Penyesatan Sistematis Melalui Kurikulum Moderasi

oleh : Maicyarah.nst (Aktivis Dakwah Musi Banyuasin)

Menteri Agama Fachrul Razi menyatakan akan memperkuat implementasi moderasi beragama. Hal ini ditegaskan Fachul Razi dalam diskusi daring dengan Gugus Tugas Nasional Revolusi Mental. Diskusi tersebut diinisiasi oleh Kemenko Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (PMK) (okezone.com  3/7/2020).

Hal senada juga disampaikan oleh Ahmad Umar selaku Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah. Dia menyatakan Kementerian Agama berencana pada tahun pelajaran 2020/2021, akan memulai pembelajaran di MI, MTs, dan MA  menggunakan kurikulum baru untuk Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab. Keputusan Menteri Agama (KMA) 183 tahun 2019, akan menggantikan KMA 165 tahun 2014 (detik.com 11/7/2020).

Kurikulum baru rancangan Menteri Agama Fachrul Razi  akan mengimplementasikan moderasi beragama kedalam program yang dianggap strategis. Pertama, review 155 buku pelajaran pendidikan agama. Kedua, Mendirikan Rumah Moderasi di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN). Ketiga, Penguatan Bimbingan Perkawinan. 

Dilansir dari CNNIndonesia.com (2/7/2020), Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi menyatakan pihaknya telah menghapus konten-konten terkait ajaran radikal dalam 155 buku pelajaran agama Islam. Sebelumnya, Kementerian Agama telah merevisi 155 buku pelajaran agama sejak September 2019 lalu. Upaya itu dilakukan setelah menemukan pelajaran yang tidak sesuai konteks zaman, seperti khilafah dan jihad. Menurutnya, penghapusan konten radikal ini merupakan bagian dari program penguatan moderasi beragama yang dilakukan Kementerian Agama (Kemenag). 

Dalam keterangan resminya Kamis (2/7)  Fachrul Razi menyatakan, kami telah melakukan review 155 buku pelajaran. Konten yang bermuatan radikal dan eksklusivis dihilangkan. Moderasi beragama harus dibangun dari sekolah. Fachrul  menjelaskan ratusan judul buku yang direvisi berasal dari lima mata pelajaran, yakni Akidah Akhlak, Fiqih, Sejarah Kebudayaan Islam, Alquran dan Hadist, serta Bahasa Arab.

Dalam buku agama Islam hasil revisi itu masih terdapat materi soal khilafah dan nasionalisme. Meski demikian, buku itu akan memberi penjelasan bahwa khilafah tak lagi relevan di Indonesia. Fachrul memastikan 155 buku pelajaran agama Islam yang telah direvisi itu sudah mulai dipakai pada tahun ajaran baru 2020/2021.

Moderasi beragama menurut Kementerian agama adalah cara pandang kita dalam beragama secara moderat, yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem kanan maupun ekstrem kiri. 

Moderasi beragama bisa juga diartikan meyakini secara absolut ajaran agama yang kita yakini dan memberikan ruang terhadap agama yang diyakini oleh orang lain.  Dalam kehidupan masyarakat plural dan multikultural seperti Indonesia moderasi harus dipahami sebagai komitmen bersama untuk menjaga serta saling menghormati. Setiap warga masyarakat apapun suku, etnis, budaya, agama dan pilihan politiknya harus mau saling mendengarkan satu sama lain serta saling belajar melatih kemampuan mengelola dan mengatasi perbedaan diantara masyarakat. 

Jika ditelaah alasan ataupun komentar para pengusung ide moderasi beragama, tidak jauh dari upaya untuk menjadikan generasi muda Islam berfaham sekulerisme. Bagaimana tidak,  sasaran Menteri Agama adalah Sekolah Madrasah. 

Melakukan revisi tentang makna Khilafah sama dengan melukai hasil ijtima para ulama. Bahwa Khilafah atau Sistem Pemerintahan Islam merupakan ajaran Islam yang sudah disepakati. Maka tidak salah kalau diajarkan pada mata pelajaran Fiqih, karena sudah masuk keranah hukum Islam. 

Menjadi Tidak adil ketika Islam dipaksa untuk menjalankan moderasi beragama. Artinya ketika beragama harus secara moderat, yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak fanatik, atau bahkan Radikal. Padahal seharusnya setiap ummat beragama wajib menjalankan ajaran agamanya. Hal ini juga tertulis dalam UUD 1945 Pasal 29 Ayat (2) berbunyi, Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. 

Maka satu kewajaran jika agama selain Islam juga melakukan ekstrimis. Fanatik dengan agamanya. Menjalankan ajaran agama yang diyakini kebenarannya. Misalkan seorang biarawati, memilih menjadi biarawati itu berarti radikal dalam beragama. Namun tak dipermasalahkan. 

Berbeda ketika melihat wanita muslimah yang menolak membuka auratnya di depan umum, dengan mudah dituduh "ekstrim". Begitu juga banyak orang yang tidak peduli dengan Yahudi orthodox dengan janggutnya. Atau Kristen orthodox dengan jubah dan sorbannya. Tapi, ketika seorang Muslim berjanggut panjang dan berjubah malah dituduh perilaku ekstrim. Tuduhan negatif hanya berlaku kepada ummat Islam ketika fanatik terhadap kepercayaannya.  
 
Banyak pemimpin dunia juga mempropagandakan perlunya moderasi. Para politisi dan pemimpin dunia memaknai nilai-nilai dan ajaran agama simpel dan spele saja.  Ketika nilai dan ajaran agama ditegakkan, borok para pemimpin itu akan semakin tersingkap. Maklum, agama itu ruhnya adalah "mendukung kebenaran dan keadilan, dan melawan kebatilan dan kezaliman". Inilah yang ditakutkan oleh banyak pemimpin. Wajar saja moderasi agama akhirnya dipropagandakan. 

Kata moderasi juga seringkali dipakai sebagai senjata untuk menyerang sesama muslim untuk tujuan yang satu. Yaitu menekan kelompok lain dalam komunitasnya sendiri agar tetap lemah, termarginalized, dan dicurigai. Sebagai upaya untuk menghalangi umat Islam taat pada agamanya. Pun agar penerus generasi Islam tidak menjadi muslim yang taat menjalankan ajaran agamanya. Maka atas nama moderasi agama, mereka mengubah ajaran Islam melalui revisi buku agama sampai kepada perombakan kurikulum di madrasah. Tidak hanya itu, merekapun mengubah makna khilafah dan jihad yang sesungguhnya. 

Dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) 183 tahun 2019,Kemenag meletakkan materi sejarah khilafah, jihad, dan moderasi beragama secara korelatif dalam berbagai bentuk perjuangan muslim. Perjuangan dimulai sejak zaman Nabi hingga masa kini dalam membangun peradaban masyarakat modern. Pembelajaran khilafah disajikan dalam sudut pandang sejarah. Menjelaskan karakteristik dan pola kepemimpinan Rasulullah SAW serta para khulafaur rasyidin. Buku mengisahkan sosok yang sangat dihormati umat Islam tersebut membangun masyarakat Madinah sampai masa Islam modern, yang diwarnai nilai jihad dan moderasi beragama. 

Untuk materi jihad ditulis dalam perspektif perjuangan membangun peradaban,dan menanamkan nilai perjuangan. Materi tersaji dari masa perjuangan Rasulullah SAW, para sahabat, walisongo hingga para ulama untuk membangun peradaban, ilmu, dan Islam. 

Ini merupakan penyesatan sistematis terhadap ajaran Islam. Dengan demikian maka akan mengakibatkan generasi muda tidak mengenali ajaran agamanya. Bahkan menyesatkan generasi yang seharusnya memperjuangkan tegaknya Khilafah menjadi berbalik menentang ajaran Islam dan menyingkirkannya dari kehidupan. 

Padahal Allah SWT telah memerintahkan hambanya untuk masuk kedalam Islam secara menyeluruh (kaffah). Sebagaimana firman Allah dalam surah al-Baqarah ayat 208, yang artinya : 
"Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.” 

Dengan alasan menangkal radikal pemerintah menggaungkan moderasi beragama. Ini semua sebenarnya adalah upaya untuk mensekulerkan generasi muda Islam. Sekuler artinya  memisahkan agama dari aturan kehidupan. Tujuannya agar pemuda Islam jauh dari ajaran agamanya. Sehingga akan mudah mengarahkan pemuda Islam mengikuti keinginan para kapitalis. Jika ini berhasil tentu para kapital yang didukung pemerintahan akan mendapat keuntungan. Sebab tidak akan mendapat penolakan dari setiap kebijakan yang akan ditetapkan. 

Khilafah dan jihad adalah ajaran Islam. Sama seperti shalat, zakat, puasa, haji, dan yang lainnya. Khilafah dan jihad pun termaktub dalam kitab-kitab fikih dan tertulis dalam banyak hadist. Banyak ulama juga yang sudah menjelaskan ajaran Islam tentang khilafah.

Menurut Syaikh al-Azhar Islam  al-Imam al- Hafizh Abu Zakaria Yahya bin Syaraf bin Marwan an-Nawawi mengungkapkan bahwa menegakkan imamah / khilafah adalah kewajiban. Ia menyatakan:
“Pasal kedua tentang kewajiban imamah (khilafah) dan penjelasan metode (mewujudkannya) adalah suatu keharusan bagi umat. Adanya seorang imam (khalifah) yang menegakkan agama, menolong sunnah, menegakkan keadilan bagi orang-orang yang terdzalimi serta menunaikan berbagai hal dan menempatkan hak-hak tersebut pada tempatnya. Saya menyatakan bahwa menegakkan imamah (khilafah) adalah fardhu kifayah” (an-Nawawi, Ruwdhah ath-Thalibin wa Indah al-Muffin, 3/433). Para ulama memposisikan khilafah sebagai perkara yang sangat penting. Karena itu mereka tidak pernah menghilangkan pembahasan khilafah di dalam kitab-kitab mereka.

Begitupun materi tentang jihad. Para ulama memberikan perhatian penuh pada perkara jihad karena jihad banyak dinyatakan dalan al-Qur’an. Allah SWT berfirman dalam QS al-Baqarah ayat 216 yang artinya :
Diwajibkan atas kalian berperang sekalipun perang adalah sesuatu yang kalian benci. Boleh jadi kalian membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagi kalian. Boleh jadi pula kalian menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagi kalian. Allah mengetahui, sedang kalian tidak mengetahui”.

Istilah jihad disebutkan sebanyak 37 kali dalam al-Qur’an. Hasan Izzudin al-Jamal dalam Mu’jam wa Tafsir Lughawi Kalimat al-Qur’an pada umumnya kata jihad berarti mengerahkan kemampuan menyebarkan dan membela ajaran Islam. Secara syar’I jihad bermakna perang (qital) di jalan Allah.  Selain dari ayat al-Qur’an, jihad yang bermakna perang dinyatakan dalam sabda Rasulullah SAW, sebagaimana penuturan Anas bin Malik ra., 
Perangilah kaum musyrikin dengan harta, jiwa, dan lisan kalian” (HR. Abu Dawud, an-Nasa’I dan Ahmad).

Maka seharusnya khilafah dan jihad diajarkan dengan benar sesuai dengan dalil yang ditunjukan oleh al-Qur’an dan as-Sunnah. Bukan malah direvisi dan disesuaikan dengan kondisi masyarakat terkini. Sehingga menambah keyakinan dan kecintaan kita terhadap ajaran Islam serta menumbuhkan upaya yang sungguh-sunguh untuk mengimplementasikannya dalam kehidupan sebagai wujud ketaatan kepada Allah SWT.

Wallahu a’lam bishshawwab

Posting Komentar

0 Komentar