Oleh: Nurul Irma N, S.Pd (Pendidik SMK Swasta)
Sudah berjalan 6 bulan pandemi Corona melanda Indonesia. Alih-alih solusi yang diterapkan bukan menurunkan angka terinfeksi virus Covid-19 berdampak peningkatan yang cukup mencengangkan. Setiap harinya mencapai lebih dari 3000 orang yang terinfeksi data per-tanggal 13 September 2020 (Covid19.go.id, 13 September 2020). Semakin miris, 100 orang dokter telah meninggal dunia akibat terpapar virus covid-19, angka ini belum termasuk tenaga kesehatan yang lain seperti perawat.
Hal itu memungkinkan terjadi, kurang tepatnya kebijakan yang diambil dan tingkat keseriusan pemerintah dalam menanggani pandemi ini sangatlah kurang. Tak bisa dipungkiri fakta ketidakefektifan langkah-langkah yang diambil pemerintah yang berujung pada semakin membengkaknya kasus terinfeksi Corona.
Opsi Karantina Mustahil dalam Sistem Demokrasi
Sistem demokrasi adalah sistem yang mengutamakan keuntungan yang diperoleh, lebih mengutamakan pengusaha daripada keselamatan rakyat. Terlebih kepengurusan negeri ini, nampak carut marut, tak ada satu pemikiran di jajaran pemerintah pusat dan daerah dalam mengambil langkah mengatasi Corona. Terkesan pemerintah daerah yang satu dengan yang lain bersaing dalam menurunkan kasus terinfeksi tanpa mempedulikan daerah diluar kepemimpinannya. Ketika satu daerah mengalami peningkatan terinfeksi, serta merta membuat regulasi secara mandiri. Sebagaimana rencana yang dilakukan oleh pemerintah DKI Jakarta akan meniadakan isolasi mandiri khusus bagi pasien positif Covid-19 bergejala ringan dan orang tanpa gejala (OTG) (Tempo.co, sabtu, 5 September 2020). Lain halnya pemerintah Surabaya, menetapkan kebijakan wajib tes usap (swab) Covid-19 bagi pendatang atau warga Surabaya yang habis bepergian dari luar kota, diperkirakan berlaku pada Senin, 14 September 2020 atau Selasa, 15 September 2020. (suarasurabaya.net, Minggu, 13 September 2020)
Rencana kebijakan ini tak luput menuai protes dari berbagai lini, baik dari warganya maupun dari pemerintah pusat. Jakarta sebagai pusat ibu kota sangatlah wajar menjadi sorotan dan patokan dalam upaya menekan laju penambahan kasus terinfeksi, namun kebijakannya kadang berbenturan dengan kebijakan pemerintah pusat. Kebijakan ini dianggap sebagai opsi buruk, yang berpeluang menunjukkan kegagalan pemerintah dalam menyiapkan tenaga medis, anggaran dan fasilitas kesehatan. Sama halnya dengan Surabaya, juga menuai pro dan kontra. Warga Surabaya yang dengan karakter sak karepe dewe (sesuai keinginannya sendiri) tak peduli dengan kebijakan ini. Bahkan Pakar Epidemiologi Universitas Airlangga Surabaya, dokter Windhu Purnomo mempertanyakan kegunaan kebijakan yang akan diterapkan ketika warga transmisi lokal Surabaya tidak ditangani.
Suatu keniscayaan, solusi karantina mustahil di ambil dalam sistem demokrasi kapitalis. Lebih mengutamakan aspek ekonomi daripada keselamatan nyawa, kepentingan pengusaha diutamakan daripada kepentingan rakyat. Padahal, secara nalar ketika keselamatan rakyat terjamin, pandemi teratasi, otomatis ekonomi akan pulih. Sesungguhnya solusi karantina itu solusi yang praktis dan hemat anggaran dibandingkan lockdown yang meniru pola barat atau PSBB yang terbukti tak efektif.
Totalitas Solusi Karantina Hingga Perubahan Sistem
Kesalahan dalam mengatasi pandemi berdampak di bidang kehidupan, terutama bidang kesehatan dan ekonomi. Ketika kelelahan dan mulai merasuk keputusaasaan, harusnya benar-benar mengevaluasi diri dan mulai menganalisa kembali tingkat keefektifan lalu menyusun langkah baru, membenahi tak hanya di permukaan tapi dari akar hingga ke daun.
Virus corona menyebar tak terkendali, bermutasi dan bersembunyi tanpa gejala, hingga maut berujung cepat jika tak tertanggani dengan segera. Perlu gerak cepat atau solusi jangka pendek untuk mengatasinya. Langkah ini tak sekedar aspek teknis, lebih dari itu sebagai tuntunan ilahi. Terapkan karantina sesuai syariat Islam yaitu karantina wilayah lokal bukan seluruh wilayah. Sumbangsih pemikiran (pendapat) penulis dalam mengatasi kondisi wabah sekarang :
1. Lakukan tes swab keseluruh warga negara tanpa terkecuali dan tanpa biaya (gratis).
2. Segera tentukan wilayah yang digunakan sebagai tempat karantina.
3. Ketika hasil swab keluar, segera pisahkan warga yang positif dan negatif yang terinfeksi.
4. Tempatkan warga yang positif terjangkit di wilayah yang sudah ditentukan sebagai tempat karantina. Menjamin semua kebutuhannya.
5. Bagi warga yang negatif bisa melakukan aktifitas seperti biasa, bekerja, belajar, berbisnis dan lain sebagainya.
Langkah-langkah tersebut butuh komitmen kuat dari negara dan masyarakat. Negara melayani rakyat dengan kerja keras, kerja cerdas dan kerja ikhlas. Rakyat pun demikian, memiliki kepercayaan penuh dan kerelaan diatur oleh penguasanya. Kesinergian antara penguasa dan rakyat bisa terbentuk dan mengikat kuat ketika dilandasi keimanan dan ketaqwaan yang tinggi terhadap sang Pencipta dan Pengatur kehidupan yaitu Allah Subhanahuwata'ala. Wallahu'alambishawab.
0 Komentar