(Saatnya) Merdeka Dari Hawa Nafsu

Oleh : Dr. Erwin Permana (Pemerhati Sosial Kemasyarakatan)

Penjajahan merupakan situasi yang tidak diinginkan oleh tiap-tiap manusia. Hidup dibawah penjajahan berarti tereksploitasi, terinjak, dipaksa, diperas, diskriminative, dst.  Realitas kehidupan masyarakat terjajah identik dengan kemiskinan, kebodohan, kemerosotan moral dan keterbelakangan taraf berfikir.

Secara fisik kita sudah merdeka selama 75 tahun. Kita telah terbebas dari cengkraman penjajahan secara fisik. Tapi realitas kehidupan masyarakat menunjukkan kita belum benar-benar merdeka.

Kita masih terjajah secara  pemikiran, politik, ekonomi, sosial, budaya, dll. Kebijakan ekonomi masih merujuk pada kapitalisme, hukum masih didominasi oleh hukum kolonial, dst.

Dalam suatu hadist Rasulullah berpesan "Kalian telah pulang dari sebuah pertempuran kecil menuju pertempuran akbar. Lalu sahabat bertanya, “Apakah pertempuran akbar (yang lebih besar) itu wahai Rasulullah? Rasul menjawab, “jihad (memerangi) hawa nafsu.”

Meski ada ulama yang menganggap sanad hadist tersebut lemah. Namun hadits dengan derajat shahih yang bermakna sama sangat banyak didalam kitab-kitab hadist. Sehingga secara substantive hadist tersebut layak dijadikan referensi.

Melalui hadist tersebut terlukis oleh kita bahwa pertempuran didunia ini ada dua yakni pertempuran fisik dan pertempuran non fisik.  Pertempuran fisik merupakan pertumpuran melawan penjajahan fisik sedangkan pertempuran non fisik merupakan pertempuran melawan penjajahan non fisik (hawa nafsu). 

Penjajahan fisik merupakan kolonialisasi yang dilakukan dengan menguasai suatu negeri secara fisik. Sedangkan penjajahan non fisik merupakan penjajahan yang dilakukan dengan menguasai negeri secara non fisik. Negara penjajah masuk dan mengatur berbagai lini kehidupan suatu negara melalui sistem politik, ketatanegaraan, hukum, ekonomi, pendidikan, sistem sosial, dll.

Hasil penjajahan fisik dan non fisik sama buruknya yakni kemiskinan, pengangguran, kebodohan, kemerosotan moral, keterbelakangan taraf berfikir masyarakat, eksploitasi kekayaan alam serta penguasaan aset-aset strategis oleh asing, dll. 

Jika bentuk perlawanan terhadap penjajahan fisik dilakukan secara fisik; mengangkat senjata, mengerahkan pasukan dengan serangkaian strategi dan taktik untuk menggusur eksistensi penjajah. 

Maka bentuk perlawanan terhadap penjajahan non fisik harus dilakukan secara non fisik yang bertujuan untuk menggusur eksistensi sistem rancangan penjajah. Sistem yang berasal dari hawa nafsu mereka.

Namun, sistem pengganti tidak boleh berasal dari hawa nafsu manusia lain manapun. Sebab, hal itu sama saja dengan lepas dari lubang ular masuk lubang buaya. Maka sistem pengganti harus berasal dari Zat yang bebas dari berbagai kepentingan hawa nafsu yakni sistem Islam yang berasal dari Allah SWT.

Islam merupakan sistem kehidupan yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia melingkupi aspek politik, ketatanegaraan, hukum, ekonomi, sosial, dll. Penerapan Islam secara totalitas akan mengeluarkan Indonesia dari keterjajahan akibat penerapan sistem yang berasal dari hawa nafsu manusia.

Sistem tersebut pernah diterapkan di nusantara mengayomi masyarakat dengan berbagai ras, suku dan agama. Meski belum dalam format penerapan Islam yang ideal namun jejaknya hingga kini merupakan jejak positif karena sistem Islam bersifat melayani bukan mengeksploitasi. Sangat berbeda dengan jejak Belanda, Portugis, Inggris dan negara penjajah lainnya yang sangat eksploitative. 

Jika Indonesia tercatat sukses mengusir penjajahan fisik. Harusnya bangsa ini juga bisa sukses mengusir penjajahan non fisik. Jika mengusir penjajah dilakukan dengan persatuan, maka mengusir sistem yang berasal dari negara penjajah juga harus dilakukan dengan persatuan.

Seluruh komponen anak negeri ini harus bersatu, para tokoh bangsa harus saling komunikasi, duduk bersama berdiskusi menyamakan persepsi, menghilangkan perbedaan kecil untuk keselamatan negeri ini. Sebab, hanya ini satu-satunya cara kita untuk benar-benar merdeka! Inilah Jihad akbar negeri ini.

Izinkan, penulis menutup risalah singkat ini dengan petikan ayat Alqur'an:

"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 216)


Depok, 12 Agustus 2020.

Posting Komentar

0 Komentar