Dampak Resesi Pandemi bagi Ketahanan Keluarga

Oleh: Fitri Andriani, S.S.

Sebelum terjadi wabah Covid 19, Indonesia sudah mengalami krisis ekonomi cukup serius. Hutang Indonesia pada per akhir Maret 2020 mencapai Rp 5.192,56 triliun.(CNBC Indonesua, 20 Maret 2020). Hutang yang menggunung tentu saja menggabarkan kondisi ekonomi Indonesia sedang tidak sehat.

Kini resesi sudah mulai menghampiri negara-negara hampir di seluruh dunia. Ternasuk Indonesia pasti termasuk di dalamnya.Tak ada terobosan baru atas solusi jangka pendek tahun 2020 – 2021 yang digagas pemerintah. Rezim hari ini tetap menjalankan resep lembaga global. Melanjutkan program bantuan sosial serta program penjaminan modal dan transformasi ekonomi untuk UMKM. (Muslimah News ID,  15 Agustus 2020).

Banyak dari anggota keluarga sebagai tulang punggung kehilangan pekerjaan akibat covid 19, belum lagi gelombang PHK selama 6 bulan ini sambung menyambung. Kesehatan juga bermasalah dengan banyaknya orang sakit takut periksa ke layanan medis. Asuransi BBJS naik tarifnya namun angkat tangan dari menjamin penyakit yang dianggap  berbahaya dan sering diderita masyarakat.

Pendidikan sebagai hak bangsa pun, detik ini masih belum rata dirasakan oleh rakyat Indonesia. Apalagi pada masa pandemi ini, sekolah dengan daring. Tidak setiap siswa yang orangtuanya memiliki fasilitas daring yang memadai untuk PJJ ( Pembelajaran Jarak Jauh). Ketiadaan sinyal di dekat tempat tinggal siswa juga kendala berat bagi siswa dan pendidik. Ketidakmampuan siswa dan guru dalam pengadaan kuota, atau dapat kuota bantuan pemerintah, namun sinyal, alat (phonsel) tidak punya, dan ketidakpahaman orangtua wali murid serta guru dalam hal fasilitas dan penguasaan  teknologi. Banyak yang akhirnya gagal mendapatkan haknya. Siswa putus sekolah tak terhitung jumlahnya.

Ketahanan pangan juga belum tersedia dengan baik. Alih-alih mensuport para petani, ternyata, perintah justru import beras. Kalau dalam negri menyediakan kebutuhan pangannya sendiri di masa resesi ini, agaknya juga sedikit terlambat. Karena kebijakan perijinan lahan persawan menjadi lokasi perumahan di Indonesia terlampau mudah. Sehingga lahan-lahan subur yang seharusnya bisa menjadi area persawahan, habis untuk perumahan (BBC, 29 Agustus 2020). Kalau ada sawah, maka petani sulit mendapat bibit bermutu dan pupuk yang mudah dan murah. (Bimata.id., 6 Juli 2020).

Penanganan covid 19 oleh pemerintah juga lamban. Tidak ada koordinasi yang pasti antara pemerintah pusat dan daerah. PSBB yang seharusnya menunggu new normal tapi kondisinya malah dipaksakan. Akhirnya, sekarang covid 19 meningkat lagi penderitanya di Indonesia. Hampir 59 negara didunia menolak warga negara Indonesia untuk mendatangi negaranya. Ini otomatis menghambat eksport dan urusan bisnis yang selama ini sudah berlangsung. Ekonomi rakyat dan negara kita bertambah lagi.


Kebohongan Kapitalis Tidak Mampu Menyelesaikan Masalah Negeri Ini

Penyelesaian masalah yang cenderung coba-coba di setiap aspek kehidupan adalah ciri khas dari kapitalisme. Mementingkan para pemilik modal dan melupakan hak rakyat keseluruhan. 

Pemindahan ibukota ke Kalimantan yang membutuhkan dana tidak sedikit, yang jelas itu demi kepentingan kaum oligarki jalan terus. Sementara pengentasan covid 19 tidak diperhatikan. Hutang negara kian menggunung demi pembangunan ibukota baru ini.

Pengelolaan SDA (air, emas, minyak, dan bahan tambang lainnya) diserahkan kepada asing. Keuntungan untuk negri kita tidak ada artinya dengan kerusakan lahan tambang. Padahal dalam Undang-Undang Dasar menyatakan bahwa kekayaan alam di negri ini adalah milik negara dan dikelola sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat. Kalau seperti ini, rakyat yang mana?

Berbeda dengan negara khilafah yang bisa menjadi pengatur kebutuhan rakyat. Kholifah akan mengelola SDA sebagai milik umum. Dalam hal ekonomi, khalifah juga akan menyediakan pangan yang cukup dengan mensuport fasilitas pertanian, perikanan, dan menyediakan lahan-lahan mati untuk dikelola. Urusan perut adalah prioritas daulah.

Perdagangan juga menopang perekonomian umat. Perekonomian Islam berbasis halal sesuai syariat yang disuport khalifah. Pengadaan barang-barang yang halal dijual dan dikonsumsi, penyediaan jasa yang melibatkan seluruh umat tanpa monopoli, distribusi barang dijamin merata. Merata berarti ada hubungannya dengan penyedianan infrastruktur yang memadahi di seluruh negri. Penyediaan alat transportasi publik juga kewajiban penguasa dalam negara Islam.

Dalam pemenuhan hak rakyat seperti kesehatan dan pendidikan, khalifah akan mengratiskan kepada seluruh rakyatnya. Kesehatan, pendidikan, perumahan adalah kebutuhan pokok dan hak bagi rakyat untuk mendapatkannya. Dan itu adalah tanggung jawab kholifah.

Khalifah melaksanakan kepemimpinannya berdasarkan panduan syariat yang diturunkan Allah. Khalifah akan mempertanggungjawabkan kepemimpinannya di hadapan Allah. Dia akan dihisab jika ada satu saja dari rakyatnya yang kelaparan atau terdzolimi karena kelalaiannya.

Wallahu A'lam

Posting Komentar

0 Komentar