Oleh : Dr. Erwin Permana (Dosen dan Peneliti Sosial Kemasyarakatan)
Pada tulisan sebelumnya penulis sudah terangkan realitas dunia pemikiran hari ini yang dipenjara oleh metodologi Ilmiah. Selanjutnya, penulis akan tunjukkan keterbatasan metodologi Ilmiah yang nampak pada dua hal:
Pertama, karena berfungsi untuk menguji sesuatu yang terindra maka metode ilmiah meniscayakan setiap yang tidak dapat diindera tidak ada.
Maka keberadaan, Tuhan, Malaikat, Syetan, Syurga, Neraka dan berbagai hal gaib lainnya tidak ada menurut pandangan ilmiah. Sebab, tidak bisa dibuktikan melalui pengamatan, percobaan dan penarikan kesimpulan.
Memaksakan metode ilmiah pada kajian ini kemungkinan akan muncul ilmuwan seperti Hawking dalam rupa yang lain. Jika Hawking anti Tuhan dan tidak percaya Syurga Neraka. Ilmuwan yang akan datang ini sangat berketuhanan dan tentunya percaya Syurga Neraka.
Dengan klaim ilmiahnya, dia akan mencoba mengukur temperatur Neraka; mengukur kecepatan angin Syurga; meneliti bahan-bahan minyak wangi Syurga, juga arsitektur istana Syurga dan tak lupa mengukur gaun bidadari yang cantik jelita.
Lucu? Inilah yang disebut dengan Pseudo Science. Klaim ilmiah palsu yang tidak menghasilkan kebaikan terhadap ilmu pengetahuan selain kekisruhan.
Mencoba untuk menggunakan metodologi ilmiah dalam wilayah keyakinan, hasilnya adalah lelucon. Maka, jangan pernah tertarik lelucon jika harus menggadaikan kewarasan berfikir.
Kedua, asas berfikir adalah metode rasional bukan metode ilmiah. Kesalahan umum dunia pemikiran hari ini adalah menjadikan metode ilmiah sebagai asas berfikir, padahal metode ilmiah tidak bisa bekerja tanpa metode rasional (metode akal).
Metode ilmiah, membutuhkan metode rasional (metode akal). Penggunaan metode ilmiah tergantung pada kelengkapan akal dalam menyediakan informasi (dasar teoritis). Semakin banyak informasi yang disediakan akal, semakin mudah metode ilmiah dijalankan.
Karena itu, metode akal merupakan induk dari metode ilmiah. Secara lugas dapat dikatakan bahwa metode ilmiah tanpa akal tidak akan pernah bisa berjalan, sedangkan akal akan baik-baik saja dalam berfikir meski tanpa metode ilmiah!* Jadi Metode ilmiah merupakan cabang dari metode rasional.
Oleh karena itu, metodologi ilmiah tidak layak dijadikan sebagai asas berfikir. Akal yang layak sebagai asas berfikir. Kebenaran yang dihasilkan oleh metodologi ilmiah bersifat relative. Kebenaran yang dihasilkan metode rasional bersifat tetap.
Stephen Hawking adalah orang pertama yang mamaparkan teori Kosmologi yang dijelaskan dengan menggabungkan teori relativitas umum dan mekanika kuantum.
Dia menjulang tinggi sebagai ilmuwan jika kesimpulannya tentang Big Bang, Lubang Hitam, Kosmologi dia hentikan pada eksistensi benda-benda angkasa yang dia amati.
Menjadi bermasalah jika temuannya tentang hukum alam semesta dikaitkan dengan ketiadaan Tuhan. Sebab, kesimpulan tersebut melompat dari hakekat yang dia teliti. Wilayah keyakinan bukan wilayah ilmiah. Sebaliknya wilayah ilmiah juga bukan wilayah keyakinan.
Wilayah keyakinan harus dikaji dengan menggunakan metodologi rasional (akal) sedangkan wilayah ilmiah harus dengan pendekatan metodologi ilmiah.
Penelitian yang harusnya dilakukan secara ilmiah seperti fisika, kimia, matematik, biologi dan segala macam bentuk turunan ilmu-ilmu alam. Jangan diteliti dengan pendekatan rasional.
Sedangkan perburuan pengetahuan yang harusnya dilakukan secara rasional, seperti ilmu-ilmu sosial, psikologi, hukum, politik, ekonomi (Ingat, bukan ilmu ekonomi!). Jangan diteliti dengan pendekatan Ilmiah.
"Pemaksanaan" menggunakan metode ilmiah pada ranah rasional atau menggunakan metode rasional pada ranah ilmiah menunjukkan sang ilmuwan tersebut tidak benar-benar mengerti hakekat sains sekaligus tidak faham hakekat keyakinan/rasional.
Sang ilmuwan yang suka maksa tersebut sebetulnya sedang melakukan cocokisasi/cocoklogi pengetahuan yang menggelikan. Memaksanakan juga, itulah yang dimaksud dengan peneliti berdarah dingin yang akan mematikan sains dan keyakinan pada saat yang sama.
Selain kasus Pew Reserch Center yang mencoba menghubungan kepercayaan pada Tuhan terhadap PDB suatu negara (2020). Atau kasus Hawking yang dengan genit menghubungkan temuan ilmiahnya dengan ketiadaan Tuhan (wilayah rasional). Ada banyak kasus lain, tapi penulis akan tambahkan satu kasus saja, agar risalah ini tidak terlalu panjang.
Trofim Denisovich Lysenko, seorang pakar Biologi Sosialis-Soviet pada masa pemerintahan Stalin. Dia "menafsirkan" sains Biologi menurut sudut ideologi Sosialis dan berusaha menolak teori Biologi Gregor Johann Mendel yang dianggapnya terlalu Kapitalis, mengenai pewarisan sifat pada organisme.
Ajaran Lysenko mengatakan bahwa keturunan tidak ditentukan oleh susunan genetik, tetapi justru merupakan hasil dari interaksi makhluk dengan lingkungan.
Pengalaman makhluk selama masa hidupnya diwariskan kepada turunannya. Akibat alamiah dari teori ini adalah bahwa manusia menentukan dirinya sendiri.
Lysenko juga menyatakan bahwa tumbuh-tumbuhan dari spesies yang sama menunjukan ‘solidaritas sosialis’ dan tidak akan saling bersaing untuk mempertahankan hidup.
Dia juga menegaskan bahwa pohon-pohon dari spesies yang sama yang ditanam berdekatan akan saling menolong untuk bertahan hidup.
Amboi, usulan teori Lysenko sangat menarik dari sudut Sosialis. Dimasanya Lysenko dipuja kaum proletar dan dipercaya Stalin.
Namun, implikasi penerapan ajaran Lysenko membuat ilmu Biologi Soviet mundur sekitar 20 tahun, mengakibatkan banyak manusia menderita karena pemerintah memberangus para penentang ajarannya, serta menyebabkan kehancuran besar pada pertanian dan kehutanan Soviet. Baru pada masa pemerintahan Khrushchev ajaran ini secara terbuka tidak dipercayai lagi.
So, sekali lagi metodologi ilmiah itu terbatas! Metodologi ilmiah tidak akan sanggup menerangkan secara epic hal-hal yang terkait keyakinan.
Sedangkan Metodologi akal juga terbatas. Meski secara pasti mampu menangkap dan menerangkan hal-hal yang terkait keyakinan/ideologi dan pengaturan interaksi sosial namun tidak bisa digunakan untuk bereksperimen tentang benda dan alam semesta.
Keduanya harus ditarok pada proporsi masing-masing agar dunia terbebas dari pseudo science!
Sekian!
Suasana Iedul Kurban, Depok, Jum'at 31 Juli 2020
0 Komentar