K-pop: Bukan Budaya Inspiratif

Oleh: Puji Ariyanti (Pegiat Literasi untuk Peradaban)

Musik K-pop atau Korean-pop satu dekade belakangan ini mulai berkembang dan menyebarkan pengaruhnya di berbagai belahan dunia lain. K-pop, adalah jenis musik populer yang berasal dari Korea Selatan. Banyak artis dan kelompok musik pop Korea sudah menembus batas dalam negeri dan populer di mancanegara. Kegandrungan akan musik K-Pop merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Demam Korea di berbagai negara. Tak terkecuali Indonesia.

Dilansir kompas.com pernyataan Wapres Ma'ruf Amin Wapres pada 'Peringatan 100 Tahun Kedatangan Warga Korea di Indonesia', Minggu, 20 September lalu, mendorong anak negeri mencontoh korea dalam berkreatifitas. Soal budaya Korea bisa dijadikan inspirasi dalam mengembangkan kreativitas anak muda.

Bahkan Wapres Ma'ruf Amin mengatakan kerja sama Indonesia dengan Korea telah banyak dilakukan, contohnya dalam bidang ekonomi dan investasi. Menurut dia, semakin banyak produk Korea yang diproduksi di Indonesia dan mendapat tempat di hati warga Indonesia.

Benarkah budaya Korea bisa dijadikan inspirasi dalam mengembangkan kreativitas anak muda. Bukankah budaya negeri ginseng tidak sama dengan budaya negeri di Indonesia yang masih diselimuti dengan budaya ketimuran.

Artis K-Pop jelas memberikan contoh buruk bagi generasi Indonesia. Budaya liberal sebagi idenya memberikan pengaruh hedonisme, apalagi jika negara tidak memilki kemampuan menjaga generasinya dari liberalisme. Kreatifitas macam apa yang bisa dicontoh jika gejala hedonisme telah mempengaruhi sisi-sisi kehidupan anak muda. Apalagi menjadikan Korean Wave sebagai tolok ukur.

K-pop memang menghasilkan banyak materi bagi para pelaku industrinya, namun rentan kerusakan lifestyle salah satunya banyak kasus bunuh diri. Korean Wave hasilkan devisa besar bagi negara Korea, tapi nyata mengekspor budaya kerusakan ke seluruh dunia. Layakkah demi ekonomi moral anak bangsa tergadaikan?

Inilah kapitalisme yang berorientasi pada materi, sehingga menjadikan individu-individu yang ada di dalamnya ketika beraktivitas hanya berorientasi mencari keuntungan materi semata. Liberalisme berorientasi pada kebebasan, sehingga menjadikan individu-individu yang ada di dalamnya bertingkah laku serba bebas. Dampak dari sistem kapitalisme liberal ini pun akhirnya turut dirasakan oleh pemuda saat ini. Banyak pemuda yang akhirnya menghalalkan segala cara untuk bisa mendapatkan banyak uang. Tak jarang  yang akhirnya terjebak pada gaya hidup serba bebas, bahkan sampai mengantarkan pada seks bebas.

Negeri ini benar-benar mengalami kerusakan hampir disetiap lini, maka setiap pemuda harus segera menyadari perannya. Sistemlah yang berkewajiban mengarahka pemuda untuk menjadi agen perubahan. Bukan mengarahkan mereka menjadi agen Korean Wave. 

Bukankah Sejarah Islam telah mencatat kehebatan generasi muda Islam yang tangguh, yang terdidik  sistem Islam. Salah satunya adalah Muhammad Al-Fatih. Di usianya yang masih muda (21 tahun), Muhammad Al-Fatih telah dipercaya menjadi gubernur. Di usia 23 tahun telah menguasai 7 bahasa. Semenjak baligh hingga meninggal, ia juga tidak pernah meninggalkan shalat rawatib dan tahajjud. Prestasi terbesar saat berumur 23 tahun, Muhammad Al-Fatih mampu menaklukkan Konstantinopel (Byzantium) 

Sepatutnyalah negara ini mendorong generasi muslim kuasai dan promosikan ajaran Islam, mengkampanyekannya hingga menjadi sumber "life style global" yang  terbukti mewujudkan rahmatan lil alamin

Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik (QS Ali 'Imran: 110)

Wallahu'alam Bissawab[]

Posting Komentar

0 Komentar