Pelecehan Seksual Merebak, Moral Rusak

 

Oleh : Fitri Andriani, S. S.


Akhir-akhir ini media makin panas beritanya dengan bertebaran berita tentang pelecehan seksual berbagai model. Bambang Ariyanto (BA) sedang viral di media sosial setempat tentang riset atau penelitiannya mengenai swinger atau orang yang saling bertukar pasangan hubungan intim (Tempo.com, Selasa, 4 Agustus 2020). Disusul keputusan Unair untuk mengeluarkan mahasiswa Gilang sebagai terduga pelaku 'fetish bungkus kain jarik' setelah menggelar sidang kode etik. Lalu diputuskam 'G' melanggar kode etik yg mencemarkan nama baik kampus dan juga pelanggaran hukum (Kompas.TV., Kamis, 6 Agustus 2020). Lain lagi, pelecehan yang dilakukan Turah Parthayana ini terjadi di kamar 430 asrama Parus pada 23 November 2019. Tindakan pelecehan seksual diakui dilakukan Turah secara terencana dan disadari (VivaNews, Kamis, 6 Agustus 2020). Masih banyak kasus lain yang tidak terungkap di media. Orangtua melecehkan anaknya sampai bertahun-tahun dan baru ketahuan setelah hamil juga sering menghiasi lembar media. Pelecehan laki-laki dewasa kepada anak-anak di sekitarnya dengan iming-iming jajan atau uang juga terlalu sering kita dengar (baca juga).


Pelecehan bukan karena tidak berpendidikan, karena pelaku di atas adalah orang-orang yang terpelajar. Juga bukan karena kurang pergaulan, karena terbukti mereka banyak teman yang akhirnya malah menjadi korban. Pergaulan bebas pria dan wanita tanpa ada filter inilah yang menyeret manusia pada perbuatan tidak beda dengan binatang. Hiburan tanpa aturan, kerja tanpa ada pemisah bagi interaksi pria wanita akan memudahkan interaksi intim yang melibatkan perasaan dan mengabaikan profesional kerja. Sudah kita pahami, bahwa kapitalisme buah dari sekulerisme hanya memandang dunia (untung rugi) tanpa mengindahkan naluri manusia sebagai anugrah Allah yang terindah.


Allah menciptakan rasa berkasih sayang dari manifestasi naluri untuk meneruskan keturunan (nau') agar manusia tidak punah. Tentu saja naluri ini harus dikendalikan dengan aturan tertentu. Aturan Allah adalah filter bagi manusia dalam hidup. Dengan aturan yang sudah komplit dalam al-Qur'an dan Sunnah itulah manusia bisa selamat dan mulia sebagai khalifah di muka bumi.


Maka dari itu, Allah mengatur interaksi pria dan wanita, baik dalam wilayah publik (bekerja, pendidikan, beramar makruf nahi munkar, dll) dan juga dalam privat area (dengan siapa saja wanita boleh membuka pakaian luarnya di dalam rumah, siapa saja yang termasuk mahramnya). Tidak adanya aturan yang jelas hanya akan menyeret manusia pada naluri yang tidak terkendali. Padahal, Allah sudah mengingatkan; "Dan janganlah kalian mendekati pada perbuatan zina, sebab sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan sejelek jeleknya jalan" (TQS. Al-Isra': 32).


Di wilayah umum, pria dan wanita wajib terpisah, kecuali ada urusan yang dibolehkan, misalnya: kerjaan, jual beli, pengobatan, persidangan, pendidikan dan lain sebagainya. Di wilayah ini, pria dan wanita harus menutup aurot masing-masing. Laki-laki menundukkan pandangan, wanita juga. Bahkan wanita di wilayah umum ini harus mengenakan jilbab (pakaian sesuai al-Qur'an Surat al-Ahzab: 59) dan juga khimar atau kerudung (TQS. An-Nuur: 31). Wanita dilarang tabaruj (berdandan berlebihan) di area umum ini.


Tentu saja, peran negara juga besar agar interaksi pria wanita ini berjalan dengan baik. Misal dengan memperbanyak gerbong kereta yang khusus wanita. Lalu di area umum memastikan seluruh aktivitas mereka terjaga dari ikhtilat (berduaan tanpa mahram) dan campur baur (kholwat) tanpa alasan syar'i.


Aturan ini tidak akan berjalan lancar bila keimanan belum menghujam di dada setiap umat dan juga diimbangi staqofah yang baik. Secara struktur, sebuah negara juga harus menerapkan aturan Allah secara kaffah (keseluruhan) agar ada jaminan satu aturan dengan aturan yang lain tidak saling bentrok. Dan aturan Allah lah yang paling sesuai dengan fitrah manusia dan terbaik karena dibuat oleh Pembuat dunia dan seisinya.


Wallahu a'lam bishowab

Posting Komentar

0 Komentar