Oleh: Kiki Fatmala (Mahasiswi Uinsu)
Ada yang viral tapi bukan artis ada yang dapat apresiasi tapi bukan penyanyi ada yang seharusnya jadi mediator malah jadi tukang kompor, uuppsss!.Hayoo.. cerita apaan? Baru-baru ini menteri Agama Fachrul Razi ngasih apresiasi karena sikap Banser terhadap yayasan yang diduga HTI katanya, katanya loh ya kan belum terbukti HTI atau bukan. Jadi Fachrul Razi mengapresi cara-cara Banser PC Ansor Bangil yang mengedepankan cara-cara penuh damai katanya, lagi lagi katanya? Saad Muafi ketua ormas tersebut , yang juga merupakan anggota DPRD Pasuruan bersama anak buahnya menggeruduk (udah kayak banteng yang nyeruduk kain merah, hahahah) sembari membentak dan menunjuk-nunjuk kiai yang diketahui bernama Kiai Zainullah itu. Sekelompok anggota ormas tersebut mengklaim bermaksud melakukan klarifikasi kepada Kiai Zainullah, yang diduga bagian dari gerakan Islam yang telah dibekukan badan hukumnya, yaitu HTI (emang nya es batu pake dibekuin segala). Sikap garang kayak roro jonggrang yang penuh amarah ditunjukkan Muafi selaku Ketua PC Ansor itu.
Namun, tidak membuat Kiai Zainullah berbuat hal yang sama. Ia tetap tenang setenang air mengalir sampai ke bulir bulir paling akhir (bukan iklan Floridina ya) dan meminta agar dilaporkan ke polisi jika memang ada tindakannya yang keliru (mantulnya tindakan pak yai penuh kesabaran). Ya tentu saja kejadian itu menjadi perhatian netizen sebaya bu Tejo. Netizen menilai, sikap arogan yang ditunjukan sekelompok anggota ormas tersebut bukanlah klarifikasi, melainkan persekusi (wau luar binasa). Tapi ya emang bener sih ya karena hal itu dibenarkan Direktur Eksekutif Indonesia Political (IPO) Dedi Kurnia Syah. Beliau mengatakan, memaksa seseorang mengakui aktivitas yang tidak terbukti di muka hukum adalah persekusi (Hmmm.. berarti bukan klarifikasi donk) (tagar.id, 22/8/2020)
Tapi anehnya dan masih misteri (eeaakkkk kayak apaan aja ya misteri 2 dunia?) , Menteri Agama justru mengapresiasi sikap Banser yang mempersekusi Kiai Zainullah itu (yeeee dapat penghargaan oscar deh, bikin malu) . Menag menganggap cara yang mereka lakukan sudah tepat karena mengedepankan cara yang penuh kedamaian (damai dari mana, dari pluto?). Ia menyebutkan langkah yang diambil GP Ansor merupakan tindakan tabayyun, dan kembali menekankan bahwa tidak ada ruang sama sekali bagi ideologi-ideologi yang bermaksud untuk menggeser Pancasila sebagai ideologi negara (emangnya mau digeser kemana toh?). (fixindonesia.pikiran-rakyat.com,22/8/2020)
Seharusnya nih ya sikap tabayyun itu ditunjukkan bukan dengan membentak atau melakukan ancaman, melainkan duduk tenang sambil ngopi tambah pisang goreng mantul deh serta membicarakannya dengan kepala dingin (diguyur pake es batu biar gak hareudang). Sikap penggerudukan itu justru mempertontonkan pada publik sikap arogansi Banser yang tidak mengedepankan cara-cara yang damai. Hingga Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat lewat Wakil Sekjen MUI, Nadjamuddin Ramli mengingatkan kepada Banser untuk menjaga adab terhadap ulama. Ulama itu harus dihormati bukan cuman bendera aja yang dihormati. Ngerti gak?
Makanya sudah seharusnya Menag mampu membedakan antara tabayyun dengan persekusi. Mampu menempatkan diri sebagai penengah bukan justru pendukung salah satu pihak yang belum tentu benar dalam bertindak (tagar.id, 22/8/2020) piye toh yo jangan pilih kasih gitu dong pak menag cukup kasih ibu aja yang sepanjang masa, heheh... Seharusnya ni ye jika pujian dialamatkan pada Banser karena telah melakukan tabayyun, seharusnya Menag juga memberikan pujian pada Kiai Zainullah donk yang telah bersikap tenang dan penuh dengan kewarasan tidak terpancing dengan sikap arogan dari ormas tersebut mantulkan. Dalam demokrasi sejatinya menyampaikan pendapat di muka umum merupakan salah satu hak asasi manusia yang dijamin dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi, Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang.
Bahkan Pasal 9 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia berbunyi, Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hal ini termasuk kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan dan pendapat dengan cara apa pun dan dengan tidak memandang batas-batas. Khilafah itu bagian dari ajaran Islam yang sangat jelas sebagaimana yang ada di dalam kitab fikih yang diajarkan di Madrasah Aliyah, sampai akhirnya digeser kepada materi tarikh, di sana dikatakan fardu kifayah. Jadi siapa saja yang mengatakan bahwa khilafah itu sesat, khilafah itu bukan ajaran Islam, dia akan berhadapan dengan pemilik ajaran itu, Allah SWT. (Ismail Yusanto, TvOne, 25/8/20)
Lalu, bagaimana sikap negara? Seperti yang sudah ditunjukkan lewat menterinya, bukannya menghentikan, malah memberikan pujian. Hadeuh lelah hayati. Inilah negara demokrasi, ruang bebas diberikan bagi mereka yang menyuarakan kesesatan dan penyimpangan. Sementara pendakwah yang menyuarakan Khilafah dan menyebarkan ide tersebut siap untuk ditindak. Jika tidak dipersekusi, maka berakhir di jeruji besi. Astaghfirullah. Masih percaya demokrasi? Sangat miris memag di negeri kita hari ini, meyebarkan ajaran islam justru dianggap tindakan kriminal. Sehingga sangat dibutuhkannya system yang mampu membawa kedaimaian di negeri ini bahkan dunia dengan menerapkan syariat Allah SWT dengan system Khilafah yang telah terbukti keagungannya selama puluhan tahun abad lamanya.
0 Komentar