, “Tingkat perceraian sangat tinggi di Kabupaten Bandung terutama pada bulan Maret, April sampai Mei (2020), “ kata Ahmad Sadikin, Panitera Muda Gugatan Pengadilan Agama Soreang. (24/8/2020). Ahmad menjelaskan, pada bulan Mei 2020 lalu, saking tingginya tingkat perceraian PA Soreang bahkan menutup sementara pendaftaran gugatan cerai. Saking tingginya tingkat pendaftaran gugatan cerai di bulan Mei 2020, PA Soreang sempat kewalahan melayani sidang gugatan cerai di bulan Juni 2020. “Imbasnya bulan Juni 2020 masuk di atas 1012 gugatan cerai. Biasanya berkisar 700 sampai 800 gugatan cerai per bulan,” bebernya. 

Di bulan Agustus ini, lanjut Ahmad, total gugatan cerai yang sudah masuk mencapai 500 lebih gugatan. Meski tidak sebanyak bulan Juni, Ahmad mengatakan jumlah tersebut masih bisa terus bertambah.

Di Bekasi, angka perceraian juga melonjak tinggi. Dilansir dari AYOJAKARTA.COM, Humas Pengadilan Agama Bekasi, Ummi Azma mengatakan, selama pandemi sejak Maret 2020, angka perceraian di Kota Bekasi meningkat signifikan. Setidaknya dalam kurun waktu 6 bulan ada 3.111 pasangan yang bercerai di wilayah tersebut.

“Gugatan perceraian dari pihak wanita 1.714 kasus, sedangkan talak pria 640 kasus. Sisanya 779 masih dalam tahap proses persidangan,” kata Ummi, Jum’at (7/8/2020). Ia menjelaskan, angka perceraian itu meningkat seketika pemerintah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga penerapan Work From Home (WFH).

Tak ketinggalan, di Gunung Kidul Yogyakarta, sebanyak 1.032 pasangan bercerai hingga akhir Juli 2020. Pandemi Covid-19 ternyata tak mengurangi hasrat pasangan untuk bercerai. Humas Pengadilan Agama Wonosari Muslih mengatakan, pada 2020 hingga bulan Juli saja Pengadilan Agama sudah mengabulkan 216 permohonan talak dan 816 permohonan gugatan. Artinya, hingga bulan ketujuh tahun 2020, terdapat ribuan warga di Gunung Kidul yang menyandang status janda dan duda.

Data dari Pengadilan Agama menyebut, dari jumlah pendaftar, pengajuan talak yang dilakukan oleh laki-laki lebih sedikit dibanding pengajuan gugatan oleh perempuan. Ia menjelaskan, ada tiga penyebab perceraian yang terjadi. Ketiganya berkaitan dengan ekonomi atau nafkah, pihak ketiga, dan juga saling meninggalkan karena ego. Menurutnya, proses perceraian memang cukup panjang. Mayoritas gugatan yang diajukan wanita bisa dikatakan karena faktor ekonomi. “Penghasilan yang lebih tinggi dari laki-laki, ataupun laki-laki tidak memberikan nafkah itu rata-rata penyebabnya,” jelas Muslih. (AYOYOGYA.COM, 4 Agustus 2020)

Setiap pasangan yang akan menikah pastinya ingin keluarganya mencapai sakinah, mawaddah warahmah, sebagaimana dalam surat ArRum ayat 21 yang artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-nya di antaramu rasa kasih dan sayang”.

Akan tetapi faktanya angka perceraian terus meningkat. Faktor ekonomi yang disebut-sebut menjadi penyebab dominan tingginya angka perceraian di era pandemi. Tren perceraian dominan diajukan pihak istri (cerai gugat) juga cukup menimbulkan perhatian. Banyaknya suami yang di PHK dari perusahaan tempatnya bekerja menjadikan para suami tidak bisa memberi nafkah atau nafkahnya kurang untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Sementara roda kehidupan sudah berjalan, tentu saja akan terjadi permasalahan. Akhirnya para ibu harus berpikir keras mengelola keuangan, hingga ada kaum ibu yang terpaksa bekerja.

Jika dilihat, semua ini terjadi karena tidak diterapkannya Islam secara kaffah di seluruh aspek kehidupan. Termasuk kehidupan berumah tangga. Islam hanya dipahami sebatas ritual saja sedangkan aktivitas lainnya menggunakan sistem Kapitalis Sekuler. 

Penerapan sistem Kapitalis Sekuler dan turunannya seperti liberalisme dan materialisme memang membuat kehidupan ini menjadi sempit dan jauh dari keberkahan.  Keluarga tidak lagi menjadi benteng perlindungan, masyarakat kehilangan fungsi kontrol dan negara tak mampu menjadi pengurus dan penjaga umat. Akibatnya keluarga muslim semakin terbebani dengan kehidupan yang sulit, sementara penguasa tidak perduli dengan rakyatnya.

Islam telah memberikan bertanggung jawab kepada ayah atau suami untuk mencari nafkah yang halal bagi istri dan anak-anaknya, sedangkan istri bertugas membantu suami mengatur pendapatan suaminya dan tidak boleh membebani suami dengan beban kebutuhan dana di luar kemampuannya.

Terlebih di masa pandemi –yang kita belum tahu kapan akan berakhir–, seorang istri harus dapat mengatur pengeluaran rumah tangganya seefisien mungkin menurut skala prioritas sesuai dengan penghasilan dan pendapatan suami, jika bisa menyisihkan untuk ditabung atau bersedekah tentu lebih baik.

Abu bakar pernah berkata, “Aku membenci penghuni rumah tangga yang membelanjakan atau menghabiskan bekal untuk beberapa hari dalam satu hari saja.”

Keluarga islami harus yakin bahwa penentu dan pemberi rezeki adalah Allah SWT, tugas manusia adalah berusaha dengan niat memenuhi kebutuhan keluarga agar dapat melaksanakan semua kewajiban. Allah telah mengatur rezeki untuk hamba-Nya, dan juga sudah dibagi dengan adil, tidak akan pernah tertukar.

Allah SWT berfirman,

وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الْأَرْضِ وَلَكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ

“Dan jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (QS Asy Syuraa: 27)

Kondisi seperti ini memang mengharuskan kaim muslimin bersabar akan tetapi tidak boleh juga dibiarkan, umat Islam harus segera kembali menjalankan Islam Kaffah dan kembali menerapkan sistem Islam. Jika seluruh hukum Islam diterapkan di muka bumi, kasus perceraian seperti yang terjadi di negeri pengusung Kapitalisme tidak akan terjadi. Untuk itu, di saat negara belum mampu menerapkan Islam secara kaffah, menjadi kewajiban setiap pasangan untuk menjaga keutuhan keluarga agar selalu terikat dengan hukum Allah.  Para suami menjalankan fungsi dan tugasnya dengan baik demikian pula seorang istri akan menjalankan kewajiban dan menuntut haknya dengan baik. Sehingga pernikahan sebagai sesuatu yang bernilai ibadah akan terwujud dan melahirkan generasi yang bertakwa.

 “kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka”. (QS. AnNisa: 34)

“Kaum wanita adalah penanggung jawab rumah suaminya dan anak-anaknya, maka akan dimintai pertanggung jawaban mengenai mereka (HR. Bukhari Muslim)

Semoga segera tegak kembali Khilafah Islamiyah yang akan menjaga kemuliaan Islam dan kaum muslimin. 

Wallahu a’lam bishshawab

Posting Komentar

0 Komentar