Menelusuri Jejak Khilafah Di Nusantara

 

Oleh : Vivi Nurwida (Ibu Rumah Tangga dan Aktivis Dakwah)

Jejak Khilafah di Nusantara, sebuah tajuk film yang baru-baru ini menghebohkan jagad persosmedan. Bagaimana tidak, film dokumenter yang diputar tepat pada tahun baru Islam 1442 Hijriyah ini sudah banyak sekali pembahasannya, hingga banyak yang  membagikan linknya di  beberarapa kanal media sosial beberapa hari sebelum penayangannya. Untuk mengakses film ini sendiri  kita diwajibkan untuk mendaftar terlebih dahulu.

Banyak orang yang penasaran mengenai isi dari film jejak khilafah ini. Film yang ditonton oleh puluhan ribu pengguna sosmed ini pun dibanjiri  chat saat berlangsung pemutarannya, mulai dari rasa syukur dapat menontonnya, pekikan takbir, hingga sambutan haru dari penontonnya.

Adalah Nicko Pandawa, produsen sekaligus penulis naskah film Jejak Khilafah di Nusantara, yang mampu mengemas film dokumenter ini secara apik. Menurut Nicko film inipun bisa dipertanggungjawabkan secara akademis, sebab melandaskan penelitian dan riset yang panjang, di dukung sumber data baik primer dan sekunder serta ditambah dengan data lapangan yang tersebar dari ujung Sumatera hingga Aceh, Pulau Jawa, hingga ujung  Timur sampai dengan Ternate dan sebagainya.

Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi kaum muslimin di seluruh dunia untuk menegakkan hukum-hukum syara’ , sebuah  simbol keagungan peradaban Islam yang  kini terus hangat untuk diperbincangkan.  Di Nusantara sendiri peranan khilafah bukanlah suatu hal yang baru. Bahkan sejak abad ke-7, nusantara sudah memiliki relasi dengan kekhilafahan. Khilafah memainkan debutnya di nusantara, hingga menjadikan rakyat nusantara sebagai satu umat dengan umat muslim lain yang ada di segala penjuru dunia. Ikatan aqidah itulah yang mengikat kaum muslimin yang ada di nusantara ini dengan kaum muslimin di seluruh belahan dunia tanpa batas atau sekat nasionalisme.

Islam tidak akan kuat kecuali dengan adanya jama’ ah, dengan persatuan, dan tidak mungkin umat bersatu kecuali dengan adanya imaroh, khilafah, kepemimpinan, dan tidak ada kepemimpinan tanpa ketaatan. Begitulah pernyataan salah satu khulafaur rasyidin, yaitu Khalifah Umar bin Khattab r.a. Para sahabat yang lainpun sepakat akan pentingnya khilafah ini, karena ia sendiri merupakan urusan agama dan akan menjalankan urusan dunia .

Para sahabat sepakat dengan satu kepemimpinan. Ketika Rasulullah wafat kepemimpinan beralih kepada Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq dan khalifah setelahnya begitu cepat berkembang dan dapat memperluas wilayah khilafah bahkan mampu mendobrak dua imperium besar pada saat itu. Imperium Persia yang luas wilayahnya adalah 3x lipat luas wilayah Indonesia. Dan imperium Romawi yang luas wilayahnya seluas 5.000.000 Km² yang terdiri dari Spanyol, Inggris, Portugal, Turki, Italia dan lain sebagainya.

Kebijakan politik luar negeri daulah Islam adalah dakwah dan jihad. Ketika di timur tengah telah merasakan revolusi baru negara khilafah. Di sebelah timur, di sebuah negeri yang dijuluki jamrud khatulistiwa inipun mendapatkan pengaruhnya. Adalah surat dari Maharaja Sriwijaya yang dikirimkan ke Damaskus, ibu kota Khilafah pada saat itu dipimpin oleh seorang khalifah ternama yaitu Umar bin Abdul Aziz yang menyebarkan dakwah Islam ke bumi nusantara. Merupakan hal yang logis apabila sebuah negara adidaya, dimana disini adalah khilafah memiliki relasi dengan semua negara, termasuk negeri yang dijuluki tanah surga ini.

Ketika ibu kota daulah Islam berpindah ke Kairo, Mesir dakwah mulai gencar dilakukan ke seluruh penjuru bumi. Adalah Samudera Pasai yang saat itu yang pertama kali berbaiat dengan dinasti Abassiyah mendapatkan tugas untuk mengubah Asia Tenggara yang masih berupa darul  kufur menjadi darul Islam. Maulana Malik Ibrahim seorang juru dakwah yang dikirim oleh Samudera Pasai untuk mendakwahi Majapahit dan menyebarkan Islam di tanah Jawa, dimana Pasai mendapatkan sokongan langsung dari Khilafah Abbasiyah.

Bertolak dari Gresik, dakwah para wali menyebar hingga ke luar pulau Jawa mulai dari ke Maluku, Ternate, Makassar, Kalimantan dan lain sebagainya. Hingga bukan hanya rakyat yang  akhirnya dapat merasakan manisnya iman dan Islam , bahkan sekelas pejabat sekalipun dapat merasakannya. Adipati Majapahit di Palembang, Pekalongan, Semarang, Cirebon dan lain sebagainya.

Tahta Majapahit yang berhasil diambil oleh Gerindra Wardana dari Kediri mengakibatkan Raden Patah di Demak dan seluruh elemen Islam yang ada di tanah Jawa dibawah pimpinan wali songo bangkit berjihad dengan penuh semangat dan kebereranian melumat habis kekuasaan Majapahit. Akhirnya kaum muslim berhasil meraih kemenangan, dan memprokamasikan tegaknya Daulah Islam pertama di tanah Jawa.

Kesultanan Demak pada tahun 1482, seorang  yang digelari Sultan Syekh berhasil menaklukan Jawa menjadi Darul Islam, yang berarti menguatkan kekuatan politik Islam di Nusantara bersama kesultanan Samudera Pasai di Sumatera, Malaka di Semenanjung Malaka, Kesultanan Brunai di Borneo, kesultanan Sulu di Filipina, Sultan Zainal Abidin di Ternate. Menguatnya eksistensi Islam di Nusantara ini diiringi kemenangan Sultan Muhammad Al Fatih dalam menaklukan Konstantinopel, Allohu Akbar.

Sebuah film yang luar biasa, yang mengajak kita menelusuri bagaimana sejarah Islam di Nusantara, bagaimana Jejak Khilafah di Nusantara. Sebuah penyajian yang apik yang akan membuka cakrawala kita bahwasanya Khilafah bukanlah hal yang baru di Nusantara, kisah yang menjadikan Umat Islam di Nusantara jaya. Dan sudah selayaknya kita memperjuangkannya kembali.

Wallohu a’lam bish-showab.

Posting Komentar

0 Komentar