Polemik, Luntur Kepercayaan Di Tengah Pandemi

Oleh : Sunarti

"Sekali lancung ke ujian, seumur hidup tidak akan dipercaya" bagitu fenomena yang terjadi di Indonesia. Sebuah negeri yang kaya raya akan sumber daya alam dan jumlah penduduk yang saat ini sedang dirundung duka. Yaitu sedang menghadapi pandemi akibat virus Covid-19.

Tak ayal jika satu kebijakan dan kebijakan lain justru memperburuk kondisi. Sebab, seolah masyarakat sudah lepas dari rasa kepercayaan kepada pemerintah. Maka angka pertambahan penderita juga semakin bertambah, juga angka kematian yang semakin menunjukkan kenaikan.

Salah satunya adalah beredar informasi ditemukannya obat Covid-19. Seperti yang diberitakan Kompas.com, bahwa juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito turut menanggapi beredarnya informasi soal klaim obat Covid-19 dari Hadi Pranoto. 

Dan akhirnya nama Hadi Pranoto menjadi perbincangan setelah ia diwawancarai musisi Erdian Aji Prihartanto atau Anji. Dalam video itu, Hadi Pranoto memperkenalkan diri sebagai profesor sekaligus Kepala Tim Riset Formula Antibodi Covid-19.

Dalam videonya, ia menyebutkan bahwa cairan antibodi Covid-19 yang ditemukannya bisa menyembuhkan ribuan pasien Covid-19. Cairan antibodi Covid-19 tersebut diklaim telah didistribusikan di Pulau Jawa, Bali, dan Kalimantan. Selain itu, cairan antibodi Covid-19 tersebut telah diberikan kepada ribuan pasien di Wisma Atlet, dengan lama penyembuhan 2-3 hari.

Viralnya klaim obat Corona dari  Hadi Pranoto seorang warga yang mengaku profesor ahli  mikrobiologi. IDI hingga Satgas Covid mengecam, tapi masyarakat terlanjur tidak sepenuhnya percaya pada pemerintah.

Kenyataan ini didukung oleh ahli biologi molekuler independen, Ahmad Utomo, menyebutkan bahwa salah satu masalah mendasar di Indonesia terkait obat atau pengobatan sebuah penyakit adalah klaim.

“Masalah di Indonesia dan masyarakat awam itu salah satunya terkait klaim. Obat itu highly regulated, makanya kita punya Badan POM supaya ada perlindungan kepada masyarakat yang mengonsumsinya,” tutur Ahmad kepada Kompas.com, Minggu (2/8/2020).

Menurut Ahmad, pada masa pandemi Covid-19 beberapa aturan terasa lebih longgar. Misal, beberapa obat yang digunakan untuk penyakit lain juga diuji untuk Covid-19. Ritonavir untuk HIV misalnya, juga hidroklorokuin untuk malaria.

“Saya bisa saja klaim sebuah obat. Masyarakat pasti memiliki ekspektasi penyembuhan. Nah kalau tidak sembuh bagaimana, kalau pasiennya meninggal misal bagaimana? Efek sampingnya seperti apa? Pertanggungjawabannya seperti apa?” paparnya (Dikutip dari Kompas.com).

Lambannya penanganan pemerintah terhadap  wabah Covid-19 semakin terlihat dari terus berkembangnya pandangan masyarakat yang meremehkan bahaya virus dan beragamnya  klaim penemuan obat corona.

Fenomena ini menggambarkan pemerintah tidak mampu meyakinkan public terhadap bahaya virus. Juga menegaskan bahwa masyarakat tidak bisa mengandalkan pemerintah untuk menemukan obat atas virus.

Saat ini masyarakat pada umumnya pasti  merasakan kezaliman yang dilakukan oleh penguasa. Tidak hanya di Indonesia akan tetapi masyarakat di seluruh dunia. Pandemi akibat Covid-19 telah membuka mata hati rakyat bahwa sistem kapitalisme telah gagal mengatasi wabah. Tidak hanya memanfaatkan krisis dan kebutuhan rakyat akan tetapi juga membawa manusia pada krisis kepercayaan.

Kebohongan telah melahirkan rasa  tidak percaya publik. Bahkan produsen utama dan kapitalis medis nomor satu dunia yaitu Amerika Serikat sudah tidak mampu menjawab keluhan-keluhan para gubernur di negara bagiannya, atas kekurangan alat-alat kesehatan seperti ventilator, masker, dan peralatan medis lain yang diperlukan. Jadi jelaslah, jika kasus krisis kepercayaan tidak hanya menimpa Negeri Zamrud Khatulistiwa saja akan tetapi menimpa juga pada negara superpower yaitu AS.

Fenomena yang menegaskan bahwa inilah tabiat kapitalisme yang sesungguhnya. Sistem yang hanya memikirkan penimbunan materi tanpa pernah tulus memberikan kesejahteraan rakyat bahkan di saat pandemi. Rakyatlah yang menjadi korban atas kezaliman sistem ini.


Wallahu alam bishshawwab.

Posting Komentar

0 Komentar