Merdeka Dari Kemiskinan

Oleh : NS. Rahayu

Kata merdeka menyiratkan suatu keadan yang sudah terlepas dan bebas dari kondisi yang sulit, baik bebas dari penjajahan, buta huruf ataupun kemiskinan. Hasilnya tentu saja secara fisik dapat dirasakan peningkatannya.

Layaknya kata merdeka dari penjajahan dikarenakan penjajah sudah tidak ada di Indonesia. Bebas dari buta huruf dikarenakan memang hampir semua rakyat Indonesia bisan baca tulis. Sedangkan bebas dari kemiskinan dikarenakan sudah tidak ada lagi kemiskinan di Indonesia. Tapi apakah benar begitu?

Ketika masih banyak rakyat tidak mempunyai tempat tinggal, hidup mengelandang kesana kemari dan tidak terjamin kebutuhan hidupnya. Menjadi penyewa rumah yang terusir karena PHK dan masih banyak masalah yang lainnya yang seharusnya menjadi pekerjaan rumah negara untuk memerdekannya secara menyeluruh.

Banyak kepiluan yang dirasakan penduduk Indonesia karena kemiskinan, bahkan media menyorot ketika ada seorang pelajar kelas 1 SMKN 1 Magetan, Indriana Setya Rahayu (16),  yang terpaksa tinggal di bekas kandang ayam milik tetangga yang tak layak huni bersama ibu dan adiknya yang masih balita. Dikarenakan keluarganya tak memiiki cukup uang untuk membayar kontrakan. (KOMPAS.com, 7/8/20)  

Nestapa kemiskinan dalam kemerdekaan

Hal tersebut adalah sebagian cerita kenestapaan rakyat dalam kubangan kemiskinan, hidup di tempat tak layak yang masih dialami oleh jutaan masyarakat Indonesia. Dari tempat yang tak layak itu tentu akan mempengaruhi kualitas kesehatan, pendidikan  dan perkembangan anak.

Ibarat gunung es yang dipermukaan lebih kecil dari data yang sesungguhnya. Dapat di lihat dari catatan BPS bahwa persentase penduduk miskin pada Maret 2020 sebesar 9,78 persen, meningkat 0,56 persen poin terhadap September 2019 dan meningkat 0,37 persen poin terhadap Maret 2019.. Jumlah penduduk miskin pada Maret 2020 sebesar 26,42 juta orang, meningkat 1,63 juta orang terhadap September 2019 dan meningkat 1,28 juta orang terhadap Maret 2019. (bps.go.id)

Tak dipungkiri sudah ada upaya pemerintah untuk membantu mengentaskan kemiskinan warganya dengan sembako, BLT dan juga bantuan bedah rumah. Hal itu menyasar di setiap kabupaten namun belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Apalagi bedah rumah yang diperuntukkan bagi keluarga yang telah memiliki rumah.

Sementara banyak diantara mereka yang tidak memiliki tempat tinggal atau hanya bisa kontrak rumah, ada yang memiliki tempat tinggal tapi tidak layak. Bahkan banyak diantara mereka yang terjepit kemiskinan yang menghimpit dimana apa yang akan di makan saja belum terpegang. 

Hal ini patut menjadi bahan koreksi, Indonesia merdeka selama 75 tahun seharusnya menjadi negara yang makin maju tingkat kesejahteraannya bukan justru bukan makin merosot seperti saat ini.


Membuka Harapan Baru pada Sistem Islam

Kata merdeka yang sepenuhnya masih belum dirasakan banyak lapisan masyarakat sehingga sudah lazim ketika rakyat mengingginkan kehidupan yang sejahtera dan melihat kemungkinan besar terjadi ketika syariat Islam diterapkan untuk mengatur kehidupan.

Dalam sistem Islam pemenuhan kebutuhan dasar (sandang, pangan, papan) adalah pengurusan dan tanggung jawab pemimpin (kholifah) yang akan di jamin pemenuhannya secara mudah dan merata. Sebagaimana Rasulullah, SWA bersabda : “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari)

Hal itu membuat geliat sebagian masyarakat menyadari pentingnya berhukum pada hukum Allah, SWT semata. Namun ketika sebagian masyarakat Indonesia ingin memperjuangkan khilafah sebagai pelaksana syariat secara menyeluruh karena menjadi langkah kemerdekaan hakiki bagi bangsa ini justru banyak sekali pihak-pihak  yang sentimen.

Banyak sekali hambatan dalam perjuangan ini, persekusi, pembubaran, tuduhan radikal dan lainnya yang disematkan oleh para pejuang khilafah.

Bahkan ketika ajaran khilafah yang masuk materi fikih di sekolah dimasukkan dalam sebatas sejarah saja, ketika ada penayangan tentang sejarah nusantara yang ternyata tak bisa lepas dari peran serta kekhilafahan justru ditentang dan blokir terus menerus.

Penghalang dakwah terus ada karena mereka sadar bahwa eksisitensi mereka untuk mengeruk kekayaan negeri ini akan berakhir ketika khilafah tegak. Mereka ketakutan hal ini terjadi. Maka pertentangan antara hak dan batil tak terelakkan, maka disinilah kita harus memilih posisi kita. Wallahu’alam

Posting Komentar

0 Komentar