Prostitusi Anak Marak, Buah Sekulerisme

 

Oleh : NS. Rahayu

Prostitusi tidak pernah ada matinya dari dulu hingga saat ini, bahkan makin menjamur dengan aneka bentuk, cara dan dalih. Tidak hanya menyebar di kota besar, kota kecil pun tak kalah mengerikannya. Pelakunya bukan hanya orang dewasa saja, usia anak pun terlibat aktif dan makin masif. 

Ironisnya aktivitas esek-esek ini  makin vulgar dan menjalar hingga ke pelosok daerah. Madiun terbilang kota kecil namun mampu membuat khalayah kaget dengan viralnya media memberitakan tentang keterlibatan anak-anak dalam prostitusi.

Seorang mucikari berinisial ISM (34), seorang ibu ruah tangga, warga Desa Sumberejo, Geger, Madiun di tagkap oleh Kasatreskrim Polres Madiun KP ldo Febrianto. ISM  telah  menawarkan SW (20) dan AN (15) yang tergolong masih di bawah umur untuk mendapatkan pelanggannya melalui aplikasi ‘WA’ dan ‘MiChat’ . (Jatim.inews.id, 12/8/20)

Ibarat pepatah tidak ada asap kalau tidak ada api, penyebaran dan peningkatan prostitusi bukan tanpa penyebab.  Kejadian yang menimpa kota  Madiun ini berkorelasi dengan perubahan dari kota  kecil menjadi  kota metropolitan. 

Kondisi ini menjadi incaran para investor masuk untuk ikut menikmati pundi-pundi uang. Para investor (kapitalis) mendesain kota Madiun yang tidak punya potensi pariwisata alami dengan membuat tempat pariwisata buatan yang merajai di wilayahnya , agar memiliki daya pikat bagi wisatawan. 

Alhasil tumbuhlah tempat-tempat pendukung yang merusak tata kehidupan di tengah masyarakat.  Karena  pariwiata selalu dibarengi  dengan fasilitas mulai hotel, mall, resto, karaoke dan yang lainnya.

Tempat-tempat seperti itu jelas menjadi pemicu pertumbuhan penyakit sosial. Prostitusi menjadi marak  mulai dari  dunia nyata maupun melalui dunia maya. Madiun pernah dihebohkan adanya prostitusi liar di wilayah Jiwan dan sekarang heboh lagi dengan berita prostitusi anak.

Di berantas tapi tidak akar permasalahannya

Meskipun prostitusi terus di berantas namun tetap saja terus tumbuh, hal ini dikarena langkah pemberantasan yang  dilakukan oleh pemerintah hanya di permukaan saja, tanpa menyentuh akar permasalahan sesungguhnya.

Prostitusi ada bukan sekedar alasan keterpaksaan maupun desakan ekonomi saja, namun gaya hidup hedonisisme, liberalisme yang berasal dari paham sekurelisme yang diterapkan  oleh negara saat ini yang menyebabkan berkembang prilaku menyimpang dan keluar dari tatanan moral.

Jika ingin memberantas prostitusi maka harus memberantas akar masalahnya terlebih dahulu yaitu sekulerisme. Sistem kapitalis sekuler menjadi biang keladi yang telah menyebabkan ambruknya tatanan moral dalam kehidupan. Karena telah memisahkan agama dari kehidupan. 

Agama hanya ditempatkan pada ranah individu saja sehingga tatanan kehidupan dibuat dan diterapkan berdasarkan akal manusia. Paham liberalisme telah membuat manusia menganggap memiliki kebebasan untuk melakukan apapun tanpa butuh aturan. Manusia dibiarkan mengatur kehidupannya sendiri, hingga tatanan moral dan kehidupan ditengah masyarakat menjadi bobrok.

Terlebih sistem sanksi juga berpengaruh menumbuh suburkan protitusi, di alam demokrasi sanksi yang diberlakukan tidah berefek jera maka tak mungkin dapat menghentikan prostitusi karena kapok. Terlebih  jika pelaku prostitusi di bawah umur maka ada perlindungan hak anak dalam HAM. 

Hal ini makin menumpulkan hukum bagi pelaku kemaksiatan sekaligus tameng untuk terhindar dari hukuman, karena definisi anak di bawah umur menurut UU tidak sesuai dengan Islam. Dalam UU demokrasi di batasi usia anak yakni di bawah 18 tahun  maka meski sudah baligh dianggap masih sebagai anak yang perlu dilindungi.


Islam berantas tuntas termasuk pencegahannya

Bertolak belakang dengan Islam yang memandang usia dewasa dan siap mempertanggungjawabkan sendiri perbuatannya ketika sudah baligh. Tidak di lihat dari umur tapi  dari tanda-tanda baligh. Ketika masuk baligh maka sudah berlaku tanggungjawab terhadap amal perbuatan, sehingga jika melakukan perzinahan maka tetap di hukum.

Adapun hukuman sesuai dengan hukum syariat, sehingga akan membuat efek jera dan juga pengampun dosa. Sementara efek bagi masyarakat akan berfikir berkali-kali untuk melakukan perbuatan yang sama. 

Disinilah dibutuhkan sistem sanksi yang membuat pelakunya jera sekaligus memberikan efek pencegahan dalam menjaga tatanan dalam kehidupan sosial dan hal tersebut hanya ada di sistem Islam dengan Khilafah. Walllahu’alam

Posting Komentar

0 Komentar