Kemerdekaan Hakiki

Oleh: Puji Ariyanti (Pegiat Literasi)

Tanggal 17 Agustus baru saja berlalu. Tercatat dalam sejarah bahwa sudah 75 tahun lamanya Indonesia merdeka atas penjajahan bangsa asing. Masih membekas semarak warna-warni menghiasi sudut-sudut kota bahkan pelosok-pelosok kampung turut merasakan hiasan indah khas kemerdekaan. 

Hari merdeka patutlah dirayakan mengingat betapa sengsara saat bangsa lain menindas, menghina serta menjarah kekayaan alam. Namun patut difahami, hari merdeka yang dirayakan bertahun-tahun masih sebatas seremonial belaka. Karena sejatinya kemerdekaan yang di dapat selama ini hanya perwujudan lepasnya bentuk penjajahan yang berdarah-darah.

Dalam KBBI, merdeka dimaknai: bebas dari penghambaan, penjajahan, tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu, leluasa dan sebagainya. Oke jelas ya apa makna dari merdeka.

Fakta hari ini:  Jika kemerdekaan dimaknai bebas dari penghambaan, penjajahan, tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu artinya kita belum merdeka. Makin terjajahnya pemikiran oleh kapitalisme, sekuler. Kebodohan, kerusakan moral dan keterbelakangan, hingga kemiskinan makin merajai negeri ini. 

Bahkan kita masih menghamba kepada hukum-hukum yang terealisasi pada sebuah konstitusi di mana anggauta dewan yang memiliki kewenangan di dalamnya. Padahal yang memiliki hak atas aturan manusia adalah Allah SWT yang telah terinci dalam Alquran dan As-Sunah.

Jika dikatakan makna merdeka itu bebas dari penjajahan bahkan tidak terikat oleh pihak manapun jelas tertolak. Mengapa demikian? faktanya Indonesia makin tergelincir dalam jurang penjajahan penguasaan  sumber daya alam yang dikuasai asing. Dengan Undang-undang yang makin melegalkan perampokan sumber daya alam. Pun juga sumber daya manusianya makin dikuasai hawa nafsu mengejar kekuasaan. Sehingga lebih dikatakan memilih kompromi demi tahta dan harta. Rakyat makin terzalimi hari demi hari.

Indonesia merdeka 75 tahun, namun Indonesia masih bergantung dan masih terikat dengan bangsa lain. Salah satu indikator dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakatnya, Indonesia masih bergantung pada impor. lIndonesia belum mampu menentukan nasibnya sendiri. 

Pandemi belum berakhir harusnya dengan kekayaan alam yang melimpah Indonesia mampu berkarya menciptakan vaksin yang dibutukan masyarakat. Apalagi, segala potensi dan energi untuk itu dimiliki oleh bangsa ini


Lalu bagaimanakah merdeka itu? 

Negara merdeka adalah negara yang mandiri dibidang politik, ekonomi, pendidikan, hukum, budaya, sosial dan sebagainya. Semua kebutuhan rakyat terpenuhi. Rakyat merasa aman dan tenteram di dalamnya.

Aset negara yang berharga seperti tambang emas dan minyak tidak dikelola oleh asing ataupun individu, akan tetapi dikelola negara. Hasilnya untuk rakyat hingga terpenuhi kebutuhan pokok baik sandang, pangan, ataupun papan secara merata. 

Mamaknai kemerdekaan adalah lepasnya sistem penghambaan  terhadap sesama manusia. Manusia  bebas menghamba secara totalitas kepada Allah semata. Karena Syariat Allah untuk kemaslahatan seluruh umat.

Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang Rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), Sembahlah Allah, dan jauhilah Tagut, kemudian di antara mereka ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula yang tetap dalam kesesatan. Maka berjalanlah kamu di Bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (QS. An-Nahl 16: Ayat 36).

Kemerdekaan merupakan kunci kemuliaan manusia. Manusia tak  akan mulia, sebelum terbebas dari penjajahan. Rasulullah SAW, adalah suri tauladan yang mengajarkan bangkitnya pemikiran kepada kita, menghilangkan penghambaan kepada selain-Nya. 

Jika demikian Indonesia belum merdeka secara hakiki, karena kemerdekaan hakiki diawali dengan bangkitnya pemikiran umat menggerus pemikiran sekularisme menggantinya dengan pemikiran Islam sehingga terwujudlah peradaban Islam yang memunculkan negara adi daya yang  mampu mengeluarkan manusia dari kemiskinan dan sifat-sifat pembodohan lainnya. Karena sesungguhnya tidak ada kemerdekaan hakiki dalam demokrasi.

Wallahu a’lam bishshowwab 

Posting Komentar

0 Komentar