Jejak Islam Di Bali Bagian Dari Jejak Islam Nusantara

Oleh : Mirawati (Aktivis Lingkar Studi Muslimah (Lisma) Bali)

Masuknya Islam di Bali tidak terlepas dari jasa para dai'-dai' Islam bahkan mereka disematkan dengan para wali sebagaimana wali songo yang ada di Jawa yaitu wali pitu (tujuh wali).  Pulau Dewata ini menurut sumber wikipedia oleh Josgue (10/4/2020), Islam pertama di Kerajaan GelGel Klungkung. Islam masuk ke pulau Bali sejak zaman kejayaan Kerajaan Majapahit pada sekitar abad XIII dan XIV Masehi. Pada saat itu raja Gelgel pertama, Dalem Ketut Ngelesir (1380-1460 M) mengadakan kunjungan ke keraton Majapahit untuk bertemu dengan Raja Hayam Wuruk. Saat itu Raja Hayam Wuruk sedang mengadakan konferensi kerajaan seluruh Nusantara. Konferensi itu merupakan konferensi tahunan dengan kerajaan bawahan yang berada di berbagai daerah Nusantara.

Selain itu sebagai bentuk kepatuhan terhadap Kerajaan Majapahit yang berada di Mojokerto. Setelah acara tersebut selesai, Dalem Ketut Ngelesir pulang ke Bali. Kembalinya Dalem Ketut Ngelesir ke kerajaannya dengan diantar oleh 40 orang dari Majapahit sebagai pengiring, dua diantaranya adalah Raden Modin dan Kiai Abdul Jalil bersama 40 orang pengiring dari Majapahit. Para pengawal muslim itu hanya bertindak sebagai abdi dalam Kerajaan Gelgel. Setelah tiba di Gelgel mereka menempati satu pemukiman dan membangun masjid yang diberi nama Masjid Gelgel, yang kini merupakan tempat ibadah umat Islam tertua di Bali. Peristiwa ini dijadikan sebagai patokan masuknya Islam di Bali yang berpusat di kerajaan Gelgel Bali.

Raden Modin dan Kiai Jalil ini menetap cukup lama tinggal di pusat Kerajaan Gelgel Klungkung. Namun dalam perkembangannya mereka meninggalkan Gelgel menuju ke arah timur dan berhenti di desa Banjar Lebah. Di Banjar Lebah ini Raden Modin menetap dan tidak melanjutkan perjalanan, sedang Kiai Jalil tetap meneruskan perjalanan sampai di desa Saren sampai meninggal di desa tersebut. Dia meninggalkan tulisan mushaf Al-Qur'an dan sebuah bedug yang sekarang kondisinya sudah mengalami kerusakan.

Sejak itu umat Islam mulai ada pengikutnya. Raden Modin dan Kiai Abdul Jalil dapat dikatakan merupakan dua orang tokoh atau wali yang pertama kali menyebarkan agama Islam di pulau Bali. Makamnya hingga saat ini banyak dikunjungi umat Islam untuk berziarah. Tidak hanya itu  peran wali yang  dalam penyebarannya. Tidak hanya Raden Modin dan Kiai Abdul Jalil dapat diketahui pula bahwa jejak  islam yang dibawa oleh para wali pitu ke Bali memiliki bukti dari silsilah dan kuburan- kuburan mereka dibeberapa tempat dipulau dewata Bali.

Inilah para wali pitu (tujuh wali) yang menyebarkan Islam di Bali sebagai berikut :

1. Wali Seseh Mengwi

Wali Seseh Mengwi adalah anggota wali pitu di Bali yang punya nama asli Pangeran Mas Sepuh atau Raden Amangkurat. Beliau merupakan anak dari Raja Mengwi V yang menikah dengan anggota Kerajaan Blambangan. Makam beliau bisa ditemukan di Pantai Seseh yang terletak di Desa Munggu, Mengwi dan berada dekat dengan jalur menuju ke Tanah Lot.

2. Wali Bukit Bedugul

Wali Bukit Bedugul menjadi wali pitu di Bali yang begitu terkenal. Apalagi, makam wali yang bernama asli Syeh Habib Umar Bin Maulana Yusuf Al-Maghribi pernah mengalami fenomena yang begitu istimewa. Ketika terjadi letusan Gunung Agung yang besar di Bali pada tahun 1963, makam ini masih berdiri dengan kokoh dan tidak tersentuh satu butir pasir pun. Padahal, di waktu yang sama bangunan lain telah porak poranda oleh letusan gunung.

3. Wali Karangrupit

Sosok Wali Karangrupit merupakan wali pitu di Bali yang spesial, karena beradal dari Tiongkok dan memiliki nama asli Kwan Pao-Lie dan punya gelar sebagai Syech Abdul Qodir Muhammad. Beliau pernah menjadi murid Sunan Gunung Jati Cirebon. Oleh karena itu, pemahamannya terhadap Agama Islam begitu diakui banyak orang. Lokasi makamnya, bisa Anda temukan di Desa Temukus.

4. Wali Negara

Beliau memiliki nama asli Habib Ali bin Umar bin Abu Bakar Bafaqih dan merupakan tokoh Islam yang berasal dari Banyuwangi. Beliau datang ke Bali pada 1917 dan sempat menuntut ilmu ke Mekah pada tahun 1935. Tak hanya itu, wali yang wafat di usia 107 tahun pada tahun 1997 ini juga mendirikan sebuah pondok bernama Pondok Pesantren Syamsul Huda. Lokasi makamnya bisa ditemukan di Kampung Ampel Loloan Barat, Jembrana.

5. Wali Kusamba

Wali Kusamba adalah tokoh wali pitu di Bali yang memiliki nama asli Habib Ali bin Abu Bakar bin Umar Al Khamid. Beliau dikenal sebagai guru bahasa Melayu salah satu Raja Klungkung, yakni Dalem I Dewa Agung Jambe. Karena perannya yang begitu penting bagi kerajaan, tak heran kalau Makam Wali Kusamba tidak hanya dikunjungi umat Islam, tetapi juga penganut Agama Hindu di Bali.

6. Wali Kembar Karangasem

Sesuai dengan namanya, Anda akan menjumpai dua wali yang lokasinya berada di satu tempat, yakni Syeh Maulana Yusuf Al-Baghdi dan Habib Ali Bin Zaenal Abidin Al-Idrus. Asal-usul kedua makam tua ini tidak begitu jelas. Konon, kedua makam ini sudah berusia sangat tua, mencapai 400 tahun.

7. Makam Pangeran Sosrodiningrat dan Makam Raden Ayu Pemecutan

Pangeran Sosridiningrat merupakan wali pitu di Bali yang berasal dari kerajaan Mataram. Kedatangannya di Bali bertujuan untuk membantu Raja I Gusti Ngurah Gede Pemecutan dalam berperang melawan Kerajaan Mengwi. Selanjutnya, Pangeran Sosro Diningrat menikah dengan Raden Ayu Anak Agung Rai dan memperoleh anak bernama Dewi Khadijah. Makam salah satu wali pitu ini bisa ditemukan di Jalan Batukaru, Pemecutan. (Arifin zaen Toyyib.Sejarah Wujudnya Makam Sab'atul 'Auliyah/Wali Pitu. Pertama. Al-Khoiriyyah.Bali)

Berdasarkan gambaran diatas menunjukkan keberadaan mereka sebelum menyebarkan Islam ke Bali adalah keikutsertaan Raja dalam konferensi kerajaan dari Mojokerto dimana justru menjadikan para Abdi Dalem atau pengawal mereka memeluk Islam kemudian setelahnya kembali ke Bali dan melakukan proses Islamisasi. Sementara wali selain Abdi dalem Raja ada juga yang sebelumnya belajar dari wali-wali yang ada di Jawa, Mataram, Cirebon dan sebagainya.Bahkan ada juga melalui pernikahan.Mengapa begitu massifnya para wali pitu menyebarkan Islam tentu saja berdasarkan tahun-tahun penanggalannya Islam masih menjadi peradaban yang menguasai dunia bahkan menjadi ideologi disebuah negara adidaya dimasa itu baik dari masa Rasulullah saw.Para Khulafaur Rasyidin, masa khilafah Umayyah,Abbasiyah dan Utsmaniah hingga saat sekarang ini sebagai sejarah yang tidak boleh kita lupakan dan bisa jadi akan kembail masa itu sebagaimana Rasulullah saw.dalam sebuah hadits bahwa kabar kembalinya sistem khilafah 'alaminhajin Nubuwah.

Rasulullah ﷺ bersabda:

«تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ»

“Di tengah-tengah kalian terdapat zaman kenabian, atas izin Allah ia tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. Ia ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan yang zalim; ia juga ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan diktator yang menyengsarakan; ia juga ada dan atas izin Alah akan tetap ada. Selanjutnya akan ada kembali Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian.” (HR. Ahmad).

Begitu apiknya proses dakwah atau penyebaran Islam dibali yang tidak terlepas hubungannya dengan Islam wilayah Islam di Nusantara bahkan hingga hubungan Nusantara dibelahan negeri Islam lain dan superpowernya sebuah kekuatan Negara dimasa itu yang mampu membentang dari Maroko hingga Marauke.Jadi betapapun ada yang meragukan hubungan jejak Islam diNusantara ďengan Khilafah Islam sama saja meragukan peninggalan-peninggalan bangunan bersejarah dan dalam berbagai litaratur yang ada. Dari jejak peninggalan mereka menjadi fakta dan bukti yang masih original yang tidak bisa ditutupi bahkan dihilangkan. Sebab Allah Subhana wa ta'ala tidak akan  bisa kebenaran dipadamkan. Sebagaimana dalam salah satu ayat dalam Al Qur'an.

يُرِيدُونَ أَنْ يُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللَّهُ إِلَّا أَنْ يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ 

"Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan- ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahayaNya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai. (QS. At-Taubah [9] : 32)"

  Maka perumpamaan upaya orang-orang itu seperti orang yang ingin memadamkan sinar matahari atau cahaya rembulan dengan cara meniupnya, ini tidak mungkin.  Begitupun sejarah tidak akan mungkin dihilangkan. Meskipun sejarah bukanlah sumber hukum Islam akan tetapi dengan sejarah yang benar sebagai ibroh bagi generasi Islam dimasa mendatang dalam melanjutkan kehidupan Islam. Bukan malah menjadi ahistori atau kata Bung Karno Jangan sekali kali meninggalkan sejarah (Jas merah).

Allahu 'allam.

Posting Komentar

0 Komentar