Islamophobia, Bukti Kekalahan Demokrasi

Oleh: NH. Nugroho (Anggota Komunitas Setajam Pena)

Hari-hari belakangan umat Islam dibuat marah lagi oleh para pengusung kebebasan. Kebencian orang-orang kafir pada Islam (Islamphobia) semakin  kentara. Entah setan apa yang merasuki dada mereka sehingga begitu bencinya dengan agama yang membawa rahmat ini (Islam).

Di Norwegia, tepatnya di Oslo terjadi kerusuhan  ketika seorang  pengunjuk rasa merobek-robek Al Qur’an. Polisi setempat  sampai  menembakkan gas air mata pada pengunjuk rasa, hingga polisi menangkap 30 orang pendemo. Seperti dilansir Deutsche Welle (DW), unjuk rasa anti-Islam itu diorganisir kelompok Stop Islamiseringen av Norge (SIAN). Unjuk rasa berlangsung di dekat gedung  parlemen  dan semakin  panas ketika salahseorang dari mereka meludahi  dan merobek-robek Al Qur’an (replubika.co.id, 29/08/2020).

Sementara di Swedia, negara tetangga Norwegia, juga dilanda kerusuhan  ketika  seorang politikus asal Denmark, Rasmus  Paludan  dilarang menghadiri aksi pembakaran Al-Qur'an. Paludan  memang dikenal sebagai seorang anti-Islam. Rasmus Paludan, pemimpin partai garis keras anti-imigran Denmark, melakukan perjalanan ke Malmo untuk berbicara dalam aksi anti-Islam itu, yang diadakan pada hari yang sama dengan ibadah sholat Jumat.


Dibalik Isu Kebebasan

Norwegia  dikenal dengan Negara yang demokratis, semua agama boleh  menunjukkan ekspresinya. Sayang saking demokratisnya  sampai tidak ada pelarangan pembakaran kitab suci. Karena menurut mereka itu adalah bagian dari kebebasan berekspresi. Bahkan Perdana  Menteri Negara ini, Erna Solberg membela aksi perempuan yang meludahi  dan  merobek Al Qur’an. Menurutnya  itu merupakan bagian dari kebebasan  berbicara yang dilindungi konstitusi (undang-undang). Di satu sisi dia mengatakan menjauhkan  diri dari kelompok  penista agama.

Islam adalah agama minoritas terbesar di Norwegia, yang terdiri antara 2,0% dan 3,4% dari populasi seluruhnya. Pada tahun 2007, statistik pemerintah mencatat sekitar 79.068 orang Islam di Norwegia, sekitar 10% lebih banyak dari tahun 2006. 56% tinggal di kabupaten Oslo dan Akershus. Tetapi kebebasan berekspresi di Norwegia tidak berlaku umat muslim. Disaat kaum muslimah ingin mengeksresikan diri dengan memakai burqa hal itu tidaklah mudah. Pada Juni 2018, parlemen Norwegia memilih untuk melarang burqa dan niqab di sekolah, pembibitan, dan universitas. Ini menjadikannya salah satu dari sepuluh negara Eropa yang membatasi pakaian religius wanita Muslim. Dalam mencari pekerjaan bagi warga yang mempunyai nama-nama Islam akan sedikit mendapat panggilan.

Demokrasi berdiri dengan disangga empat pilar kebebasan. Kebebasan berpendapat, kebebasan kepemilikan, kebebasan beragama, kebebasan berekspresi/bertingkah laku. Mereka beranggapan setiap demokrasi bediri secara langsung empat kebebasan itu akan bisa berjalan sempurna. Tetapi kenyataannya sistem ini tidak bisa menjamin terlaksananya pilar tersebut. Inilah mirisnya demokrasi, ketika umat Islam ingin menunjukkan agamanya, ia mengatakan Islam agama teroris. Pada waktu muslim ingin mengeskpresikan ketaatan pada Tuhannya, mereka berkata Islam membatasi diri pengikutnya, Islam mengekang pemeluk untuk berpolitik, untuk mengeksplor jiwanya. Padahal kaum muslim yang melakukan ketaatan itu tidak merasa  terkekang ataupun terbelenggu.

Kenyataan yang ada, mereka sang pembawa demokrsi sendiri yang melakukan pengekangan itu. Bisa dikatakan mereka melakukan pemblokiran terhadap kaum muslim di seluruh lini kehidupan. Apakah kehidupan kaum muslim di semua negeri minoritas terjamin? Seringkali ada pelecehan pada muslimah, pelecehan terhadap symbol-simbol keagamaan. Itu hampir terjadi di semua negara. Di Prancis, Sang presiden kembali mendukung majalah yang membuat karikatur Nabi Muhammad. Denmark melakukan pelarangan niqob, pihak parlemen melarang adnya adzan. Di belahan dunia lainnya, masih banyak pelarangan-pelarangan tersebut.


Kekalahan Demokrasi

Kenapa demokrasi bisa bertindak demikian terhadap Islam? Sejak tragedi 11 September 2001, masyarakat Eropa merasakan penasaran apakah Islam memang agama teroris seperti yang dikatakan para  pemimpin negara yang memusuhi Islam.  Dan mereka menemukan jawabannya setelah mereka lebih mengenal Islam.

Islam semakin tumbuh di negara-negara Eropa dengan pesatnya. Islam semakin hari, semakin banyak yang menyakini kebenarannya. Tentu saja hal ini menimbulkan kekhawatiran sendiri pada pengusung demokrasi. Maka mereka selalu membuat celah agar Islam tampak terhina, selalu melecehkan Islam dan simbol-simbolnya. 

Tetapi para pemeluk agama ini semakin menyakini inilah bentuk ketakutan mereka akan bertambah besarnya Islam, bertambah kuatnya Islam. Semakin terpuruknya demokrasi karena kebohongan-kebohongan atas propaganda-propaganda mereka. Propaganda yang hanya pemanis di depan, tapi tidak pernah dilakukan. Demokrasi adalah sebuah sistem yang menawarkan madu berbalut racun.


Islam Pemersatu Manusia

Islamlah yang bisa menerapkan toleransi kepada seluruh umat manusia tanpa menodai satu agama pun. Karena ada batasan-batasan yang telah jelas antara  Islam dengan pemeluk agama lain. LAKUM DIINUKUM WA LIYA DIIN.

Tinggal selangkah lagi bagi umat Islam dalam menghadapi demokrasi. Hadirnya seorang pemimpin yang bisa melindungi umat dan agama ini. Pemimpin yang akan menindak tegas siapapun yang melecehan umat Islam laksana  Khalifah Al Mu’tashim Billah. Dan laksana Sultan Hamid II yang melarang dengan tegas kepada Prancis saat akan mengadakan pementasan drama yang menghina Rasulullah SAW. Itulah Islam yang diusung oleh sebuah negara, dan diterapkan secara kaffah.

Wallahua'lam bish-showab.

Posting Komentar

0 Komentar